cari kata

Selasa, 28 Februari 2012

Manajemen Media Massa (2)

Jika kita menelaah serta membaca buku-buku tentang manajemen media massa dan jurnal-jurnal ilmiah terutama yang berskala Internasional, maka belajar manajemen media massa sangat mengasyikkan. Jurnal-jurnal ilmiah yang menganalisa dan meneliti  serta memelototi tentang media  massa, datang dari berbagai penjuru dunia, mulai dari Hong Kong, Jepang, Amerika Utara, Amerika Selatan, Eropa dan berbagai negara yang menyumbang kajiannya dalam jurnal-jurnal ilmiah yang dapat diakses secara luas di jaringan internet ataupun perpustakaan-perpustakaan di universitas-universitas yang menyediakannya.

Para peneliti yang ribuan jumlahnya ini menyumbang sederetan analisa-analisa atas fenomena tentang media massa yang dijumpainya di negaranya masing-masing, kajian ini menyemarakkan dunia keilmuan jurnalistik. Ilmu jurnalistik dalam alur disiplinnya, sama dengan ilmu lain yang senantiasa mengikuti perkembangan jaman, dan perkembangan ilmunya masing-masing.

Dalam manajemen media massa era sekarang ini, di negara maju terutama Amerika Serikat cenderung muncul fenomena creative mass media (new media), yang menganut prinsip ‘crew cut management’  (mirip model rambut). Dulu tahun 2003 masih jamak media massa berawak raksasa artinya bukan seorang raksasa,  tapi crew-nya banyak dan terbagi menjadi departemen-departemen yang kompleks. Kini, kecenderungan yang bergulir benar-benar crew cut ‘potongannya’. Kita bisa melihat di Amerika kini berkembang bukan hanya citizen journalism, namun solo journalist seperti orang bernama Kevin Sites, seorang solo journalist.
Intinya menjual media tanpa banyak formalitas di dalam manajemen media massa itu sendiri. Yang penting kreatif, dan bukannya ‘banyak tapi kosong’ di dalam jajaran crew manajemen dan pengelola usaha medianya.
Yang beruntung adalah media massa yang sedang berkembang yang mengadaptasi sistem crew cut but strong. Strong dalam arti kreatif dan innovatif dengan tetap mengacu pada perkembangan animo khalayak (audiens). Dalam ilmu manajemen media massa -yang telah banyak dimuat dalam jurnal-jurnal internasional dan nasional serta e-book yang luar biasa banyaknya-, kekakuan (stiff) yang berangkat dari kekakuan-kekakuan pola feodalistis, hierarkis, dan sinistis, dan barrier-barrier dalam pen-jalanan/pengelolan media menjadi sepatu usang bagi perjalanan media massa. Pola-pola feodalistis dalam manajemen lazim kita temukan dalam tata kelola instansi milik pemerintah, namun amat disayangkan jika dunia media massa yang nota bene swasta juga terjadi tradisi feodalistis dalam manajemennya.

Ada grup media massa besar, yang tidak menyadari hal ini. Dan tetap melaju dengan kapal raksasa crew-nya, di mana cabang-cabang media yang untung dan yang untung amat sedikit berbaur dalam satu holding. Dan silang pendapat berbasis ego dan need of self survival  antara pejabatnya dalam kerajaan media tersebut semakin menggiringnya ke arah kekunoan bukan kekinian. Parah lagi jika sebuah media massa menjalin manajemen sektarian atau ikut sebuah kelompok kepentingan baik politik maupun ekonomi, maka orang-orang yang ada di dalamnya akan mendapat tiket 'take it or leave it'. Malangnya lagi ilmu para pejabat media itu tetap sama saja dengan saat berdirinya.

Padahal kini eranya -di sisi sosial media- marak berkembang citizen journalism/ CJ media, I-Media, We-Media, social media yang amat menghibur rakyat luas, dan di sisi sisi komersial media ada niche-niche baru yang semakin memperoleh celahnya di market media.

Bagi manajemen media yang tiba-tiba terpaksa sadar, ingin change dan meneriakkan slogan kata- ‘terobosan baru’ bisa menjadi menjebak jika hanya asal menerobos saja, tanpa bekal pengetahuan  yang cukup.
Bagi para jurnalis yang kreatif, ini keberuntungan anda, meskipun anda bukan pengusaha media, di era ini akan semakin membuka peluang anda-anda sekalian untuk memposisikan diri secara positif di dunia market media yang semakin berkembang. (*)

Oleh : Mung Pujanarko alias  Imung Pujanarko

Manajemen Media Massa

Manajemen Media Massa  memiliki satu tujuan pasti yakni menjual informasi bagi khalayak. Karena strategisnya fungsi informasi bagi masyarakat, maka usaha media massa selalu berkembang seiring dengan tumbuhnya ekonomi.

Dalam menjual informasi, ada keunikan tersendiri dalam segi manajemen media massa. Karena ini bisnis menjual informasi yang diolah dengan cara jurnalistik, maka sebaiknya yang menjadi manajer media masa adalah orang-orang jurnalistik, yakni orang-orang yang memiliki kemampuan di bidang ilmu jurnalistik secara formal.

Dalam jurusan jurnalistik telah diperkenalkan mata kuliah Manajemen Media Massa.  Di mana dalam ilmu manajemennya dicirikan bahwa ada ‘art’ atau seni dalam mengendus animo serta keinginan massa atas informasi tertentu yang ’menjual’ untuk dihadirkan ke hadapan khalayak. Dalam ilmu jurnalistik moderen, need dan want atas informasi ini bisa dipolakan, dicirikan, dan diteliti serta menjadi fokus dalam kajian jurnalistik. Hal ini berlaku bagi media apa saja baik cetak maupun elektronik.

Dalam ilmu manajemen media massa, mahasiswa jurnalistik dilatih untuk memahami jenis informasi apa yang akan dijualnya, apa target sasarannya audiensnya. Jadi bila dianalogikan; bila ada dua manajer mengurusi dua majalah yang berbeda, satu dari jurusan jurnalistik dan satu manajer lagi dari jurusan ilmu lainnya, maka pola pikirnya tentu berbeda.

Menjual media massa tidak dapat disamakan dengan menjual aneka produk barang dan jasa lain.
Menjual media massa telah dipahami benar oleh lingkup kajian ilmu jurnalistik (internasional), bahwa sensitifitas ‘hidung wartawan’ amat membantu untuk mengangkat sebuah informasi menjadi sebuah informasi yang berharga sehingga orang mau membelinya dengan cara membeli langsung atau mengkonsumsinya dengan cara melihat dan mendengar.

Iklan yang termuat dalam media yang memiliki sajian informasi yang bagus juga sudah pasti akan mendapatkan feed back berupa respon dari masyarakat yang ikut meng-indra iklan yang termuat dalam sebuah media massa. Teori-teori dalam ilmu ini masuk dalam ruang kajian ilmu Komunikasi.

Sementara untuk selain lulusan jurnalistik, manajer yang berdisiplin ilmu selain jurnalistik tentu dapat pula menjual produk medianya, tapi daya hayat untuk ilmu jurnalistiknya sudah pasti tidak selengkap oleh mereka yang berasal dari disiplin ilmu jurnalistik. Perlu diketahui, dewasa ini jurusan jurnalistik memiliki durasi belajar strata satu, (8 semester) ditambah strata dua (4 semester).

Buku-buku serta jurnal ilmiah pegangan disiplin ilmu jurnalistik kini juga berskala internasional dan nasional yang semakin berkembang keilmuannya, serta semuanya bersifat heurisme alias terus berproses dalam pengembangan ilmu.  Maka itu dalam kancah bisnis media sekarang ini seni menjual informasi diharapkan tidak mandeg. Bila ilmu manajemen media massa sebuah usaha media massa mandeg –ini seringkali karena meng-under estimate bahwa menjual media massa semua ilmu orang bisa-,  maka dapat berimbas hanya akan menjadi follower. (*)

Oleh : Mung Pujanarko alias Imung Pujanarko- pernah menjadi branch manajer media Ad-Info Bogor (2006), kemudian berhenti jadi BM, untuk belajar-mengajar ilmu jurnalistik.

Rabu, 22 Februari 2012

Puluhan Pelajar di Bogor Mengikuti Pelatihan Jurnalistik

Bogor- Puluhan pelajar tingkat SLTA se-Bogor dan sukabumi mengikuti kegiatan pelatihan jurnalistik yang diselenggarankan keluarga besar mahasiswa fakultas ilmu sosial, politik, dan komunikasi Universitas Djuanda Bogor, di aula gedung B beberapa minggu yang lalu (21/9).
Instruktur kegiatan, Mung Pujanarko, memberikan materi penulisan quick News. Dalam quick news teknik yang dipergunakan adalah menulis berita secara tepat, dan  cepat hanya dalam waktu kurang dari sepuluh menit.
Pelatihan diselingi dengan kegiatan praktek menulis cepat sehingga peserta dapat segera menguasai teknik penulisan. Para Siswa yang hadir terlihat antusias dan menyimak dengan tekun materi pelatihan jurnalisik tersebut.
Dekan  Fakultas Ilmu Sosial, Politik, dan komunikasi (FISIKOM) Beddy Iriwan Maksudi, menekankan pentingnya ilmu komunikasi dalam kehidupan bermasyarakat. “ Ilmu Komunikasi memiliki peranan yang penting baik di dunia jurnalistik sendiri maupun politik”, ujar Beddy. Beliau juga mengharapkan agar peserta nantinya mampu menulis, atau membuat berita dengan menggunakan teknik penulisan yang benar. #anton surahmat

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Printable Coupons