cari kata

Kamis, 22 Desember 2016

Misteri Ikan

Kadang-kadang saya bersyukur saya cuma punya blog untuk mengupload segala sesuatu yang saya alami.

Saya juga bersyukur bahwa blog saya ini tidak banyak pembacanya, hanya satu-dua hit dalam sebulan, jadi saya tak ada beban untuk mengunggah foto ataupun kisah yang saya alami, karena nyaris tak ada impact sama sekali.

Saya juga tak pusing kalau orang tidak percaya bahkan mencemooh melihat isi blog saya ini.

Mengapa ?

Pertama, karena saya memperlakukan blog saya ini sebagai diary saya. Apa yang telah saya alami, saya pikirkan, saya foto, atau tuliskan, maka akan langsung saya unggah.

Untuk apa ?

Untuk saya baca sendiri setelah lama waktu berselang, sama seperti kalau kita punya diary.

Saya tidak pusing jika ada pengunjung yang hanya mampir kemudian misuh-misuh dan mengomel, nggrundhel sendiri, karena isi blog saya di luar harapannya, isinya bukan konten atau hal yang dicarinya ketika dia search di mesin pencari.

Mengapa ?

Karena kan pembaca blog ini hanyalah orang yang tersasar/ kesasar, saja dan bukan sengaja direct ingin lihat blog yang sepele ini.
Saya juga tak pakai SEO yang dengan saya sengaja pasang kata kunci segala, tidak ada kata kunci yang saya siapkan di blog ini, pula untuk pengalaman saya di espisode kali ini, lihat saja judul dan kontennya, 'kan bukan standar SEO.





Foto yang saya jepret ini (ada dua foto) dua-duanya adalah foto seekor ikan besar,

Namun ketika saya melihat hasilnya saya tersadar agaknya ada yang sedikit aneh.

Yah kalau fotografi biasa disebut sun flare, sun glare/glare,  atau bias cahaya.

Namun memang pada saat saya mengambil foto-foto ikan besar ini, saat itu cuaca cerah dan saya tak melihat ada pantulan cahaya di atas air.

Semuanya biasa saja, saya mengambil gambarnya juga cuma iseng untuk memotret ikan besar ini.



Hanya sedikit tidak biasa tampak pada atas kepala ikan-ikan ini ada sosok cahaya yang khusus muncul hanya di kepala ikan besar ini.

Kedua foto semuanya ada sosok cahaya menyilaukan yang ada pada kepala ikan besar ini.

Sekali lagi untungnya pembaca blog saya ini tak banyak orang, dan untungnya pula tersedia penjelasan alamiahnya atau ilmiahnya yakni adanya glare, atau sun flare atau pantulan cahaya matahari di siang yang terik saat saya mengambil gambar ikan besar ini.

Kalau penjelasan non fisiknya, saya kira semuanya hanya berpulang pada diri masing-masing saja, bagi yang melihatnya.






Sabtu, 17 Desember 2016

Anniversary Expose Ke-8 Dihadiri 15 Wartawan dari Berbagai Daerah




Dalam rangka memperingati Anniversary Expose ke 8, Surat Kabar Umum Expose menyelenggarakan seminar jurnalistik yang di selenggarakan di Hotel Dirga, Cibulan, Cisarua - Kab. Bogor. 

Acara tersebut dilaksanakan pada Jumat (16/12) hingga Sabtu (18/12) yang di ikuti 15 wartawan Expose dari berbagai daerah serta Perwakilan peserta dari SMA Negeri 1 Ciseeng.

Mung Pujanarko S.Sos, M.I.Kom sedang memberikan materi jurnalistik quick news




Pada hari pertama Jumat (16/12) acara di selenggarakan pada pukul 19.00 WIB Hingga 22.00 WIB yang dihadiri Mung Pujanarko sebagai narasumber yang juga menjadi dosen di Universitas Jayabaya, dalam kesempatan tersebut Mung menyampaikan materi Quick News (Berita Cepat), Menurut Mung dalam kegiatan tersebut dalam memahami Quick News jika ada kemauan dan semangat sangat mudah memahaminya, ia juga menyampaikan bahwa dasar Quick News ini adalah 5W 1H.

"Quick News dasarnya adalah 5W1H, Who (Siapa), What (Apa), Where (Dimana), When (Kapan), Why (Kapan) dan How (Bagaimana)," katanya.

Dalam penyampaian materi tersebut Mung juga menyampaikan penataan kata dalam membuat Judul dan Berita, menurutnya dalam pembuatan Judul dan Berita idealnya menggunakan prinsip SPSLMJ.

"Dalam membuat Judul dan berita kita gunakan prinsip SPSLMJ yaitu Singkat, Padat, Sederhana, Lugas, Menarik dan Jelas, sehingga dapat dimengerti pembaca," jelasnya.

Pada hari kedua Sabtu (17/12) acara dimulai pada pukul 09.00 WIB yang diawali dengan penyampaian materi cara berkomunikasi oleh Yayang Lesmana yang juga sebagai wartawan Senior Expose, dilanjutkan oleh Daday yang menjelaskan tentang etika wartawan.

Add captionDavid R Nugroho bersama pimred Expose, Irfan Lubis


Pada pukul 14.00 WIB dilanjutkan dengan penyampaian materi Ciri-ciri jurnalis oleh David Rizal Nugroho yang juga sebagai dosen di Universitas Pakuan Fakultas Ilmu Sosial dan Budaya, menurutnya media dan wartawan harus dapat bersaing dengan perkembangan media masa kini salah satunya Online.

"Media cetak dan wartawannya harus lebih Skeptis, Berani Bertindak, Berubah atau berinovasi, lebih inovatif dalam seni di lapangan serta mengerti Peran Pers sehingga media cetak dapat lebih kuat dan berpengaruh," katanya.

David juga mengatakan bahwa wartawan juga harus dapat mengetahui keakuratan data yang dimiliki terkait sebuah berita, sehingga berita tersebut dapat lebih menarik dan mendalam.

"Dengan semakin cepatnya media massa, kita juga harus tetap meneliti dan mendalami data dari setiap pemberitaan, karena semakin akurat dan dalam berita tersebut maka semakin berbobot beritanya," jelasnya.



tampak para peserta seminar jurnalistik bergambar bersama


Pada Pukul 16.00 WIB dilanjutkan dengan praktek Quick News yang dipandu oleh Mung Pujanarko, yang diikuti secara antusias peserta yang hadir pada kesempatan tersebut. (Randi)

Merasakan kenyamanan Hotel Dirga, Cisarua, Puncak



Makanan yang disajikan di Hotel Dirga, Cisarua Bogor masih terbayang hingga kini di benak saya.

Inilah sekelumit berita kenangan, saat saya menjadi nara sumber di Hotel Dirga memenuhi undangan Bapak Irfan Lubis selaku Pimred Tabloid Expose, hari Jumat (16/12) hingga Sabtu (17/12).
Mung Pujanarko dan Irfan Lubis


Raut wajah Pimred atau Pemimpin Redaksi Tabloid Expose itu terlihat santai, namun serius saat memandu jalannya seminar jurnalistik yang diadakan di hotel Dirga, Cisarua, Bogor.

Menurut Irfan Lubis, memang seminar sengaja diadakan di Hotel Dirga ini, hitung-hitung sambil berwisata.

“Yang penting teman-teman bisa santai dan nyaman dalam mengikuti seminar ini, yah hitung-hitung wisata,” ujarnya.

Hawa pegunungan kawasan Puncak, Cisarua Bogor sejuk menyapa para wisatawan yang mengunjungi Hotel Dirga, yang terletak di Cisarua, Bogor.

Pada akhir minggu atau weekend, tempat wisata Puncak Jawa Barat ini selalu dipadati oleh para wisatawan, terutama para wisatawan yang datang dari Ibu Kota Jakarta dan sekitarnya.

Termasuk ketika saya mengunjungi Hotel Dirga ini selama 2 hari dari hari Jumat tanggal (16/12) hingga hari Sabtu tanggal (17/12) di akhir minggu untuk bersantai bersama rekan-rekan media Expose.

Untuk menuju Hotel Dirga di Cisarua, Jawa Barat ini tidaklah sulit.

Anda bisa menempuh jalur Jalan Raya Puncak yang mengarah ke Cisarua.

Letak Hotel Dirga adalah tidak jauh dari Pasar Cisarua. 

Setelah Pasar Cisarua, kira-kira 300 meter, sudah nampak lokasi Hotel Dirga di sebelah kanan jalan.

Hotel ini sangat tenang dan nyaman, juga strategis, karena letaknya di pinggir jalan.

Fasilitas hotel terdapat kolam renang, bungalow dan kamar-kamar yang semuanya masih menyajikan suasana retro atau klasik.

Bagi saya pribadi yang amat berkesan adalah menu masakan di Hotel Dirga ini yang khas masakan Sunda.

Semua rasa menunya lezat, saya mencicipi menu Goreng Ikan Mas plus lalapan, dan makan malam berupa ayam goreng sambal, sayur asem plus lalapan.

Menu makanan yang khas sunda ini menjadi pelengkap kenikmatan bersantai di hotel Dirga, Cisarua, Jawa Barat. 

Tak kan terlupa suasana hotel Dirga yang retro mirip atmosfer tahun '80'an.   (*/imo)

Hari ke-2 Peserta Seminar Jurnalistik, Tetap Semangat

Peserta hari ke-2

 

Menginjak hari ke-2 acara seminar jurnalistik yang digagas oleh Tabloid Expose, para peserta yang berjumlah  15 orang, dengan penambahan 3 peserta yang baru datang, semuanya terlihat sangat serius.

Karena para peserta telah yakin bahwa dengan ketrampilan membuat berita yang bagus dan cepat, maka media massa akan dapat bertahan hidup, serta tetap terbit.

Mung Pujanarko dan Irfan Lubis


Pada hari kedua seminar yang dilaksanakan di Hotel Dirga, Cisarua, Bogor, saatnya para peserta menuliskan apa yang telah didapat selama mengikuti seminar.

Pimred Tabloid Expose yakni Irfan Lubis berharap agar para wartawan Expose makin rajin menulis berita setelah mempelajari ilmu quick news.
Tampak para peserta dan narasumber berfoto bersama


Mung Pujanarko selaku narasumber menyatakan bahwa para bos media massa yang kini menjadi konglomerat, juga dulunya sama-sama mulai dari bawah, yakni rata-rata bos media mulai karir sebagai wartawan yang setiap hari menulis berita.

“Dengan rajin menulis berita, maka koran dapat terus terbit, dan wartawan juga akan memperoleh nama baik, karena dapat menuliskan beritanya secara baik,” ujar Mung Pujanarko. (*)

Jumat, 16 Desember 2016

12 Orang Wartawan Ekspose Ikuti Seminar Jurnalistik

Tampak Mung Pujanarko,sedang memberikan materi dalam seminar jurnalistik 16/12, Cisarua, Bogor.



Sejumlah 12 orang wartawan Expose mengikuti seminar jurnalistik. Seminar ini digagas oleh pemimpin umum tabloid 'Expose' yakni Irfan Lubis, yang menyatakan bahwa seminar ini sekaligus untuk memperingati ulang tahun Expose yang ke-8.

Dalam acara seminar ini pada hari pertama yakni hari Jumat 16/12, hadir sebagai pembicara yakni Mung Pujanarko, yang membahas tentang jurus baru jurnalisme yakni Quick News.

Seminar yang membahas tentang jurnalistik ini sendiri diadakan di Hotel Dirga, Cisarua Bogor.

Hawa Cisarua yang sejuk, diharapkan dapat membuat para peserta seminar makin fokus dan juga segar dalam mengikuti materi.

Menurut salah seorang peserta yakni Andre (19) menyatakan bahwa alasan dirinya ikut seminar ini adalah untuk mengetahui lebih dalam ilmu jurnalistik.

Sedangkan menurut Rudi (23) seorang peserta dari Bogor menyatakan dirinya ingin memahami apa itu seluk beluk jurnalistik, bersama ilmu yang terbaru.

Nara sumber dalam pelatihan ini Mung Pujanarko menyatakan bahwa belajar quick news yang penting adalah niat, dan sungguh-sungguh dalam menuangkan berita apa adanya. (*/imo)

Kamis, 08 Desember 2016

Wisata untuk menyimpan Waktu

Menulis tentang pengalaman trip atau perjalanan wisata kita, tentu tidak semua orang mampu menuliskannya.

Kebanyakan orang akan menjawab : 

"Untuk apa sih saya repot amat menulis perjalanan wisata saya? Toh upload ke medsos saja seperti instagram atau bbm atau whatsapp dll sudah beres? Ngapain lagi kok susah kita menuliskan, yang penting pamer kan ?"

Itulah yang agak keliru ketika kita hanya mengupload foto wisata kita hanya sekedar untuk menunjukkan pada lingkaran seputar teman-teman kita.

Pula pada saudara kita dan handai tolan kita, mungkin para fans penggemar anda, yang nama-namanya sudah ada dalam daftar kontak whatsapp group, sudah ada nama-nama kontaknya dalam lingkaran pertemanan medsos kita.

Bahwa kemudian kita mengupload foto wisata sambil menuliskan sebaris (sebaris saja) teks yang mengumumkan kita sudah wisata ke mana saja.

Karena dalam media sosial seperti : whatsapp, line, bbm, instagram dll yang melihat aktivitas kita kan hanya relatif terbatas pada group, dan nama kontak handai tolan sahaja.

Namun kalau di web log seperti ini, maka yang mengakses adalah bukan hanya sekadar relasi kita saja, bahkan mungkin relasi handai tolan, teman-teman kita tidak akan melihatnya, karena mereka tidak tahu kalau kita menulis pengalaman kita saat wisata.

Sebaliknya, yang melihat tulisan kita adalah orang yang mencari lewat kata kunci mungkin, atau, hanya kesasar mampir di blog karena faktor LSI atau Latent Symantex Index semata. 

Tadinya tidak ingin menuju mencari informasi berdasar kata kunci, namun mesin pencari tetap mengindeks tulisan kita karena ada hubungan index saja.

Namun justru itulah maknanya.




Saya, misalkan menulis perjalanan saya bukan hanya sekadar bahwa nanti teman-teman saya atau saudara akan melihatnya, tidak sama sekali. Karena mereka semua tidak tahu kalau saya memiliki blog untuk menulis. 







Lagipula saya juga bukan peserta medsos yang aktif. Saya bukan aktivis medsos. Kalau aktivis  web log seperti ini mungkin iya, sebulan nulis satu-dua tulisan saja.

Kalau di medsos kesan pamer kepada para handai-tolan semesta, teman setaman semasa smu, teman setaman semasa sd atau semasa smp, semua itu adalah audiens-captive kita yang kita ciptakan lingkaran audiens itu ketika kita bergabung dalam sebuah grup pertemanan, keluarga atau handai tolan.

Massa yang captive exclusive seperti hanya terbatas pada teman, handai tolan dan hanya saudara-saudara sahaja sepert kawan sepermedsosan atau seperti saudara seperinstragraman saja.

Orang yang mengejar snsasi hanya bisa berharap jika pesan atau foto itu viral, dan nantinya dibahas di media massa.

Maka kesan pamer akan kuat berlangsung.
Karena pula sejak kecil kebanyakan orang sudah diasuh dengan pola asuh yang mendorong kompetitif dalam segala hal.

 Dari semenjak masa kecil sudah dibanding-bandingkan dengan anak teman, anak saudara, anak family, anak-anak handai tolan seumuran yang lain, maka hal ini akan kebawa sampai usia dewasa secara psikologis.

Ketika sudah dewasa maka dengan laten orang akan terus dalam suasana kompetitif yang kental.
Teman sekantor dianggap kompetitor, teman semasa sd semasa smp dan semasa smu juga masih dianggap sebagai kompetitor sejati pesaing saja, bukan sekadar teman belaka. Jiwa ini ingin terus melakukan pembuktian, karena mungkin merasa inferior pada jaman SD, SMP atau SMUnya, dulu belum punya apa-apa, kurang mampu bergaul, introvert, juga mungkins tipis  memendam envy perlahan pada para teman yang dianggap lebih populer, maka setelah dewasa, dengan ajang alasan teman sepermedsossan atau kawan seperinstagraman, maka kesempatan balas dendam pamer akan mudah dilampiaskan.

Diantaranya adalah dengan mengupload secara serial foto-foto wisata, mungkin untuk eksistensi, mungkin untuk pembuktian diri kepada orang lain, untuk menutup lubang kekosongan jiwa yang memang harus menuntut untuk ditambal setiap hari dengan aktualisasi diri.

Hal ini didasari atau tidak masih melekat dalam jiwa. 

Jadi ketika kita mengupload foto-foto wisata kita, di sebuah group medsos yang massa audiens-nya sudah diciptakan secara captive, tercipta secara circle limited, sebatas pada group teman, handai tolan dan saudara ini, kebaynakan juga masih ada terbalut suasana kompetitif.

Maka yang muncul dalam benak kawan, handai tolan, saudara anda adalah : “Oh dia sudah ke wisata itu, oh dia sudah ke sana, wah sukses mapan nih anak, aduh aku ga mau kalah ah kapan nanti akan aku balas, aku juga bisa wisata seperti dia, di tempat itu, nanti pasti akan aku balas upload di medsos, tunggu saja.”

Jiwa kompetitif-jiwa persaingan yang sudah dikondisikan mendarah-daging semenjak masa kanak-kanak, yang dipacu harus bersaing dengan teman sekelas, bahkan sejak teman sekelas TK, bahkan banyak ibu-ibu rela nyogok agar anaknya jadi juara kelas TK / PAUD...bayangkan, agar dapat rengking di sekolahnya, nyogok lagi agar keterima sekolah favorit, padahal ya sama saja kuliahnya pun harus bersaing lagi, dan hal ini masih berlanjut di kantornya harus bersaing dengan rekan-rekan sekerja. 

Kondisi persaingan hidup ini secara alam bawah sadar akan terbawa pula saat berwisata.
Terjadilah persaingan halus saling upload foto wisata karena nuansa persaingan, ajang saling unggul-unggulan.

Hal ini tentu akan disambut hangat para travel biro yang memang jualan sensasi wisata, bahwa jika anda suka upload foto di medsos akan segera ditangkap sebagai kesempatan bagi travel biro untuk jualan.

Kini paket wisata yang laku adalah yang menawarkan spot foto yang indah yang akan bergengsi ditampilkan di medsos.

Jadinya, karena hanya sibuk ber selfie dan unggah foto saja jadi justru tidak nulis perjalanan apa-apa malah yang penting hanya foto di tempat wisata karena dengan satu tujuan: Ingin terlihat sudah wisata di tempat yang eksotis, apalagi jika komentarnya para teman yang dulunya mungkin tidak melirik anda, adalah : “Wuihh kerenn, aduh jengg... pingin juga aku ke sana...” atau “ Aduh jengg... bikin iri saja, aduh mantap loh....” disertai icon jempol like dari handai tolan.

 Woow hati ini serasa melayang... serasa mendapat charge energi penuh, padahal dulu jangankan menyapa, melirik anda pun kawan anda itu enggan.

Dan foto anda itu secara telak menunjukkan pada lingkaran perkawanan anda kalau anda sudah ke sana tempat wisata itu, dan yuppp.... anda jadi perbincangan hangat pada medsos pada lingkaran handai tolan-teman dan sanak saudara saja.

Esensi wisata jadi melenceng.

Menurut saya pribadi (Mung Pujanarko) saya tidak perlu mengutip siapapun juga, dan anda juga tidak perlu mengutip saya. 

Esensi wisata adalah :

Wisata dalam bahasa sansekerta adalah sebuah makna peziarahan diri untuk memaknai kehidupan di tempat visata atau wisata yang sedang dikunjungi, esensi kehidupan di tengah waktu anda saat itu. Keheningan diri, adalah esensi wisata.

Tapi aduh jengg... jaman kekinian ini siapa mau hening diri sihh... sedangkan ibadah religius ke luar negeri saja sudah marak berubah jadi ajang pembuktian kesuksesan materialis duniawi diri, jadi ajang mencari like dan sensasi kekaguman sanak saudara, teman dan handai tolan.

Lah terus dimensi ‘afterlife’ setelah kehidupan dunia ini, apa berpengaruh dan terpikirkan ?

Maka itu ketika saya ketik pengalaman perjalanan ini dengan niat bahwa saya ingin tetap menyimpan (keeping) memory ini karena semuanya karena keterbatasan saya yang tidak mampu lagi mengingat secara rinci apa saja yang sudah saya lalukan di masa lampau. 

Karena faktor usia diri ini jadi mudah lupa.
Saya tulis ini ya untuk saya baca sendiri, tentang pengalaman saya, karena saya jika saya tidak mengetikkan pengalaman saya maka saya mudah lupa akan pengalaman saya.

Mungkin jika ada pembaca yang daya ingatnya tajam, ya saya sarankan tidak perlu repot menulis dan memotret wisata anda karena dengan ingatan fotografis anda yang luar biasa, saya yakin anda akan ingat segala-galanya tanpa repot-repot menulis dan memoret lagi. Untuk apa ? Kalau ingatan saya memang harus ditopang dengan tulisan yang kelak bisa saya baca sendiri.

Kalau saya ya, ini tulisan perjalanan memang saya perlukan, untuk memback-up memory saya yang terbatas sebagai manusia biasa.
-       
Esensi wisata adalah saving time dan time keeping.

Kebalikan dari wasting time, yang berarti membuang waktu, wisata bagi saya adalah saving time dan keeping time.  

Menyimpan waktu.

Kebisaan dan kebiasaan menulis, merekam dan mengunggah dalam website online pengalaman wisata kita akan berguna bagi diri sendiri, keluarga dan orang lain. 
Dengan review kita pada tempat wisata, kemudian kita bisa menerangkan rute, jalan, akomodasi dan hal-hal penting lainnya, maka informasi tentang wisata ini akan tersimpan oleh mesin pencari, tersimpan di web log kita masing-masing.


(Mung Pujanarko)

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Printable Coupons