Kurang kerjaan. Begitu mungkin yang ada dalam benak orang ketika melihat ada orang lain yang masih sibuk ber medsos.
Mengisi status di medsos bisa dianggap sebagai kurang kerjaan. Apa bisa dianggap waktu yang berguna bila dihabiskan untuk update status melulu, padahal tidak ada hal yang urgent atau penting untuk diunggah.
Banyak kerjaan, berarti orang yang banyak kerjaan itu seolah hidupnya ditelan pekerjaan.
Ada seorang ayah yang dari awal menikah hingga punya anak 2, hidupnya jika dikalkulasi banyak dihabiskan di luar kota untuk bekerja mencari nafkah
Saudara, bekerja mencari nafkah tidaklah salah. Namun ketika si ayah tersebut menua, mungkin waktu yang hilang dulu untuk membimbing anaknya akan dirasakannya ketika tua.
Anaknya pun akan mengingat perilaku ayahnya yang waktunya hanya habis untuk bekerja saja.
Sedikitnya waktu dan kesempatan dalam membimbing anakna, sedikitnya waktu untuk mengarahkan anaknya.
Waktu membimbing anak ada pada rentang usia anak balita hingga bisa dilepas jelang dewasa, yang harusnya bisa diisi dengan masukan ilmu bimbingan akhlak rohani dan contoh-contoh suri tauladan hidup bermasyarakat.
Jika ayah itu terlalu sibuk beketja, dan bekerja saja dengan secuil waktu buat keluarga dan anaknya maka kelak tua akan menyesal jua.
Ketika dia tua, maka yang diingat anaknya adalah betapa ayahnya yang pemarah, pahit hidupnya yang ditelan pekerjaan, sehigga mungkin sampai rumah hanya tersisa kemarahan sang ayah yang dibawanya dari alam pekerjaannya.
Sungguh tragis. Jika kenangan anaknya hanyalah kemarahan ortu yang mendominasi rentang waktu didiknya.
Kurang kerjaan, adalah ketika bermedsos hanya berisi nyinyiran rasa iri terhadap hidup orang lain.
Kurang kerjaan adalah ketika bermedsos hanya ada tujuan pamer. Kurang kerjaan jika status medsos isinya keluhan yang membingungkan.
Kurang kerjaan jika kurang pengetahuan tapi nekad menyebar hoax.
Membaca medsos bukan berarti membaca pengetahuan.
Pengetahuan didapat karena banyak membaca pengetahuan yang bermanfaat.
Kondisi minat baca bangsa Indonesia memang cukup memprihatinkan. Berdasarkan studi "Most Littered Nation In the World" yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca.
Indonesia persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Padahal, dari segi penilaian infrastuktur untuk mendukung membaca peringkat Indonesia berada di atas negara-negara Eropa. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar