cari kata

Senin, 18 Juni 2012

Rumpun Pisang Varigata


Saya menyukai jenis Pisang Varigata (Musa varigata). Karena yang pertama rasa buah pisang ini manis. Yang kedua, karena warna daun pisang varigata ini unik. Saya mulai menanam tahun 2012.  Bisa dilihat, warna Hijau pada daunnya bergradasi, mulai dari  hijau tua,  belang hijau muda dan belang putih. Bahkan ada yang putih polos dalam sehelai daunnya.
Di pekarangan, saya cuma menanam satu rumpun saja. Mulanya hanya satu pohon, kemudian beranak jadi satu rumpun.

gradasi warna rumpun pisang varigata, memberi corak tersendiri di pekarangan


satu rumpun pisang varigata, ada yang warnanya putih polos (lihat kanan)

warna gradasi hijau daun pisang varigata

buahnya belum bisa difoto

yang sudah berbuah, rasa buahnya manis

kalau lihat warna daun yang putih polos (kanan), berarti klorofilnya amat sedikit, hampir tak ada, foto tahun 2012

Buah varigata belang sesuai warna daun, foto diambil tgl 19/3/2014


Buah varigata difoto tgl 19-03-2014

 Ketiga foto buah di atas saya upload tanggal 19/03/2014, karena baru berbuah. Memang sempat berbuah sekali, pada tahun 2012, kemudian hampir berbuah tahun 2013 tapi rubuh  karena terpaan angin kencang. Jadi pohon ini memang punya kelemahan, tak tahan angin, dan jarang berbuah, bayangkan setelah 2 tahun tanaman di pekarangan ini, baru berbuah lagi. Lama sekali menunggunya. Tapi apa mau dikata karena anakan generasi sebelumnya rubuh terkena angin kencang yang biasa melanda Bogor.

Anakan pisang ini pun semakin jarang, karena juga rentan penyakit cendawan. Maka untuk rekan blogger yang meminta bibitnya, saya minta maaf belum dapat memberikan anakannya, karena anakannnya juga semakin jarang.



Begitulah, ada beberapa jenis tanaman yang saya sukai yang sengaja saya tanam di pekarangan rumah. Mulai dari aneka Srikaya,  Jambu bol dan biji, juga di sebelah pisang saya tanam Kumis Kucing.
Sedangkan untuk rambutan,ada anakan Rambutan Pulasan. Insya Allah, akan saya naikkan ke blog saya ini juga.

Tulisan ini selain untuk kenangan arsip saya pribadi, juga tulisan ini adalah untuk semua warga yang gemar menanam di pekarangan, tak peduli luasnya. Yang penting ada pekarangan ya tanam apa saja yang kita sukai. Bila tak ada pekarangan, apartemen, ya tanam saja hidroponik kembang atau kaktus, ini bikin kita senang. Saya tak tahu persis kenapa tanaman bikin bahagia, tapi menanam tanaman membuat senang hati. Itu saja.

tekstur warna daun

white leaf, april 2014

white leaf, april 2014

tekstur buah april 2014

white leaf, april 2014

white leaf, april 2014, tekstur


Menanam tanaman buah di pekarangan sejatinya adalah upaya rakyat kecil untuk bisa menikmati buah yang telah diberikan Tuhan YME di bumi Nusantara ini. Jutaan orang di Indonesia baik di Kota dan di Desa juga menanam tanaman buah dan tanaman yang mereka pilih untuk memberikan manfaat dan untuk disyukuri sebagai  kemurahan Tuhan YME (*)

Update posting Bulan Februari 2020






Alhamdulillah pisang varigata di halaman survive dari musim kering th 2019 yg panjang di Bogor.

Bulan februari 2020 berbuah.





Rabu, 13 Juni 2012

Party




Party-party kerap digelar sebagai in house party di diskotik, club malam, cafe dan lain-lain tempat hiburan malam. Kemudian party juga banyak digelar sebagai rave party. Rave party biasanya mengambil tempat di pantai atau di tempat terbuka, bisa di suasana pegunungan maupun di villa-villa di berbagai kawasan wisata.
Di Indonesia sebagai negara dunia ketiga, party kerap menjadi daya tarik wisatawan mancanegara. Ini mirip negara Kuba dan Amerika latin seperti Brazil di mana orang kaya dan wisatawan Amerika kerap mengunjungi negara yang lebih miskin di Amerika Selatan untuk wisata dan party, karena lebih murah dan bergelimang kenikmatan.
Party pada dasarnya adalah menghibur diri. Saya jadi agak tidak connect, mengapa orang yang mapan kok masih menghibur diri, apa dirinya dalam kondisi yang sedih ?
Ada wanita muda bertubuh tambun pulang party kemudian mabuk dalam mengemudi avanza hitam dan menabrak 9 orang sampai tewas di Jakarta beberapa waktu lalu, edannya lagi wanita muda tambun-lajang itu masih mencoba melarikan diri, namun gagal karena menabrak halte bus. Dan banyak juga orang usai party dalam kondisi mabuk berat dan masih mengemudi. 

Ada lagi,  seorang  model cantik majalah dewasa pria juga mengemudi sambil mabuk  dan menabrak tujuh orang di kawasan Tamansari Jakarta Barat dengan menggunakan mobil Honda Jazz merah dengan nomor polisi B 1864 POP Kamis (11/10) sekitar pukul 17.30 WIB, lalu. Model yang memang pekerjaannya adalah me-model-kan wajah dan tubuhnya, -(pakaian dan apa yang dipakai saat berpose jadi model majalah pria dewasa tentu tidak begitu penting)-, itu dalam keadaan mabuk berat saat mengemudi. Dua dari 7 (tujuh) orang korban diantaranya anggota polisi Polsek Tamansari  Jakarta Barat.

Pada dasarnya orang berhak party, tapi tak boleh bunuh orang seusai party hanya karena mabuk mengemudi.

Party menjadi adat kebiasaan sebagian kaum mapan di Indonesia. Oh yeah, prinsip 'enjoy aja' dan 'enak gila' memang menjadi buruan dan sasaran pengejaran kenikmatan hidup bagi kaum mapan. Dalam piramida sosial kaum mapan menempati pucuk piramida sosial, dan kaum menengah serta bawah menempati urutan strata sosial di bawahnya. Strata sosial dibangun atas konstruksi piramida sosial.

Di Indonesia kini tidak mengenal adanya pertentangan kelas, karena kelas bawahpun dicekoki mimpi untuk suatu saat naik ke atas. Tapi piramida sosial secara dialektis bukanlah piramida terbalik, Namun piramida yang curam dan makin ke atas semakin (amat) sempit. Walhasil karena party dianggap sebagai sarana untuk naik kelas, maka kelas menengah yang telah yakin kelak -entah kapan- naik ke atas pun sebagian juga ingin terlibat dalam party agar disebut kelas atas.

Dalam suasana party  yang umum adalah suasana :
1.    Gelap dan cahaya yang menyambar-nyambar sekilas. Gelap, untuk menyembunyikan kondisi diri, menenggelamkan identitas personal, mengaburkan self being,  agar cepat larut masuk dalam suasana party
2.    Musik house, music party yang berirama seperti music voodo Afrika dengan ketukan irama ¼ yang bertalu-talu, menimbulkan efek euforia dan musik house dengan irama tribal, dan ritme yang menghentak merangsang otak untuk bergerak ke arah trance (kebalikan dari musik meditatif), trance adalah satu suasana yang melupakan diri. Volume musik lebih dari 80 desibel, artinya lebih dari volume suara normal yang bisa normal didengar manusia. Volume suara di atas 80 desibel membuat jiwa menjadi terpacu adrenalinenya, jantung berdegup lebih cepat dari normal hanya dengan mendengar musik party ini saja.
3.    Gerakan badan : dalam party badan bergerak tak berirama. Sebenarnya ada baiknya untuk membakar lemak. Tapi waktu party yang tengah malam hingga dini hari justru membuat kondisi fisik dehydrated dan tidak seimbang. Olah raga membakar lemak sebaiknya justru pagi setelah bangun tidur.
4.    Mass hysteria, dalam party dikategorikan sukses jika bisa memancing masa hysteria crowd atau pengunjung yang memenuhi floor atau lokasi party. Massa hysteris dalam party dilakukan secara berjamaah dengan crowd yang bergerak bersama-sama mengikuti irama musik yang mengentak. Dalam tradisi kesukuan (tribal) tarian tribal dance dengan bunyi genderang bertalu dan asupan konsumsi zat halusinogenik bisa memancing kondisi trance. Kondisi  trance bisa diperparah saat pelaku party menggunakan zat psikoaktif adiktif maka efek 'on' akan menjadi lebih kental terasa dan bisa membuat pelaku party serasa melihat alam roh, alam gaib. Ini pula yang menimbulkan efek paranoid.
5.    Party menjadi semakin ‘sik-asyik’ bila beredar narkoba diantara pengunjung yang dapat dibeli secara bebas. Efek narkoba dalam party akan membuat stamina meningkat dan derajat euforia bertambah tajam. Pill party kini sesuai perkembangan teknologi kimia dikenal berbagai macam jenisnya. Karena itu banyak orang bilang party tanpa pill party bagaikan sayur tanpa garam. Maka kompletlah sudah perjalanan 'party goer' menuju alam nirwana dunia.

   Party amatlah lekat dengan sejarah kehidupan manusia.  Kita bisa membaca sejarah pada jaman Kerajaan Singhasari yang didirikan oleh tokoh 'ancient preman' bernama Ken Arok pada tahun 1222.  Kerajaan ini sangat makmur, kemudian pada tahun 1268 Kertanegara naik tahta. Nah saat Kertanegara naik tahta inilah tercatat banyak 'ancient wild party' yang dilakukan oleh raja ini.
  Pada abad ke 12 jaman kerajaan Singhasari, sebuah party gila-gilaan pernah tercatat dalam sejarah Saat itu Singhasari dipimpin oleh Raja Kertanegara yang menganut sekte Bhairawa. Sekte Bhairawa ini melakukan pemujaan terhadap 12 hawa nafsu jasmaniah untuk mencapai nirwana.  

  Keduabelas hawa nafsu jasmaniah yang dimaksimalkan itu adalah : melihat tontonan erotis, menyedot narkotika, menari telanjang bersama, memakan semua jenis makanan, termasuk makan bangkai dan minum darah, mendengar musik dalam suasana trance (mirip diskotik abad ke 12), secara bersamaan melakukan seks secara bebas secara berganti-ganti, melakukan orgy atau pesta seks secara beramai-ramai, melakukan pesta seks AC-DC secara simultan berganti-ganti antar lain jenis kelamin, melaksanakan berbagai fantasy seksual, bahkan yang paling liar di benak peserta sekte Bhairawa, ini semua dengan melakukan seks tantra terbalik, yakni menguras semua energi chakra seksual agar menjadi lemas karena habisnya energi tantric peserta sekte, dilanjut melakukan pesta seks yang paling liar dengan mencampur kondisi halusinogenik dengan minum tuak, nyedot candu, dan secara bebas berperilaku seks (maituna) ditingkah tarian dan nyanyian, semuanya berada dalam tempat yang dipenuhi crowd yang mengalami 'kegilaan' musik trance. Kompletlah sudah keduabelas cara sekte Bhairawa abad ke 12 untuk mencapai nirvana dunia (bukan nirvana akhirat).

  Tampaknya kini cara-cara itu juga kerap dilakukan untuk mencapai derajat kenikmatan puncak duniawi (ultimate satisfaction), terbukti adanya tempat 'one stop entertaintment' yang menjamur, yang secara modern menyediakan pelampiasan untuk 'menghabiskan energi positif' dan memuja semua kenikmatan yang ada di Dunia tanpa tersisa. Foya-foya sekte ini segera mengembalikan manusia ke derajat hewani. Saat manusia kembali lagi ke derajat hewani, tepat sebelum Adam dan Eva beranjak menjadi derajat manusia yang mulia, ada tawa puas dari pihak kegelapan yang telah bersumpah untuk mengembalikan anak-cucu Adam kembali ke derajat hewani.

Demikian sejarah Singhasari  abad ke 12 di Nusantara berulang pada abad ke 21 ini saat cara-cara sekte Bhirawa ini masih terus digunakan semua demi mencapai ‘nirwana’ duniawi.  (*)


Penerapan teori Komunikasi SET dalam Hubungan antar Pasangan

Dalam ilmu Komunikasi, dikenal adanya Social Exchange Theory atau SET. Teori Pertukaran Social (Social Exchange Theory) ini diperkenalkan oleh John Thibaut dan Harold Kelley (2008). Sebenarnya secara tanpa sadar antar kekasih maupun pasutri menerapkan teori SET dalam hubungan antar pribadi mereka.
    Teori  Pertukaran Sosial atau Social Exchange Theory (SET) dari John Thibaut dan Harold Kelley ini menganggap bahwa bentuk dasar dari hubungan sosial adalah sebagai suatu transaksi dagang, atau sebagai bentuk metafora ekonomi (Thibaut & Kelley dalam West & Turner, 2008). Di mana orang berhubungan dengan orang lain pada hakekatnya karena mengharapkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam teori pertukaran sosial  juga dijelaskan bagaimana kekuatan hubungan antar pribadi mampu membentuk suatu hubungan interaksi dan menghasilkan suatu usaha, untuk mencapai keseimbangan dalam hubungan tersebut.
   Thibaut dan Kelley dalam West dan Turner (2008) menyatakan sebenarnya manusia selalu menghitung antara pengorbanan (cost) yang mereka lakukan dan hasil (reward) yang akan mereka dapatkan dalam berhubungan dengan orang lain. Dalam hal ini Thibaut dan Kelley  menjelaskan  ada 5 (lima) unsur yang berperan dalam SET (Social Exchange Theory) yakni :
1. Pengorbanan  (cost), dijelaskan pada hakekatnya setiap individu selalu memperhitungkan pengorbanan dalam sebuah hubunngan antar pribadi. Thibaut dan Kelly menjelaskan bahwa unsur pengorbanan  termasuk elemen negatif dalam hubungan antar individu
2. Penghargaan (reward), penghargaan yang dimaksud  adalah sebuah keuntungan dalam hubungan. Reward bisa berupa apa saja mulai dari keuntungan fisik dan non fisik. Fisik bisa berarti materi yang diperoleh dan non fisik bisa berupa dukungan, waktu dan penerimaan sosial. Thibaut dan Kelley memandang reward sebagai elemen positif.
3. Hasil akhir atau Outcome. Hasil akhir di sini adalah value (nilai) dari semua pengorbanan dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh.  Dijelaskan bahwa setalah individu memperoleh outcome dari sebuah hubungan, maka bisa dipertimbangkan apakah hubungan ini diteruskan atau ditinggalkan.
4. Level Perbandingan (Comparison Level) menunjukkan adanya proses berpikir seseorang dalam memperbandingkan antara semua cost dan reward yang dia terima dalam menilai hubungan antara individu.
5. Level Perbandingan Alternatif (Comparison Level for Alternative). Disingkat (CLalt) adalah bagaimana seorang individu mengevaluasi sebuah hubungan setelah dibandingkan dengan alternative realistis dari hubungan tersebut.
   Selain itu, dalam SET dijelaskan pula oleh Thibaut dan Kelley bahwa ada 2 jenis  kekuasaan yang berlaku dalam hubungan antara individu yakni :
1. Pengendalian Nasib (Fate Control), adalah kemampuan individu untuk mengambil keputusan apakah hubungan antara individu sebaiknya diteruskan atau diputuskan.
2. Pengendalian Perilaku (Behavioral Control) yakni sebuah kekuatan untuk mengubah perilaku orang lain dan perilaku diri sendiri. Saya mencontohkan bahwa dalam setiap hubungan asmara misalnya, dari dua individu sepasang kekasih, pasti ada pihak yang merasa bisa merubah perilaku pasangannya, dan juga ada pasti adalah salah satu pihak yang ingin merubah perilakunya sendiri.
 Karena itu maka bukan hanya reward dan sacrifice saja yang terbentuk dalam sebuah hubungan asmara. Namun lebih jauh lagi sebenarnya dalam hubungan intepersonal pasangan, guna meneguhkan posisi masing-masing, terdapat elemen-elemen dalam SET yani reward, cost, outcome, comparison level dan comparison level alternative di atas.
Jalannya sebuah hubungan pasangan sejatinya adalah sebuah proses alamiah.
   Hubungan akan menjadi rumit jika masing-masing pasangan memiliki comparison level alternative yang tinggi. Adalah bisa dipastikan dalam SET bahwa jika skor masing-masing pasangan memiliki comparison level alternative yang tinggi, maka hubungan tidak akan langgeng. Bentuk tak langsung dari comparison level alternative ini adalah satunya jika salah seorang pasangan banyak menemukan substitutes, pelampiasan dan kompensasi dalam diri orang ketiga. Mudahnya menemukan pihak ketiga yang dapat dijadikan sebagai pelarian dan kompensasi, menjadikan ikatan dalam sebuah hubungan perkawinan amatlah rapuh.

 Bentuk hubungan yang dikaji dalam SET dalam sebuah hubungan pernikahan bisa menyentuh pada fenomena paranoia asmara. Paranoia asmara ini terjadi pada salah satu pasangan yang telah mengalami berulang kali kegagalan dalam membina hubungan asmara.
Traumatis asmara ini menyebabkan pengalaman mental yang menimbulkan bayangan mental negatif dalam menjalani sebuah hubungan. Ini lebih kompleks dari permukaannya. Kondisi ini jelas memerlukan perawatan ahli jiwa.
 Nilai trust yang rendah antara pasangan akan menyebabkan pasangan itu mudah bubar di tengah jalan.
Dalam tata masyarakat individualistis, adanya fenomena media sosial juga menambah adanya saluran untuk saling berkomunikasi dan menerapkan SET antar individu.
  Jejaring sosial menyalurkan need of self actualization atau kebutuhan untuk menyalurkan aktualisasi diri masing-masing sehingga social media akan mendukung pula ego individualisme seseorang. Individualisme yang dipupuk hebat dapat menghasilkan pribadi egomania.
Rendahnya self esteem pada diri salah seorang pasangan memicu berkembangnya pola SET dalam sebuah hubungan. Jika yang satu lebih bergantung pada yang lain maka jelas pihak yang lebih berkuasa akan mampu menetapkan fate control atau kontrol akan nasib pasangan.
Jangan salah, self esteem yang tinggi bukan berarti narsistik, bahkan bisa sebaliknnya jika seorang narsistik bisa menandakan bahwa dia low self esteem, artinya narsis tidak berarti pede (percaya diri) dan pede juga berarti narsis. Orang narsis bisa jadi bahkan percaya dirinya rendah, terutama dalam sebuah pola hubungan asmara. Orang yang memiliki self esteem lebih rendah akan merasakan banyak makan hati dalam sebuah hubungan asmara, lebih banyak cemburunya, lebih banyak takut ditinggalin dan lain sebagainya.
Sedangkan pihak yang self esteemnya tingggi dia akan mengendalikan hubungan, bahkan mengendalikan nasib pasangannya (fate control). “Take me or leave me” yang berarti “ambil (bertahan) dengan aku atau tinggalkan aku”, merupakan pesan dari seorang yang lebih mapan dan dominan dalam sebuah hubungan. SET terutama mengkaji bahwa dalam satu titik tertentu orang akan memiilki pilihan : akan bertahan dengan pasangan atau meninggalkannya. Jika lebih banyak cost-nya maka hubungan pasti akan berakhir tapi bila ada reward yang di dapat secara simbiosa mutualis, maka hubungan akan berlanjut.
   Untuk itu biasanya orang-orang awam menilai dari siklus 5 tahunan usia sebuah pernikahan. Karena dimungkinkan dalam lima tahun pertama terjadi penerapan SET, dan pasangan akan mulai beradaptasi dan memikirkan antara cost dan reward, serta elemen-elemen dalam SET dalam hubungan asmara mereka. (*)
 (Oleh : Mung Pujanarko)

Selasa, 12 Juni 2012

Facebook Sebagai Seni Komunikasi Kontemporer

Facebook.com merupakan salah satu media massa non struktur redaksional. Karena di dalam channel situs  media Facebook.com tidak tercantum secara jelas, struktur hierarkis redaksional seperti : Pimred, Redpel, Wartawan dan Reporter seperti halnya struktur hierarkis media massa redaksional. Facebook.com tetaplah disebut sebagai media massa saja karena fungsinya sebagai media (channel) yang menghubungkan antar massa sebagai partisipan dan khalayak.
Jadi, karena bukan media massa redaksional, di mana tak ada Pimred sebagai penanggung jawab redaksi, maka para pengguna Facebook sendirilah yang merupakan penanggung jawab dari apa yang ditulisnya. Jadi penanggung jawab content bukan pada pendiri Facebook, Mark Zuckerberg, melainkan pada para pengguna Facebook itu sendiri. Orang bisa dipidanakan  jika menulis fitnah di Facebook. Jadi, media massa Facebook bukan media massa konvensional, di mana awak redaksi bisa dipidanakan jika menulis fitnah atau libel.

Facebook lebih cocok diklasifikasikan sebagai media massa kontemporer, karena muncul sesuai tuntutan jaman di era informasi global sebagai genre new media. Sedangkan media massa klasik kita mengenal beberapa jenis, diantaranya media masa cetak yakni surat kabar, majalah,koran serta media massa elektronik yakni radio televisi.
Sedangkan pengertian ‘kontemporer’ itu artinya kekinian, modern atau lebih tepatnya adalah sesuatu yang sama dengan kondisi waktu yang sama atau saat ini. Kata “kontemporer” yang berasal dari kata “co” (bersama) dan “tempo” (waktu).
Karena situs Facebook.com memuat pesan yang disampaikan oleh massa atau publik, maka layak Facebook juga dikategorikan sebagai media massa seperti halnya situs kaskus.com dan situs-situs blog di internet yang pada hakekatnya adalah media (channel) massa.
Saya juga menyebut media massa Facebook sebagai seni komunikasi kontemporer, karena menyangkut beberapa aspek. Pertama dalam pengertiannya, seni kontemporer merupakan salah satu cabang seni yang terpengaruh dampak modernisasi. Jadi, seni kontemporer adalah seni yang tidak terikat oleh aturan-aturan zaman dulu dan berkembang sesuai zaman sekarang.

Seni kontemporer juga berarti :
1.    Tiadanya sekat antara berbagai disiplin seni, alias meleburnya batas-batas antara seni lukis, patung, grafis, kriya, teater, tari, musik, anarki, omong kosong, hingga aksi politik.
2.    Punya gairah dan nafsu “moralistik” yang berkaitan dengan matra sosial dan politik sebagai tesis.
3.    Seni yang cenderung diminati media massa untuk dijadikan komoditas pewacanaan, sebagai aktualitas berita yang fashionable. (sumber pengertian seni kontemporer : wikipedia)
Seseorang yang menggeluti seni memerlukan apresiasi. Inilah yang unik dalam Facebook, karena setiap status dan komentar bahkan tombol like  yang ditulis dalam wall atau dinding pribadi seseorang, para Facebooker (orang yang menggeluti atau tergabung dalam Facebook), bisa memancing apresiasi atau dengan kata lain dapat diapresiasi berupa komentar  oleh pengguna lainnya.  Komentar di dalam Facebook merupakan bentuk apresiasi. Apresiasi merupakan dorongan utama untuk memunculkan eksistensi diri seseorang, yang dapat terpenuhi sebagian ketika bergabung dalam situs facebook.
Untuk itu. motivasi orang yang menulis dalam Facebook umumnya masih dikaitkan dengan 5 teori kebutuhan Maslow.
    Menurut Abraham Maslow manusia mempunyai lima kebutuhan yang membentuk tingkatan-tingkatan atau disebut juga hirarki dari yang paling penting hingga yang tidak penting dan dari yang mudah hingga yang sulit untuk dicapai atau didapat. Motivasi manusia sangat dipengaruhi oleh kebutuhan mendasar yang perlu dipenuhi.
   Kebutuhan Maslow harus memenuhi kebutuhan yang paling penting dahulu kemudian meningkat ke yang tidak terlalu penting. Untuk dapat merasakan nikmat suatu tingkat kebutuhan perlu dipuaskan dahulu kebutuhan yang berada pada tingkat di bawahnya.
   Lima (5) kebutuhan dasar Maslow – disusun berdasarkan kebutuhan yang paling penting hingga yang tidak terlalu krusial :
1. Kebutuhan Fisiologis
Contohnya adalah : Sandang / pakaian, pangan / makanan, papan / rumah, dan kebutuhan biologis seperti buang air besar, buang air kecil, bernafas, dan lain sebagainya.
2. Kebutuhan Keamanan dan Keselamatan
Contoh seperti : Bebas dari penjajahan, bebas dari ancaman, bebas dari rasa sakit, bebas dari teror, dan lain sebagainya.
3. Kebutuhan Sosial
Misalnya adalah : memiliki teman, memiliki keluarga, kebutuhan cinta dari lawan jenis, dan lain-lain.
4. Kebutuhan Penghargaan
Contoh : pujian, piagam, tanda jasa, hadiah, dan banyak lagi lainnya.
5. Kebutuhan Aktualisasi Diri
 Adalah kebutuhan dan keinginan untuk bertindak sesuka hati sesuai dengan bakat dan minatnya.

Dari lima kebutuhan tersebut, para Facebooker atau mereka yang bergabung dalam situs Facebook.com telah berusaha memenuhi 3 kebutuhan melalui komunikasi dalam situs Facebook.com. Diantaranya yakni: kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi diri.
1. Kebutuhan Sosial : Dengan jejaring Facebook dapat diperoleh jejaring sosial baru maupun lama yang bisa terus di up-date sesuai keinginan masing-masing Facebooker.
2. Kebutuhan penghargaan juga didapat oleh para Facebooker melalui respon apresiasi dari Facebooker lainnya, dengan kata lain eksistensi atau keberadaan diri telah terwakili melalui adanya saling berinteraksi dan ber-apresiasi yang bisa saling menunjang eksistensi diri. Ini mendorong alibi berupa reason for being dalam diri psikologis manusia
3. Eksistensi Diri erat kaitannya dengan kebutuhan aktualisasi diri dari para pengguna Facebooker itu sendiri.
Komunikasi dalam Facebook juga tergolong dalam sebuah seni, karena memerlukan adanya unsur apresiasi. Apresiasi di sini, disadari atau tidak tetap menjadi motivasi utama seseorang untuk bergabung dalam situs Facebook.
Sementara kebutuhan manusia untuk terus berkomunikasi pun pada hakekatnya masih terkait dengan 5 kebutuhan Maslow, terutama karena dengan komunikasi orang mampu mendapat rasa aman, memperoleh kegiatan bersosialisasi, memperoleh penghargaan, dan aktulisasi diri.
Jadi kalau kita berbicara tentang komunikasi, pada dasarnya motivasi orang berkomunikasi adalah untuk mencukupi kebutuhan dasar dalam hidupnya di mana telah digambarkan oleh Abaraham Maslow. Apresiasi dalam Facebook menjadi unsur penunjang utama untuk didapatkannya 3 kebutuhan dasar di atas yakni ; sosial, penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi diri.
Karena itu saya menyebut komunikasi dalam Facebook merupakan jenis seni komunikasi kontemporer modern. Disebut seni karena memerlukan apresiasi dari orang  lain berupa komentar maupun kiriman-kiriman bentuk simbol komunikasi lain bisa berupa foto, gambar, ataupun simbol- simbol bahasa. Dan bisa dibayangkan alangkah sedih dan nelangsanya jika seorang Facebooker tidak pernah dikomentari atau berkomentar dalam dindingnya maupun pada dinding orang lain.
Disebut komunikasi, karena jelas merupakan alur pertukaran pesan (message) dari person to person atau group to group melalui channel serta adanya  feed back atau respon. Bedanya komunikasi dalam Facebook, saya katakan sebagai komunikasi kontemporer untuk era sekarang ini, karena sesuai dengan perkembangan jaman, seperti pengertian kontemporer di atas. Namun tetap mengacu pada kebutuhan primer manusia yang digambarkan oleh Abraham Maslow. Jadi, selamat ber-Facebook ria.

(Oleh : Mung Pujanarko, kini Pudek III FIKOM Jayabaya-Jakarta, Kepala Lab di FISIKOM UNIDA- Bogor.  Dahulu penah bekerja sebagai : wartawan SURYA Surabaya,  Redaktur Duta Masyarakat, anggota penyusunan Pedoman Pandemi Preparedness Komnas FBPI bagian Komunikasi Resiko, Wakil Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia –PPWI periode 2007-2012)
 


Senin, 11 Juni 2012

Sindrom Kecantikan

Saya punya rekan dulu di saat mahasiswa yang wajahnya kebetulan cantik. Karena cantik itu banyak pria rekan mahasiswa yang naksir dirinya. Karena dia tinggi, putih dan cantik. Saya sebagai pemerhati ilmu komunikasi menyadari bahwa wanita cantik secara alamiah memiliki beauty awareness atau sikap sadar bahwa dirinya cantik, dan dengan awareness itu dia sadar pasti mendapat perhatian banyak pria. Namun sikap awareness itu malah kebanyakan berujung pada Beautiful Women Syndrome (BWS).
Sindrom Wanita Cantik atau dikenal sebagai Beautiful Women Syndrome (BWS) adalah istilah yang diciptakan oleh Pick-Up Artists, untuk mengambarkan kondisi psikologis yang tidak diinginkan yang mempengaruhi orang-orang dengan penampilan luar biasa bagus. Istilah ini awalnya sebuah parodi. Karena tidak semua wanita cantik dilabeli dengan BWS.
Namun demikian, kebanyakan orang akan memiliki pertemuan dekat dengan seseorang yang menderita BWS. Serta paling tidak akan mengenali gejala-gejala, dan biasanya mereka tidak akan peduli sampai mereka secara pribadi terluka atau tersinggung oleh BWS-er.

Karakteristik Sindrom Wanita Cantik (BWS) :

 - Kadang sedikit sekali kadar intelektual pengembangan dan kepribadian. Mereka yang menderita sindrom tersebut digunakan untuk mendapatkan kehidupan dengan bertumpu hanya pada penampilan mereka sendiri. Karena mereka tidak pernah ditekan untuk mengembangkan kualitas pribadi, percakapan dengan seseorang yang menderita BWS adalah membosankan.
-  Penderita BWS akan merasa bahwa orang yang mereka anggap kurang menarik (less attractive) adalah seolah-olah lebih rendah dari BWS. Hubungan sosial, mayoritas dibangun terutama atau hanya dengan orang-orang yang menurut mereka semenarik mereka, atau dari kelas sosial yang sama.
-  Meskipun kurangnya pengembangan, akibat menganggap kualitas fisik mereka terlalu tinggi, maka BWS cenderung mengabaikan kualitas pribadi seperti kecerdasan, pesona keramahan, dan kerendah-hatian.
- Penderita BWS kebanyakan mengidap ketidakmampuan untuk menghargai sifat baik pada orang yang kurang menarik; keyakinan bahwa sifat hanya mengagumkan dalam diri seseorang adalah keindahan (atau uang / posisi sosial).
-  Tidak suka kerja keras atau kotor. Para BWS-er berpikir mereka berada di atas bahwa: orang lain harus membantu mereka atau memberikan apa yang mereka inginkan. BWS akan mencari pria penggemar untuk dimanfaatkan dalam mengerjakan pekerjaan atau tugas mereka.
-  Sedikit toleransi untuk perbedaan pendapat. The BWS-er secara samar menuntut bahwa orang lain kudu memperlakukan mereka dengan penuh kagum karena, well, mereka cantik dan jelas lebih unggul .

Jika kita menemukan seseorang yang menderita BWS, tindakan terbaik yang dapat dilakukan adalah memperlakukan mereka seperti Anda perlakukan mereka seperti orang lain. Jangan, terlalu menyanjung, jangan tersandung diri Anda dengan mencoba untuk mendapatkan perhatian mereka, atau memuji mereka berlebihan. Perilaku ini hanya menambah BWS dengan mengkonfirmasi kepada penderita BWS bahwa mereka memang sebagai luar biasa. Sindrom ini hanya bisa disembuhkan oleh BWS-er menyadari mereka adalah fana seperti orang lain.
 Maka kembali pada rekan saya dulu, seiring waktu 15 tahun berselang, kini saya melihat kawan saya yang mahasiswi cantik itu dulu, kini telah menjelang usia 40 tahun, dan terlihat jelas -betapa kini dalam foto di jejaring sosial-, secara alamiah memudar kecantikan dan kesegarannya. Namun, dari berbagai komentarnya pada jejaring sosial dia (BWS-er) masih membanggakan dirinya (atau mungkin ge-er) dengan menyindir banyak sesama kawan pria yang kini bertemu kembali dalam jejaring sosial, bahwa dia dulu dikejar oleh banyak pria rekan mahasiswa.
Komentar dalam jejaring sosial dalam langgam komunikasinya menunjukkan betapa dia masih sadar benar akan banyaknya rekan-rekannya yang dulu naksir dirinya, meski sekarang kawan-kawan pria sudah pada menikah.
 Saya melihat bahasanya pada rekan-rekan pria lain dalam jejaring sosial seperti ini : “Oh kamu kan dulu yang sering menguntit aku (stalker)”, kemudian, “Oh kamu harusnya bangga dong kemeja flanelmu pernah kupinjam, pasti kamu pajang di dinding”. Well, saya merasa geli, juga bercampur kasihan kepada sekumpulan rekan pria kami itu, yang dulu saat kuliah memang dikenal sebagai sekumpulan fans BWS-er itu. Geli dan juga kasihan karena kini 15 tahun berlalu, para rekan pria yang dulu sebagai sekumpulan fans si cantik dulu itu, kini rata-rata sudah berkeluarga. Komentar dari BWS-er itu jelas dan terbuka di jejaring sosial dan dapat dilihat oleh kami semua rekan-rekan sesama alumni. Proses encoding dan decoding message dalam wall  secara eksplisit memperlihatkan betapa dulu para fans pria itu hanya tertarik oleh kecantikan BWS-er.
Ya, memang BWS-er pada akhirnya setelah menjelang usia 40, cukup menggelikan. (*)


Selasa, 05 Juni 2012

Perencanaan Liputan Jurnalistik


Perencanaan Liputan Jurnalistik merupakan hal pokok yang wajib dilakukan oleh seorang jurnalis. Ada pepatah: “Gagal merencanakan, berarti merencanakan kegagalan”. Maka dari itu, untuk mencegah kegagalan ada hal-hal pokok yang yang harus dipersiapkan oleh seorang jurnalis. Yang pertama adalah :

1. Mental
Mental mencakup niatan yang kuat untuk mencapai sesuatu. Untuk melakukan liputan seorang wartawan/jurnalis haruslah memiliki mental yang siap. Dalam arti siap segala-galanya. Kadangkala dalam melakukan liputan ada seorang jurnalis yang belum siap mentalnya, maka saat dia menunggu selama berjam- jam lamanya di depan gedung KPK (Komisi Pemberantasana Korupsi) ataupun di depan Gedung Bundar Kejaksaan Agung, maka sang jurnalis tersebut sudah merasa tidak betah dan mengeluh.

Padahal, sepanjang pengalaman penulis selaku wartawan dan mengamati kinerja rekan wartawan yang lain, diketahui hampir 70 persen pekerjaan wartawan di lakukan di lapangan. Mencari berita seringkali mengharuskan kita menunggu berjam-jam di sebuah pos liputan yang ditentukan ataupun target target liputan yang sudah direncanakan bersama oleh kantor redaksi. Contoh: Menunggu berjam-jam di depan kantor Bareskrim Mabes Polri di Jl Trunojoyo, Jakarta sudah merupakan bagian dari keseharian tugas wartawan yang mendapat pos liputan di lingkungan Mabes Polri. Menunggu di depan kantor Bareskrim pada kenyataannya selalu lebih efektif daripada hanya menunggu berita sambil duduk-duduk santai di kantor Humas Mabes Polri. Karena baik tersangka, atau pengacara yang berkaitan dengan kasus besar selalu bisa ditemui.

Contoh yang lainnya adalah saat wartawan menanti masuk serta keluarnya para tersangka yang ditangkap oleh KPK. Sudah lazim apabila KPK memeriksa tersangka hingga 12 jam lamanya. Maka selama itu pula, apabila tidak ada pergantian shift- maka seorang jurnalis harus siaga di depan kantor KPK, agar tidak kehilangan momen penting. Kemudian contoh yang masih segar dalam ingatan kita, ketika ratusan wartawan menunggu dengan “harap-harap cemas” di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP), saat mantan Presiden Soeharto sedang dalam kondisi kritis, hingga akhirnya menghembuskan nafas yang terakhir. Tak ayal, semua hal itu membuat wartawan selalu siaga 24 jam. Karena berita mengejutkan bisa muncul pada waktu-waktu yang “berat”, seperti tengah malam hingga menjelang dini hari. Untuk itu dengan persiapan mental sebaik- baiknya dapat mendukung pula kesiapan fisik, untuk tugas yang tak terduga.

2.Materi People trail dan Paper trail
Dalam liputan jurnalistik ada dua materi bahan yang harus dicari yakni people trail (jejak orang) atau mencari nara sumber dan paper trail (jejak data dokumen) atau mencari data pendukung.
Dalam persiapan materi ini kemudian dapat disusun pertanyaan serta bahan-bahan pendukung untuk melakukan wawancara, dan mengajukan pertanyaan kepada pihak-pihak yang berkompeten dalam penanganan sebuah masalah. Hindari mencari keterangan yang “asal dapat” dari orang-orang yang kurang kompeten seperti misalnya, kepada seorang staf yang kurang berpengalaman ataupun kepada orang-orang yang memang kurang paham terhadap situasi yang sedang berkembang. Misalnya saat wartawan menunggu di KPK, tentu saja tidak mungkin menanyai kepada staf-staf biasa KPK. Carilah orang-orang kunci yang berwenang memberi informasi.

3. Persiapan tool atau alat
Persiapan wartawan kini mencakup semua gadget yang diperlukan. Dari semua kecanggihan gadget yang ada, bisa dibagi menjadi  4 (empat) jenis.
1.Recorder data : (laptop, notebook, HP, kertas catatan )
2.Recorder voice :(Cassete recorder, MP3, voice recorder HP)
3.Recorder auvi :(camera handycam, mini divi, camera advance)
4.Picture Camera : (DSLR, pocket, prosumer)
Persiapan alat ini menjadi penting, apalagi kini di lapangan 90% wartawan adalah wartawan usia muda. Baru lulus kuliah dan mendapat tugas di lapangan. Jangan meremehkan kesiapan semua gadget anda. Dan hati-hati kehilangan gadget di tempat liputan karena banyaknya wartawan yang meliput serta orang-orang yang berkerumun, serta resiko kerusakan gadget di tempat liputan yang selalu sering terjadi.
 
4. Guiding Technique 
Jika akan meliput di tempat yang jauh misal luar kota atau luar negeri, maka ada persiapan-persiapan ekstra. Antara lain yang umum dilakukan adalah mendapatkan cetakan buku guide ataupun justru mendapatkan guide itu sendiri. Guide lazim diperlukan jurnalis, saat meliput di negri/ tempat asing yang rawan konflik. Biarpun tidak bisa menjamim aman 100 % dari resiko penyanderaan dan resiko lain, namun lebih baik ditemani pemandu daripada tidak sama sekali. Dengan pemandu, kendala bahasa, lokasi, dan nilai tukar uang bisa teratasi.

5. Conflict Area
Terutama untuk wartawan yang meliput konflik maka persiapan juga mencakup karakteristik kerawanan daerah (kakerda), P3K (emergency), dan mendapatkan pelatihan khusus untuk meliput di hostile area atau daerah rawan. Seringkali bahaya bisa berupa perang, kerusuhan, demontrasi, atau bahkan bencana alam semisal :tsunami, gempa bumi dan Gunung meletus. Contohnya ketika wartawan meliput kondisi siaga di Gunung Merapi, Jawa Tengah, maka karakteristik kerawanan Gunung bisa diperoleh dari pos pemantau dan hanya petugas yang profesional saja yang wajib didengar, kemudian mempersiapkan P3K guna mengantisipasi kondisi asap, -namun fatal sudah, bila terkena awan panas (wedhus gembel)- ini sama dengan mati. Beberapa wartawan asing senantiasa ingin mencapai titik terdekat dari kondisi bahaya. Namun hal ini harus pula disertai dengan akal sehat. Biarpun tidak ada yang berhak melarang seorang wartawan untuk nekat meliput hingga mendekati titik bahaya.
 
6. Safety
Persiapan yang keenam bagi jurnalis, yakni biasakan mencari safe passage in and out atau jalan masuk dan keluar yang cepat dan aman dalam setiap masalah. Bila kita meliput dalam sebuah gedung atau kantor maka hal tersebut bukan masalah, namun bila anda meliput sebuah kerusuhan atau konflik, maka carilah jalan masuk dan keluar yang aman dan sudah anda kenal sebelumnya. Jangan sampai terjebak pada situasi yang tidak menguntungkan. Ingat ada pepatah dalam jurnalisme yang berbunyi “Tidak ada sebuah berita yang terlampau bagus, jika wartawan harus mengorbankan nyawanya,” (BBC-Panduan Jurnalis 2001). Karena bisa-bisa wartawan itu sendiri yang menjadi bahan berita karena tewas saat meliput.
 
7. Life first
Jaman dahulu saking jarangnya wartawan, banyak wartawan yang nekat untuk mencari liputan hingga mengorbankan nyawa. Mengorbankan nyawa untuk karir wartawan tentu hal yang sangat glorius, heroic dan mengagumkan (amazing) bagi sejumlah perusahaan pers, karena berhasil mendidik wartawannya menjadi wartawan militan yang tak segan mengorbankan nyawa demi berita. Tapi cobalah untuk bijaksana. Lain halnya jika terkena kecelakaan namanya juga kecelakaan yang tidak bisa dihindari, lain ceritanya.
 Jadi, bijaksanalah, apalagi kebanyakan wartawan lapangan di Indonesia adalah wartawan muda usia, lajang, produktif, cerdas, dan berada dalam stamina fisik yang bagus. (*)

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Printable Coupons