cari kata

Senin, 10 Mei 2021

Mindset Entrepreneur

 



Topik yang saya tuliskan di web log saya kali ini bukanlah merupakan sesuatu hal yang baru.

Saya tuliskan karena saya melihat adanya fenomena mindset dari orang yang berbakat dan berani menjadi pengusaha dan orang yang memang tidak/ belum menemukan bakat bahkan justru menjadi tidak berani menjadi pengusaha.

Selalu dalam setiap materi seminar dan workshop juga coaching-coaching tentang kewirausahaan adalah membahas keberanian untuk membuka kesempatan bagi diri sendiri menjadi penguasaha.

Baik, hal ini tentu baik, karena kesempatan peluang harus dibuka sendiri, kesempatan atau opportunity tentu bukan hanya ditunggu melainkan dibuka sendiri.

Saya melihat bahwa ketika orang sejak muda ada yang sudah memiliki sikap yang berbeda terhadap uang, bahwa dia menganggap uang itu hanyalah alat untuk bisa berspekulasi dalam mengembangkan modal uang itu sendiri.

 Ketika orang-orang yang memiliki mindset bahwa uang adalah modal yang bisa dijalankan untuk melipatgandakan nilai uang itu sendiri, biasanya sejak muda sikap orang ini adalah sudah bisa menganggap bahwa uang hanyalah sebagai alat saja. Alat uang ini bisa ditaruh diputar dalam usaha, dalam investasi, dan bisa saja rugi besar, adakalanya dia untung adakalanya dia rugi, dan hal ini sudah biasa dialaminya, baginya kerugian bukanlah sesuatu yang bernilai bencana besar.

Namun ada lagi orang yang sejak kanak-kanak atau masa mudanya menganggap uang itu adalah semata bekal bertahan hidup.

 Dia berhati-hati benar terhadap uang ini, karena mungkin latar belakang keluarganya yang bukan pedagang/ pengusaha, latar belakang keluarga yang memperoleh uang dari hasil bekerja  keras/ atau bulanan gaji dari orang tua yang diberikan kepada anak muda ini untuk bekal sekolah, bekal menimba ilmu hingga sampai si anak muda kuliah ini dia tahu bahwa uang kiriman ortu penting untuk bayar kos, bayar makan, artinya uang kiriman yang sangat krusial bagi perjalanan menapak studinya. 

Maka tentulah bisa terpupuk dalam mindset orang muda ini bahwa uang bukanlah alat spekulasi, melainkan alat bertahan hidup. 

Uang menjadi pusaka keramat untuk menapaki kehidupan yang tentu tak bisa dijalani tanpa adanya uang.

Sikap dia terhadap uang tentu tidak bisa menganggap bahwa uang ini modal yang bisa ditaruh untuk berusaha, melainkan uang adalah alat untuk bertahan hidup. Apalagi jika sejak muda usia uangnya sudah ngepas sekali untuk bekal dia menapak studinya.

Semakin sedikit uang yang didapatnya dari kiriman atau dari honor kerjanya sembari sekolah/ kuliah, maka semakin mepet hidupnya, sebaliknya ketika pengalaman hidupnya mengajarkan bahwa semakin banyak uang yang diperoleh dari kerja dan kiriman ortu maka semakin leluasa hidupnya.

Hal ini pun terbawa ketika bekerja, yang dicari pertama adalah gaji besar sesuai pengalaman sikap dia terhadap uang yang sudah dipupuk mindset sejak masa kanak-kanak

Namun di lain sisi, ketika tumbuh dewasa maka orang muda yang tadinya sudah memiliki sikap bahwa uang adalah bisa menjadi alat spekulasi untuk meningkatkan nilai uang itu dengan diputar/ dijalankan/ dikulakkan barang mungkin,atau ditaruh pada barang atau pada pengembangan fasilitas jasa.

 Artinya dia menganggap bahwa uang bisa diinvestasikan untuk memutar barang, atau menjalankan jasa dan bentuk-bentuk investasi lainnya.

 Meski terkadang spekulatif sifatnya karena ada faktor untung dan rugi

 Namun sikap ini memupuk mindset tentang uang. 

Dia akan menganggap bahwa uang sebagai alat untuk bisa berusaha guna mengembangkan keuntungan.

 Orang muda jenis ini beberapa contoh kenyataan yang saya lihat pada masa dewasanya dia berani untuk memutar kapitalnya sendiri, rugi dan untung sudah dia rasakan ketika muda, baginya rugi dan untung bukanlah hal yang luar biasa.

Rugi bukanlah hal yang mengecewakan sangat, karena mungkin saat masa mudanya dia sudah merasakan secara mental mengalami rugi/ kerugian/ punya pengalaman menanggung kerugian akibat usahanya gagal, namun baginya hal ini tidak memberhentikan niatnya untuk tetap berupaya memutar modalnya.

 Ketika dewasa maka dia bisa mengembangkan sikap menganggap untung dan rugi hanyalah konsekuensi saja dari upaya berusaha.

Sebaliknya orang muda yang sejak muda tadi menganggap bahwa uang kiriman atau pendapatan uangnya adalah sebagai alat survival, alat bertahan hidup, sebuah pusaka yang dia pelajari sejak TK sejak SD bahwa sangu bekalnya adalah hal yang membuat dia survival sejak masa kanak-kanak, apalagi sudah tertanam mindset ini,- bahwa uang yang dia perolah dari ortu dari honor dia adalah pusaka untuk bekal bertahan hidup di lingkungan dia hidup- maka relatif sulit mengembangkan mindset bahwa uang yang dia kumpulkan dengan susah payah itu bisa berani dibuat berusaha, bisa ditanamkan , dikulakkan barang untuk dijual.

 "Oh, tentu terlalu riskan", pikirnya, karena mindset yang dibentuk sejak muda, sejak kuliahnya dulu adalah uang ini merupakan pusaka untuk bertahan hidup, ga ada uang=ga makan, ga ada uang maka ga kuliah, uang yang dia peroleh adalah pusaka hidupnya.

 Maka jika dia jangankan berusaha berdagang, melihat/ mendengar orang rugi saja sudah bias pikirannya, bias bahwa usaha dan rugi adalah rugi itu mengerikan.

Ketika melihat orang untung pun dia ragu, apalagi ketika melihat orang untung dalam berdagang kemudian terpuruk rugi di depan matanya, ini sama saja dengan dia melihat film horror, dia akan bersyukur bahwa uangnya tidak jadi dibuat usaha atau investasi. 

Uang gajinya akan tetap menjadi pusaka hidupnya.

Hal inilah yang menjadi alasan saya menuliskan topik simpel ini, tidak lain adalah untuk merefleksikan memantulkan kembali ke dalam tulisan ini tentang apa yang saya lihat sendiri.

Jika Anda yang kebetulan kesasar membaca tulisan ini, jika mau komentar boleh silahkan saja.

Pengalaman hidup tentu berlainan, yang saya tuliskan adalah pengamatan saya terhadap teman-teman semenjak muda, terhadap lingkungan dari kecil hingga dewasa.

Minggu, 02 Mei 2021

Hari Pendidikan Nasional (2/5/2021) di Sekolah Alam dan Pondok Pesantren Tahfidz Alam Tunas Mulia

 Hari Pendidikan Nasional (2/5/2021) di Sekolah Alam dan Pondok Pesantren Tahfidz Alam Tunas Mulia Bantar Gebang ditandai dan diisi dengan pengajaran dasar-dasar Bahasa Jepang oleh dua senpai muda yakni Kayla Putri Maharani dan Putri Berlianda.

Kedua senpai muda ini adalah mahasiswi Sastra Jepang, motivasinya adalah agar para siswa dan santri di Pondok Pesantren Tahfidz Alam Tunas Mulia ini memiliki keahlian tambahan Bahasa Jepang sebagai Bahasa Internasional.







Letak geografis Sekolah Alam dan Pondok Pesantren Alam Tahfidz Tunas Mulia Bantar Gebang ini bersebelahan persis dengan gunung sampah di Tempat Pembuangan Sampah Akhir di Sumur Batu, Bantar Gebang, Bekasi.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Printable Coupons