cari kata

Kamis, 29 September 2011

Being Dumped ?



Masih soal hubungan antar personal, atau dalam ilmu komunikasi disebut hubungan interpersonal atau lengkapnya  : Komunikasi interpersonal menunjuk kepada komunikasi dengan orang lain. Komunikasi jenis ini dibagi lagi menjadi komunikasi diadik, komunikasi publik, dan komunikasi kelompok-kecil. Ok.
Menurut anak muda jaman sekarang yang rajin menyimak tayangan Western, well, Western punya istilah being dumped atau diputusin pacar.
Sebenarnya istilah dumped dalam bahasa Indonesia cukup kasar yakni :dicampakkan. Kalau bangsa Timur biasanya diputusin identik dengan sinonim: ditinggalin, putus. Tidak pernah diterjemahkan dengan dicampakkan, karena tidak lazim terjemahan dari asli budaya West ini untuk digunakan dalam percakapan sehari-hari.
Dalam segi psikologis, diputusin pacar bagi anak muda impactnya cukup menyedihkan. Ada yang menangis, bingung ada pula yang tenang aja.
Yang bagus yang tenang saja. Karena sebenarnya ditinggalan kekasih hati, atau bahkan ditalak cerai bagi pasangan pasutri, adalah sebuah fenomena dialektika materialisme. Jadi ini peristiwa kuantita menjadi kualita. Kuantita masalah menjadi hasil kualita ditinggalkan oleh pasangan, baik resmi atau tidak.
Bagi para penghayat ilmu dialektika materialisme, Tuhan menciptakan segala sesuatunya berpasangan, dan tidak ada yang kekal abadi kecuali Tuhan itu Sendiri.
Ditinggalkan pasangan atau diputus pasangan merupakan awal dari sebuah keseimbangan baru dalam kehidupan manusia. Marah dan sedih adalah reaksi alamiah dalam sebuah hubungan interpersonal yang tidak berhasil.
Namun banyak orang yang berhasil mengatasi masalah ditinggalkan pasangan hidup ini. Yang tidak normal adalah ketika ditinggalin pacar kemudian bunuh diri. Jadi kesannya sedikit-sedikit bunuh diri.
Manusia dikaruniai Tuhan kemampuan hebat untuk self healing tidak hanya fisik tapi psikis.
Akhirnya, jika ingin komunikasi interpersonal berhasil, terlebih dahulu komunikasi intrapersonal harus berjalan dengan baik terlebih dahulu. (*)

Patah Hati?


Patah hati, kebalikan dari jatuh cinta. Kebetulan saya penggemar berat ilmu dialektika materialisme. Alam ini telah diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan amat balance. seimbang. Ada siang ada malam, ada lelaki ada perempuan, ada sedih ada juga senang.
Ada jatuh cinta dan ada pula patah hati, alamiah sekali. Bagi yang lagi patah hati,rasa jatuh cinta yang pada awalnya timbul jadi tak terasa lagi. Yang terasa hanyalah perasan sakit di hatinya.
Kalau sedang patah hati maka rasakan saja rasa sakit itu, karena menurut ilmu psikologi apapun yang dirasakan seseorang, entah sedih atau senang itu adalah semacam  pulse, ada kaki gelombang, naik menuju puncak gelombang dan turun lagi, seperti surfing. Pulse itu memerlukan waktu ada yang dalam hitungan hari, ada pula yang tahunan.
Yang tidak normal adalah patah hati lalu bunh diri. Ini madness. kegilaan.
Yang tidak normal adalah patah hati lalu balas dendam. Ini juga madness.Kegilaan.
Yang normal adalah membiarkan rasa sakit itu mengalir, dan menunggu sampai reda.
Kemudian surfing lagi, dengan pengalaman yang telah bertambah yakni bisa mengatasi gelombang patah hati.
Kalau anda bisa melakukan ini, anda sehat.
Pada dasarnya saya sedih jika membaca berita ada anak muda yang patah hati lalu bunuh diri. Setiap bulan pasti ada berita semacam ini.
Jika ditarik dari ilmu jiwa, patah hati menimbulkan rasa rendah diri, dan tak percaya diri. Tapi balik lagi pada semua perasaan yang ada dalam pikiran manusia sejatinya adalah pulse , gelombang yang naik turun dengan indahnya.
Patah hati, akibat perpisahan dengan pasangan hidup yang dicintai, adalah terenggutnya 5 (lima) kebutuhan Maslow (teori Maslow). Yakni terenggutnya Physiological need, Safety needs, Love and belonging, Esteem, Self-actualization Self-transcendence atau kebutuhan fisiologis, rasa aman, cinta, dan eksistensi diri juga kebutuhan ingin diakui. Semua hilang, yang ada berganti negasinya yakni tak aman, dan tak berarti.
Gelombang negasi ini tidak bisa dipungkiri, amat menyita energi. Pelampiasan individu adalah secepat mungkin mencari pelampiasan dan hiburan. Pelampiasan ini dalam Zen,adalah ibarat memotong aliran pulse, ibarat surfer yang terjun dari papan surf-nya dan ingin cepat kembali ke pantai. Dia tak ingin mengikuti aliran wave, aliran pulse sampai  secara natural pulse ini  turun sendiri.
Menempuh short cut ini, memotong energi chi  anda sendiri. Tak memperkuat jiwa, justru melemahkannya. yang bagus dilakukan adalah dengan berani melakukan surfing menaiki gelombangnya, hingga turun lagi, kecepatannya tergantung tingkat kepasarahan anda pada The Only One Source, pada Tuhan Yang Maha Esa.(*)
(oleh Mung Pujanarko,  umur 36tahun )

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Printable Coupons