Pages

Selasa, 02 Januari 2024

Oversharing

 


Saya menonton film "Bokeh" yang merupakan film fiksi ilmiah arahan Geoffrey Orthwein dan Andrew Sullivan. Bercerita tentang sepasang kekasih, Jenai dan Riley, yang berlibur ke Islandia. Namun, perjalanan mereka tiba-tiba berubah ketika mereka bangun satu pagi dan menemukan bahwa seluruh populasi manusia di planet ini telah menghilang. 



Mereka ditinggalkan dalam keheningan dan kehampaan, menghadapi pertanyaan-pertanyaan besar tentang arti hidup dan kehidupan mereka yang baru.

Film berjudul "Bokeh" ini saya renungkan benar, karena si Jenai yang mendadak tidak bisa men-share ke orang-orang atau membagikan apa-apa di medsosnya ke orang-orang terdekatnya, karena tak ada lagi siapa-siapa lagi.

Rupanya sebelumnya Jenai ini suka sharing apapun juga di medsosnya.

Jenai terlihat memang sudah tak bisa hidup tanpa media sosial. Hampa terlihat hidupnya ketika dia tak bisa dapat respon dari postingan medsosnya

 Mau sharing ke siapa dia lhawong tak ada siapa-siapa lagi.

Itu gambaran film Bokeh yang saya tonton.

๐Ÿ๐Ÿœ๐Ÿž⛰️

Saya menarik nafas sejenak, saya ingat benar sebuah filsafat dari ayahnya ayah saya yakni kakek saya adalah : mingkem.

Ya cukup satu kata : mingkem. Filsafat mingkem ini ditunjukkan oleh kakek saya dengan isyarat kakek saya yang menunjukkan kepada keluarga terdekatnya dengan sebuah isyarat gesture wajah mengatupkan erat kedua bibirnya. Hal ini terus dinasehatkan bahkan pada saat-saat beliau hendak meninggal. Isyaratnya : jagalah lisan-mu. Mingkem. Sunyilah. Menepilah dari keramaian saling menunjukkan. Karena lebih baik diam daripada bicara, over bicara, over sharing, over pamer yang tak ada kebaikannya sama sekali.

Mingkem ini sekarang di era oversharing medsos tentu sulit dilakukan. Semua aspek kehidupan di share.

Makan di-share, tidur di-share, mandi di-share, olahraga di-share, kerja di-share, prestasi di-share, achievement wow ya di-share sampai licin tandas, semua di-share di medsos. Bahkan muncul istilah pula sharenting atau parenting yang di-share di medsos.

Bahkan hal terpenting untuk di-share di medsos adalah : posting foto liburan. Apalagi liburan di luat negeri

Jaman dulu, jaman saya kecil hingga jaman saya SMA dan kuliah, foto-foto liburan itu hanya ditaruh di album foto dan ditaruh di lemari saja ๐Ÿ˜„. Ya jaman pre-medsos, album foto bukan untuk dilihat umum bahkan foto liburan bukan untuk seluruh umat manusia. Karena jaman album foto itu, keluarga memotret liburan untuk keluarga melihatnya di album foto saja. Sayapun masih bisa lihat foto-foto liburan keluarga di album foto konica yang ditaruh di rak lemari buku. Hahaha...maklum saya lulus S1 th 1998.

Semua hal di-share sekarang di medsos.

Semua ingin kita pamerkan. Kebutuhan dasar untuk pamer ini belum pernah terjadi sebesar dan se-massif ini dalam sejarah umat manusia sebelum medsos ditemukan ๐Ÿ˜

Semua hal yang menurut kita baik dan lucu atau unik, atau keberuntungan kita yang tidak dipunyai orang lain sangat butuh kita pamerkan. Karena ingin menunjukkan bahwa : kita lebih alim, kita lebih pintar, kita lebih beruntung, kita lebih baik dan segala kelebihan. Mirip situasinya ketika seorang kaya mengarak peti-peti berisi kunci-kunci pintu-pintu dan lemari-lemari harta benda. Peti-peti yang diarak dipanggul ratusan orang itu baru berisi kuncinya loh. Bayangkan peti-peti berisi kunci-kunci pintu perbendaharaan harta itu dipikul diarak di sepanjang jalan dipertontonkan kepada orang orang.

 Pamer intinya.

Sebenarnya oversharing terutama sharing tentang idea kita, kita bisa bebas kita lakukan di blog karena tak ada yang keberatan, tidak ada juga yang komen, karena tak ada yang baca juga ๐Ÿคฃ. 

iya Ada sih yang baca (duikiit) atau lihat blog tapi batin yang baca : orang yang ngeblog ini ya bukan buat pamer sih tujuannya. Karena ga ada tujuan pamer juga kalau ngeblog seperti ini, kalau pamer ke teman-teman ya ngapain posting di blog ๐Ÿคฃ kan goblog adanya๐Ÿคฃ

Ga ada yang protes atau nyinyir atau komen ketika kita share idea kita di blog, mau ide apa saja tidak ada pengaruhnya. Karena ya tidak ada yang baca ๐Ÿ˜๐Ÿ˜๐Ÿคฃ๐Ÿคฃ

Juga bagi yang mau komen julid juga tak seru, karena julid juga butuh mass audience. Julid online adalah api yang butuh minyak bakar dari saling komen yang panas antar netizen.

 Sampai keringetan dan jantung emosi tatkala saling julid-emosi-nyinyir berbalas nyinyir, saling bersautan di hutan medsos. 

Saya tak punya insta, fb, x dan aneka permedsosan, saya hanya punya blog ini untuk share secara searah, tapi saya bisa membayangkan suasana hutan medsos dengan suara riuh saling bersahutan.

 ...dan membayangkan saja sudah cukup bagi saya...

Para komentator julid tak ada yang mau komen di blog. Bagi hater atau julider komen julid karena negative, maka butuh ingin impak besar juga.

Kalau komenan hater atau julider ya ga ada yg posting di blog, rugi. Karena hate dan julid butuh energi, butuh perlawanan. Di blog ngapain komen julid ga ada lawannya๐Ÿคฃ๐Ÿคฃ

Di blog ini tak ada mass audience yang interaktif. Ga ada. Ga ada yang seru perang komenan saling berbalas pro dan kontra. Ga ada. Ini seperti kita teriak di lembah sunyi yang gaung gemanya ya kembali ke si blogger nya lagi.๐Ÿคฃ

#saya tak punya akun medsos.๐Ÿ˜„

Bukan berhenti medsos, melainkan saya memang tidak pernah punya akun medsos (media sosial) seperti Facebook, Twitter (X), Instagram, atau Path, atau medsos2 kekinian baik itu untuk memamerkan aktivitas harian, atau sekadar iseng. 


Oversharing yang super garing adalah :

1. Your goals. 

2. Your relationships. 

3. Your finances. 

4. Your problems. 

5. Your weaknesses. 

6. Your lifestyle. 

7. Your philosophy towards life. 

8. Secrets and gossip!

9. Keluhanmu !

10. Resahmu dan gelisahmu !


80% ga ngurus, 20% selintas info๐Ÿ˜„

80% orang ga pduli 20% orang mensyukuri. Mirip anak - anak kecil bilang : sukur kon, sukurin luh!

๐Ÿ˜†๐Ÿ˜…๐Ÿคฉ

Post 2

Shadow character people ya sedapat mungkin pura2 simpati pada oversharing mu๐Ÿ™ƒ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar