cari kata

Sabtu, 19 Desember 2015

Mahasiswa UNIDA Belajar Quick News



 Sebanyak 40 orang mahasiswa UNIDA (Universitas Djuanda) Bogor berlatih membuat quick news. Pelatihan ini berlangsung dari hari Sabtu (19/12) hingga Minggu (20/12) bertempat di Villa Marcell, Jl. Citeko, Cisarua, Bogor.

Pelatihan ini bertujuan untuk mengasah kemampuan mahasiswa di bidang jurnalistik. Karena dengan kemampuan jurnalistik yang baik, maka mahasiswa diharapkan mampu membuat berita secara cepat dan akurat.

Menurut salah seorang peserta yakni Rizki (19) menyatakan bahwa dirinya sangat berminat untuk mendalami dunia pers dan jurnalistik. “Saya ingin menambah ilmu dan juga pengalaman di bidang media,” ujar Rizki.

Sementara Alif (19) seorang mahasiwi UNIDA yang juga ikut sebagai peserta menyatakan bahwa dirinya tertarik untuk menambah wawasan di bidang pers, terutama pers kampus.
“Saya ingin pula menambah ilmu  dan wawasan, juga ingin lebih dekat dengan kakak kelas,” ujar Alif.

Sedangkan narasumber dalam pelatihan ini yakni Mung Pujanarko menyatakan bahwa dengan mampu menulis quick news maka mahasiswa yang menjadi peserta pelatihan akan biasa dan bisa membuat berita secara cepat, tepat dan akurat.

“Lebih penting adalah biasa praktek dan tidak malas untuk menulis,” pungkas Mung Pujanarko. 

Dalam pelatihan ini khusus ditujukan untuk calon jurnalis UKM Lingkar Studi Pers.

Salah seorang panitia bernama Wira (22) menjelaskan bahwa pelatihan jurnalistik ini khusus untuk mendidik kader-kader insan jurnalis muda mahasiswa.

"Kami dari Lingkar Studi Pers UNIDA telah memiliki media online di link situs ini selain itu kami juga sudah memiliki buletin cetak bernama 'Edukasi'," papar Wira sebagai salah satu panitia. (*)

Selasa, 08 Desember 2015

40 Peserta Pelatihan Jurnalistik Tekuni Pembuatan Quick News



Sejumlah 40 (empat puluh) orang peserta dari berbagai unsur masyarakat berkumpul di Gedung Pusdik Gizi di Jl. Dr. Sumeru Bogor untuk berlatih membuat quick news.
Pelatihan ini digelar pada malam hari tepatnya pada hari Selasa (8/12) pukul 19:00 WIB. Meski malam hari, namun para peserta terlihat sangat serius untuk mempelajari teknik quick news ini.
Menurut salah seorang peserta yakni Robby (40) menyatakan bahwa dirinya mengikuti pelatihan ini karena untuk menambah wawasan.
“Saya mengikuti pelatihan quick news ini untuk menambah wawasan akan jurnalistik dan mampu untuk membuat berita secara cepat namun fleksibel atau luwes,” ujar Robby ketika ditemui di ruang Tenggiri Gedung Pusdik Gizi.
Sementara itu menurut instruktur quick news yakni Mung Pujanarko menyatakan bahwa dengan belajar quick news, maka peserta diharapkan mampu membuat berita secara mekanik.
“Saya harap peserta semua tanpa terkecuali nantinya mampu membuat berita secara mekanik atau nyaris seperti robot,” ujar Mung Pujanarko saat pelatihan itu berlangsung.
Menurut  peserta yang lain yakni Ryan (30) juga menyatakan bahwa dengan quick news dapat meng up load berita di manapun berada dengan cepat, tepat dan akurat. (*)

Rabu, 02 Desember 2015

Wijaya Kusuma Gallery














Bunga Wijaya Kusuma, mekar hanya setelah tengah malam pukul 24:00. Sebelum tengah malam, Bunga Wijaya Kusuma ini tidak akan mekar menunjukkan keindahannya.

Keindahan Bunga Wijaya Kusuma ini termashyur sejak jaman dahulu kala, sehingga para Raja Majapahit menanam Bunga Wijaya Kusuma ini di halaman istana. 

Ukiran Bunga Wijaya Kusuma juga ditemukan dalam relief-relief Candi.

Mengapa Bunga Wijaya Kusuma yang megah ini hanya mekar setelah pukul 24:00 ? Karena Bunga Wijaya Kusuma ini hanya bertujuan menarik jenis serangga nocturnal tertentu yang muncul pada setelah tengah malam. Klik foto untuk memperbesar tampilan. (foto & teks by Mung Pujanarko)

Senin, 26 Oktober 2015

Senjakala Demam Batu Akik




Blog saya ini sudah saya anggap sebagai buku harian saya sendiri. Jika ada yang ingin saya tulis, selalu saya sempatkan untuk menuliskannya. Karena di Blog ini juga ada time line atau pembagian waktu, misal bulan lalu saya nulis apa saja, dan pada  bulan Oktober ini saya nulis tentang topik apa.
Bulan Oktober 2015 ini adalah saat saya melihat dan -nantinya kalau saya baca ulang buku harian saya ini-, adalah saat saya mengenang senjakala saat 'demam batu akik' sempat menjangkiti warga.


Bulan Oktober 2015 adalah saat senja kala demam batu akik. Demam Batu Mulia/ Demam Batu Akik yang menjangkiti sebagian masyarakat Indonesia dari Sabang hingga Merauke dimulai saat akhir tahun 2013 lalu.

Dan demam batu mencapai puncaknya saat bulan Maret-April 2015 lalu.

Sejumlah kisah menarikpun sempat menghiasi era demam batu, mulai dari kisah permen fox yang dibeli 350 ribu  seperti cuplikan berita dibawah ini :

“ Gila Batu, Permen Fox Dikira Batu dibeli 350 Ribu”

 

Ada-ada saja ulah Syahrin Purba (25) warga Jalan Madio Utomo, Lorong Ketapang, Kelurahan Tegal Rejo, Medan Perjuangan. Niat buruknya mengelabui pembeli batu akik berujung pemukulan pada Sabtu (21/3/2015) sekira pukul 23.00 WIB.

Kejadian berawal ketika Syahrin berkumpul dengan rekan-rekannya di sebuah warung tak jauh dari kediamannya. Lantaran sudah beberapa kali menipu pembeli, Syahrin selalu mengantongi beberapa permen fox yang persis mirip dengan batu mulia atau batu akik.

Saat berkumpul, Helmi (25) mendatangi Syahrin dan rekannya. Sambil mengobrol, Helmi menanyakan siapa yang menjual batu akik. Lantas saja Syahrin mengeluarkan permen fox berwarna hijau bening dari kantong celananya yang terbungkus dalam plastik klip kecil. Setelah beberapa saat mengobrol, akhirnya Helmi sepakat membeli batu mulia (permen fox) tersebut.
Anehnya, Helmi tak menaruh curiga dengan barang yang dibelinya dan langsung beranjak dari lokasi transaksi permen fox itu. Syahrin pun tersenyum puas telah mengantongi uang Rp 300 ribu,
Namun lima belas menit kemudian, Helmi datang lagi ke warung tempat Syahrin mangkal dengan rekan-rekannya. Lantas, Helmi yang terlihat emosi langsung menarik kerah baju Syahrin dan meminta agar uang Rp 300 ribu miliknya dikembalikan. Semula Syahrin tak mau mengembalikan, tapi karena bogem mentah mendarat ke wajahnya, Syahrin pun terpaksa mengembalikan uang milik Helmi.

“Kudatangi lagi warung itu. Kukira dia (Syahrin) jual batu. Rupanya permen fox yang dijualnya samaku. Lah siapa yang enggak emosi, Bang. Uang sudah kukasih sama dia Rp 300 ribu. Aku tahunya waktu plastik klip berisi batu kubuka. Loh batunya kok lengket. Eh rupanya permen, Bang,” tutur Helmi. Kasus ini pun berakhir di pihak yang berwajib. (*)

==============================================

Itulah kisah unik era ‘edan‘ demam batu Indonesia.

Kini bulan Oktober 2015 ini demam batu meredup. Batu Bacan misalnya yang tadinya menjadi primadona klasemen tertinggi pemimpin era demam batu akik, lambat laun kehilangan pamor dan daya tariknya, karena akhirnya orang pun sadar bahwa Batu Bacan bukanlah batu mulia yang ada standarnya.

Karena batu Bacan jelas tidak ada standar bakunya. Komoditas batu Bacan dalam wacana ilmu ekonomi hanyalah komoditas yang mengalami bubble (gelembung) harga saja, nanti bubble atau gelembung harga ini juga bakal meletus.

 Ini mirip fenomena bubble (gelembung) tanaman hias anthurium tahun 2006-2007 lalu, yang akhirnya bubble itu meletus dan menyisakan aneka kisah nelangsa.

Bagaimana dengan Pameran ? Pameran batu  Bacan dan kontes/pameran batu akik lainnya jelas ada dan akan makin digiatkan menjelang akhir tahun 2015.

Mengapa?

Karena  pada bulan Desember 2015, saat akhir tahun di saat  masyarakat Indonesia sedang butuh dana untuk akhir tahun. Jelas prioritas masyarakat bukannya beli batu, tapi beli baju. Beda huruf ‘t’ dan ‘j’ saja.

 Maka demam batu segera menunjukkan  tingkat kesembuhannya. Demam batu turun temperaturnya, alias tidak panas menggigil lagi demamnya.

Bubble pun meletus.

Pameran jelas akan digiatkan akhir tahun 2015 ini  untuk upaya terakhir memompa bubble,  seperti dulu saat pemeran tanaman hias. Namun pameran hanya upaya sesaat untuk mempertahankan bubble atau harga yang tak standar itu.

Bisa disimak cuplikan berita berikut ini :


                                                   "Trend Batu Bacan Surut"

TREN Batu Bacan mulai berakhir. Hal ini ditandai dengan semakin lesunya penjualan batu akik di pasar batu Indonesia.

Kebanyakan pedagang mengeluh, karena batunya tidak laku terjual. Ia dahulu membeli batu Bacan dengan harga tinggi, jika saat ini dijual murah, ia akan rugi.

Sedangkan peminat batu kian hari kian menurun. Apalagi batu Bacan. Orang hanya bersedia beli Bacan asalkan murah.

Banyak faktor mempengaruhi, termasuk kondisi ekonomi Indonesia yang melambat.

Namun yang paling penting adalah, komoditas Batu Bacan bukanlah merupakan komoditas kebutuhan pokok warga. Para hobbyist Bacan kini  juga mulai ingin menjual kembali Batu Bacan yang dimilikinya setelah membeli minimal dengan harga jutaan rupiah. Namun harga Batu Bacan tak terstandar, jadi sulit dijual kembali dengan nilai tetap, apalagi lebih tinggi.

Pemain-pemain kelas atas di Batu Bacan yang duhulunya berani membeli batu Bacan dengan harga ratusan juta rupiah, kini tidak ada yang berani. Semuanya tiarap.

Hanya beberapa iklan lapak online yang mematok harga Bacan hingga 150 juta rupiah, namun hal ini hanyalah upaya terakhir untuk terus meniup 'gelembung' harga Batu Bacan yang secara alamiah pasar mulai jenuh terhadap komoditas batu Bacan yang mengempis gelembung harganya.

Karena mereka melihat pasar batu yang kian surut hari demi hari. Dan daya beli masyarakat yang kian rendah. Dipastikan jika anda mempunyai batu Bacan yang siap dijual dengan harga mahal, tidak akan laku terjual.

Anda harus tahu, bahwa harga Batu Bacan tidak akan naik, melainkan akan terus menurun.
Orang akan berfikir dua kali untuk membeli batu, sebab batu bagi para konsumen masuk kebutuhan sekunder, bukan kebutuhan pokok.

Percaya atau tidak, namun ini adalah fakta sebenarnya. Dan jika anda masih terus mempertahankan dan menyimpan batu Bacan untuk dijual dengan harga tinggi, percayalah anda akan menyesal tiada guna. Karena harganya akan terus menurun dan tiada pembeli. Sebab uang semakin hari akan semakin sulit didapatkan.


ITULAH yang di rasakan pemain Bacan Doko di awal bulan agustus tahun 2015 ini di pasar rawabening Jakarta Timur.  Ada sedikit kebingungan yang terlintas bagi mereka.  Kenapa di awal booming, pemain Bacan Doko di Rawabening bisa meraup keuntungan hingga jutaan rupiah perharinya.

Namun ketika habis lebaran, apalagi setelah Lebaran Haji/ Idul Kurban September 2015  ini peminatan Bacan mulai tenggelam, bahkan dalam sebulan tak terjual walaupun  sebiji, belum lagi pembayaran sewa lapak yang terus mengigit.

Seorang pemain Bacan Doko di Pasar Rawabening yang enggan namanya di sebutkan, telah membenarkan hal itu ketika di konfirmasi redaksi Beritabatu.com via BBM 11/8,  siang.

“Mas gimana masi ramai peminat Batu Bacan di tempat mas? (Rawabening-pen), Redaksi beritabatu.com sengaja mengawali percakapan via BBM. “Sudah mulai sepi bang, tidak seperti kemarin-kemarin, aku sampai bingung, belum lagi biaya sewa lapak yang terus mengejar, tetapi aku lebih aktif di jual Beli Online, karena pembelinya bisa dari seluruh Indonesia, ditambah gratis lagi, ungkapnya dengan optimis.

Dia menambahkan, Para pemain Bacan di Rawabening suda mulai turunkan harga Bacan Doko, walaupun turunnya hanya beberapa persen saja, namun hal itu di lakukan agar peminat Bacan tidak berpindah hati. (Berbagai Sumber)

========================================================

Dan jelas nyatanya batu Bacan tidak laku digadaikan di Perum Pegadaian. Batu Bacan bukanlah investasi, tapi hanya sekedar hobby, seperti hobby burung saja.

Bulan September 2015 lalu mulainya turun merosot pamor demam batu akik Indonesia. Cuplikan beritanya juga bisa dibaca dalam berita berikut ini :


"Penjualan Batu Akik Mulai Lesu" 


Usai Hari Raya Haji atau Idul Adha September 2015 lalu, kini perlahan namun pasti omzet penjualan batu akik makin lama makin menurun tajam. Para pembeli dan pemburu batu akik tak lagi se 'gila' masa-masa sebelumnya. Walhasil, banyak pedagang batu akik yang beralih profesi.

Dampak penurunan minat masyarakat terhadap batu akik menyebabkan para pedagangnya mengalami rugi harian. Rugi harian ini berarti cost untuk sehari operasional tak terutup dengan penjualan sehari. Pedagang mengaku masih bisa makan sisa keuntungan saat puncak demam batu April-Mei 2015 lalu.

Beberapa pedagang batu akik mengaku merugi sampai ratusan juta rupiah.

"Sudah tiga bulan terakhir ini, hasil jualan saya semakin menurun, omzet yang saya dapat hanya berkisar Rp200 ribu perhari," ujar Ibu Wandi, salah seorang pedagang batu akik di kawasan Jatinegara, Jakarta Timur, Jumat, (11/9/2015).

Berdasarkan pengakuan Ibu Wandi, penghasilan saat ini sangat berbeda jauh dengan beberapa bulan lalu. Sebab pada waktu demam batu akik sedang tinggi-tingginya, Ibu Wandi bisa meraup penghasilan Rp10 juta per hari. Sekarang untuk jatah membeli batu akik wanita paruh baya ini hanya mengeluarkan duit sebesar Rp300 ribu. Sementara sebelumnya dalam memburu batu akik dari pelosok negeri, Ibu Wandi berani bertransaksi jutaan rupiah.

"Saya jual semua batu akik ini dengan harga 200 ribu, harga ini bisa dinego. Sekarang prinsipnya yang penting ada yang beli, udah Alhamdulilah banget," tutup Ibu Wandi pasrah.(gms)

=============================================================

Itulah berbagai cuplikan berita yang bisa kita baca di berbagai surat kabar dan media massa di Indonesia.

Kenyataannya saya lihat di lapak-lapak penjual Batu Akik baik di mall-mall ataupun di kaki lima pada Oktober 2015 ini sudah mulai sepi. Harga Batu Bacan yang jutaan jelas menimbulkan keraguan di benak masyarakat luas.

Memang kalau dipikir, hobby tidaklah selalu harus rasional, terkadang hobby memang bertentangan dengan hukum ekonomi. Hobby kebanyakan irrasional secara nilai ekonomi, dan emosional semata.

Namun tetap kebutuhan primer selalu mengalahkan keinginan hobby yang hanya berifat ingin /want saja.

 Yang lebih kasihan lagi bagi kabar demam akik, dan makin membuat  demam akik mereda adalah ketika Pegadaian tidak akan menerima akik sebagai jaminan gadai seperti cuplikan berita di bawah ini :


"Pegadaian Tidak Terima Batu Akik" 

Kabar ditolaknya akik di Perum Pegadaian ini tentu menyesakkan bagi mereka yang telah membeli akik puluhan juta rupiah, namun kemudian akik itu teryata hanyalah sebatas barang koleksi saja tanpa ada jaminan nilanya dalam sistem ekonomi.

PT Pegadaian (Persero) menyatakan belum bisa menerima batu akik untuk dijadikan sebagai salah satu barang yang layak untuk dijadikan sebagai barang jaminan untuk transaksi gadai. Hal ini disampaikan pihak PT Pegadaian seiring demam batu akik di masyarakat, yang nilainya bisa mencapai ratusan juta bahkan sampai miliaran.

Manajer PT Pengadaian (Persero) Pusat Basuki Tri A. mengatakan batu akik tidak memiliki harga standar yang pasti. Saat ini penentuan harga sebuah batu akik hanya berdasarkan taksiran individu bukan mengikuti harga standar. Oleh karena itu batu akik belum bisa dijadikan barang jaminan di pegadaian.

"Standar harga untuk batu akik tidak ada. Ketika orang mengatakan batu akik itu bagus, bisa saja terpukau lalu membelinya. Tapi harga hanya berdasarkan taksiran bukan harga pasar yang berlaku standar," ujar Basuki saat ditemui Merahputih.com di Kantor Pusat PT Pegadaian (Persero) di Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Kamis (2/7).

Di samping itu, Pegadaian belum memiliki peralatan dan tenaga ahli untuk menaksir harga sebuah batu akik dan menilai kualitas dari jenis sebuah batu akik yang ada di pasaran.

Sementara PT Pegadaian baru akan melakukan kajian terhadap batu permata sebagai jaminan gadai. Untuk diketahui, selama ini Pegadaian baru menerima emas sebagai barang jaminan. (merahputih.com)

=====================================================


Begitulah beberapa cuplikan berita yang saya cuplik dari berbagai media massa nasional sebagai bukti bahwa pasang trend akik, kini telah menjadi surut, demam akik mulai sembuh dan bubble demam akik pun mengempis. Ini Alamiah. (*)


Sabtu, 10 Oktober 2015

21 Orang dari Panti Asuhan Siti Khadijah Al-Kubro Ikuti Pelatihan Jurnalisme Warga


Para peserta pelatihan jurnalisme warga di Panti Asuhan Siti Khadijah Al Kubro, Lenteng Agung,senin (10/10)

Para peserta pelatihan jurnalisme warga di Panti Asuhan Siti Khadijah Al Kubro, Lenteng Agung, berfoto bersama Ketua Umum sekaligus narasumber Wilson Lalengke, Senin (10/10)

Sebanyak 21 orang peserta diklat jurnalisme warga dari panti Asuhan Siti Khadijah Al Kubro terlihat serius saat menyimak paparan pelatihan dari tim pembicara PPWI (Persatuan Pewarta Warga Indonesia).

Pelatihan ini digelar di lokasi panti Asuhan Siti Khadijah Al-Kubro di Jl. Syukur No 54, Lenteng Agung, Jakarta Selatan selama 3 hari mulai dari tanggal 10 Oktober 2015 hingga 12 Oktober 2015.

Dalam pelatihan ini, anak-anak panti asuhan Siti Khadijah Al-Kubro diajarkan untuk menulis berita, membuat karangan, dan juga mengenal media massa on-line untuk praktek menulis berita.

Salah seorang peserta pelatihan bernama Andik (13) yang masih duduk di bangku kelas 7 pada SMP Muhammadiyah 1, Jakarta Selatan, menyatakan bahwa dirinya suka dan semangat mengikuti pelatihan jurnalisme warga ini karena, dia ingin menambah ilmu dan pengetahuan di bidang jurnalsitik.

“Saya ingin  belajar jurnalistik, agar bisa menulis dan memotret secara benar,” ujar Andik ketika ditemui di lokasi panti Asuhan Siti Khadijah Al-Kubro (10/10).

Menurut peserta lainnya yakni Anwar (14) yang  duduk di kelas 8 pada SMP Muhammadiyah 1, dirinya juga tak ketinggalan ingin menambah wawasan di bidang media massa.

“Saya ingin jadi wartawan, agar bisa keliling dunia untuk meliput kejadian-kejadian di mancanegara,” tutur Anwar.



Nara sumber dalam pelatihan ini yakni Wilson Lalengke, Spd, Msc,M.A menyatakan bahwa siapa yang menguasai informasi maka dia bisa menguasai dunia.

“Maka itu adik-adik rajin belajar dan juga pahami bagaimana memilih dan memilah informasi agar kita tidak sesat dan secara bijak dalam mengkonsumsi informasi,” papar Wilson dalam pelatihan itu. (imung)

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Printable Coupons