cari kata

Rabu, 30 Oktober 2019

Humble Brag (Pamer yang Merendah)




Apapun namanya kalau niat pamer biarpun sedikit ya dikatakan pamer.

Bila pamer ibadah disebut riya’.

Naik haji ..ckrek ➡upload, puasa, tahajjud bahkan ngaji dan sholat... cekrek➡ ..upload.

 Itu yang menurut  saya riya’.

Humble Brag adalah pamer yang merendah.

 Contohnya ada kawan kuliah saya tiba-tiba ga ada angin ga ada hujan di whatsapp group memposting kalimat : "Aduh gimana ini, kenapa sih uang spp di sekolah terpadu ini mahal sekali... angkanya bisa tembus belasan juta..dst”

Ini ya dinamakan humble brag alias pamer terselubung atau pamer merendah. 

Mengeluh tapi pamer intinya.

Sifat manusia adalah pamer sebagai aktualisasi diri atau untuk mengerek self esteem.

Hanya saja saya memang tidak ikutan medsos facebook. 

Ikut medsos twitter dan instagram saya hanya sebatas untuk pekerjaan. Di dalamnya pun sepi postingan.

Humble Brag atau humble tapi bragging alias merendah tapi pamer itu ya jelas adalah kegiatan sehari-hari bahkan dianggap wajar. Bahkan jika kaum selebritis tugas mereka dalam kehidupan mereka di dunia ini adalah : pamer. 

Seleb tugasnya dalam kehidupan di dunia fana ini adalah pamer untuk mendapatkan posisi tetap sebagai public figure, pekerjaan seleb ya pamer, dari jaman dulu hingga akhir jaman.

Tidak lain dan tidak bukan.

Hanya saja jika pekerjaan bukan seleb kemudian pamer terus di medsos ya lama-lama bisa jadi seleb, contoh selebgram dan lain sebagainya.

Intinya hawa nafsu pamer itu adalah menjadi subur dipupuk oleh media sosial.

Wisata menjadi kebutuhan saat ini, namun menjadi booming dan nge-hitz karena pameran-pameran foto wisata di medsos.

Wisata jaman dulu ketika belum ada medsos, adalah bukan sebuah hal kegiatan yang yang 'wah' sekali untuk dipamerkan, karena wahananya cuma foto album jadul saja, lagian siapa sih yang mau membuka foto album orang lain yang disimpan di lemari?

Namun kini wisata bahkan ke luar negeri menjadi 'hitz abiezz' karena ya ajang pamer dan ajang membyru 'like'.


Itu saja, era milenial ini dipupuk dengan era pamer di medsos menurut hemat saya.

Pamer jelas mencandu. Sekali kita senang pamer maka hawa nafsu pamer terus membuncah.

Hawa nafsu atau keinginan jiwa untuk terus pamer didorong oleh rasa ingin diakui, ada lubang terlampau dalam di dalam jati diri yang perlu ditambal dengan pamer di medsos.

Ada dendam tersendiri di relung kenangan dan belumnya terpuaskan, kecuali jika sudah diakui oleh para saksi yang memberi apresiasi.

Saya pribadi ketika ingin memposting sebuah foto bernuansa pamer di status satu-satunya medsos dimana saya aktif yakni whatsapp, selalu berupaya berpikir ulang dan ulang : Mengapa saya harus pamer foto ini? Apakah implikasi postingan pamer ini? apa implikasi ke orang lain (baca : kontak whatsapp saya) saat melihat postingan status saya ?

Saya akui saya belum pernah pamer foto memukau menu makanan yang sudah saya makan atau akan saya makan di medsos.

Saya pribadi menganggap kegiatan makan minum apapun menunya adalah hal yang pribadi (sangat pribadi).

Saya tak hendak ingin mengumbar foto pameran menu makanan saya, karena hanya ingin mendapat pengakuan.
Karena hal itu memalukan (bagi saya pribadi).
 Belum lagi saya berpikir bagaimana memikirkan orang lain yang mungkin untuk makan saja susahnya sedemikian rupa dalam hidupnya sehari-hari ?

(imung)


Senin, 28 Oktober 2019

Aneka Prinsip Quotient


Intelligence Quotient : Kecerdasan Pikiran (kognitif) atau ketajaman berpikir, mampu memandang objek jauh ke depan, yaitu bisa memandang pola pikir dan perilakunya sendiri, mampu mengkoreksi perilaku sehari-hari berdasarkan pemikiran ego yang berkembang seimbang.

Emotional Quotient: Kecerdasan perasaan, penghayatan atau kepekaan, kelembutan, kehalusan perasan, mampu menimbang, bertoleransi terhadap kondisi sosial. Di dalam era medsos yang kebanyakan berkisar antara : pamer, pamer dan pamer, mampu memilah dan memilih apa yang di unggah di-share / dibagi ke publik, sehingga dorongan untuk pamer, pamer dan pamer menjadi seimbang dengan dorongan atau kepekaan sosial yang mampu menimbang penderitaan sosial di sekitarnya.

Creativity Quotient : Kecerdasan berkreasi (divergensi), artinya bahwa proses berpikir out of the box itu sebenarnya adalah mampu menjadi divergen dengan tidak terpengaruh monotonisasi (semua yang serba monoton). Mampu mengolah ide dan menjalankan ide dengan mengedepankan act atau tindakan ketimbang banyak berteori.

Social Quotient : Kecakapan bergaul, mampu menempatkan diri (ego) ke dalam kelompok sosial dengan menimbang keluwesan bergaul. Mampu mengedepankan kepentingan sosial diatas kepentingan pribadi.

Adversity Quotient : Kecerdasan daya juang, kemampuan menghadapi tantangan, kesabaran luar biasa dalam menghadapi kesulitan, dan tetap bersabar menghadapi  kesulitan itu meski berat untuk menemukan jalan solusi untuk mengatasinya.

Spiritual Quotient : Kecerdasan hati nurani atau kesetiaan dan kemurnian hati nurani, artinya secara spiritual seimbang, dengan menemukan bahwa dirinya bukan cuma menuruti dorongan material semata, namun juga menemukan keseimbangan dengan dorongan untuk menemukan sisi spiritual dalam hidupnya. (imung)


Jumat, 25 Oktober 2019

Kuliah Siang Pukul 14 :00 WIB





JAKARTA- Para mahasiswa mata kuliah Jurnalisme Online, terlihat sedang tekun menyimak penjelasan dosen tentang definisi jurnalisme online.

Kuliah diadakan siang hari pukul 14:00 WIB, Jumat (25/10/2019)  bertempat di ruang C 43, FIKOM, Jayabaya.

Meski kuliah siang, dan cuaca Jakarta cukup panas akibat lima hari gelombang panas, hingga suhu mencapai 37 derajat celcius, namun para mahasiswa masih tetap bertahan di bangku masing-masing dan serius berkuliah.

Para mahasiswa ini adalah mereka yang mengambil konsentrasi ilmu jurnalistik.

Ilmu jurnalistik sendiri merupakan ilmu yang mempermudah seseorang untuk menuangkan informasi baik secara tulisan maupun berbasis auvi (audio visual).



Para mahasiswa terutama mahasiswa yang menempuh mata kuliah jurnalisme online diharapkan oleh Dosen Mung Pujanarko, agar semua memiliki skill menulis berita, mencakup :  mencari, mengumpulkan, mengolah dan menyimpan serta mempublikasikan tulisan berita informasi secara akurat, cepat dan tepat. (*)

Selasa, 22 Oktober 2019

Baru Merasakan Bogor 36°Celcius







Perubahan Iklim menjadi topik yang menarik. Perubahan iklim ini nyata dan bukanlah isapan jempol belaka.

Hari ini Selasa (22/10/2019) akan saya kenang pertama kalinya sejak saya tinggal di Desa Pabuaran, Kemang, Kab Bogor sejak tahun 2006, merasakan hawa cuaca panas mencapai 36° celcius.

Saya pindah ke Kab. Bogor dari kota asal saya Surabaya pada tahun 2006.

Surabaya asal saya memang terkenal panas, bahkan ada lirik nyanyiannya: dengan penggalan lirik " berjalan di lorong pertokoan/ di surabaya yang panas// debu- debu ramai beterbangan / digilas oleh bus kota// bus kota sudah miring ke kiri/ oleh sesaknya penumpang...." dst, sebuah lagu yang dipopulerkan oleh Franky Sahilatua.

Namun hari ini saya rasakan panasnya sama dengan Bogor 😃

Saya jadi ingat nyanyian viral anak pengamen jalanan yang juga telah lebih dahulu merasakan panasnya bogor

Berikut lirik lagu pengamen jalanan yang menjadi viral di media sosial:

Kami kami dari Bogor Raya 
Ingin bernyanyi mewakilkan suara 
Punya kebun di tengah-tengah kota 
Sejuk nyaman disebut Bogor Beriman
Talas Bogor yang sudah kesohor 
Harganya lebih dari buah import 
Panas Bogor sudah mirip panas kompor 
jangan-jangan biar kotor asal kesohor
Deru mesin kini semakin bising 
Angkot pelerot bikin kepala pusing 
PKL-nya kini merajarela 
Sudah begini tanggung jawab siapa?
Oh… siapa?
Oh… mengapa?
Oh… dimana?
Oh… bunder
Di jalanan anak–anak berkeliaran 
Cari recehan sambil nebeng angkutan 
Tak kenal lelah lupa tugas sekolah 
Sudah begini tanggung jawab siapa?
Oh… siapa?
Oh… mengapa?
Oh… dimana?
Oh… bunder
Talas Bogor yang sudah kesohor 
Tersisih oleh buah import 
Panas Bogor sudah mirip panas kompor 
jangan-jangan biar kotor asal kesohor
Banyak sudah pepohonan yang tumbang 
Oleh manusia yang penuh kerakusan 
Tidak peduli banyak yang menjadi korban 
Kalang kabut musim hujan kebanjiran
Oh… siapa?
Oh… mengapa?
Oh… dimana?
Oh… bunder
Oh… bunder
Oh… bunder
Oh… bunder


Begitulah cuaca panas mencapai 36° celcius di Bogor ini bukanlah isapan jempol. (*)

Senin, 21 Oktober 2019

Mari Peduli terhadap ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa)








ODGJ ( Orang Dengan Gangguan Jiwa) merupakan manusia yang 'terpinggirkan' secara kehidupan sosial bermasyarakat.

Untuk itu sebenarnya kita perlu menaruh rasa peduli terhadap ODGJ, karena ODGJ sejatinya adalah penyandang masalah penyakit mental yang perlu penyembuhan, perawatan, kasih-sayang, dan perlu perhatian bersama.

Foto-foto di atas adalah kiriman dari mahasiswa saya Adi Prastanto dalam penugasan matakuliah jurnalistik foto.

Jurnalistik foto sendiri adalah mata kuliah untuk mengembangkan kemampuan pemahaman terhadap foto jurnalistik.

Foto ini sendiri bercerita kepada kita, bagaimana suasana di sebuah panti yayasan bernama yayasan Galuh di Rawalumbu, Bekasi, dimana yayasan tersebut dengan penuh rasa keikhlasan dan kasih menampung dan merawat para ODGJ.

Foto-foto ini dibuat pada 12 Oktober 2019, ketika mahasiswa Adi P berkunjung ke yayasan Galuh di Rawalumbu, Bekasi.

Adi menyatakan sangat trenyuh dan merasa terharu ketika dia berinteraksi dengan para pasien gangguan jiwa, sakaligus Adi menyatakan apresiasi terhadap yayasan Galuh yang peduli terhadap perawatan orang dengan gangguan jiwa.

"Foto ini membuka mata kita, agar kita tidak menyepelekan masalah-masalah tentang kesehatan mental yang dialami oleh diri kita sendiri dan orang terdekat", ujar Adi sang fotografer.

Memang saudara pembaca, kita sebagai manusia haruslah mampu berempati terhadap sesama manusia, dengan begitu kita bisa menjadi manusia yang mampu mengemban amanah Tuhan Yang Maha Esa di dunia fana ini. (*)


Jangan Terobos Palang Pintu Kereta Api





Sangatlah berbahaya jika pengendara kendaraan bermotor nekat menerobos palang pintu perlintasan kereta api.

Foto di atas adalah kiriman dari mahasiswa saya bernama Rio Rifki A, dalam tugas mata kuliah jurnalistik foto.

Foto ini dibuat tanggal 5 Oktober 2019 di perlintasan kereta api di dekat Stasiun Senen, Jakarta Pusat.

Foto tersebut memperlihatkan kejadian sehari-hari dan sepertinya masih terus terulang, yakni adanya pengendara yang nekat menerobos palang pintu kereta api, sehingga hal itu menjadi pemandangan yang 'umum'.

Padahal, perlu diketahui bahwa menerobos palang pintu kereta api amatlah berbahaya baik bagi diri pengendara maupun orang lain.

Bahkan ketentuan pidana penerobosan di perlintasan KA diatur dalam Pasal 296 UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ).

Pasal tersebut mengatur ketentuan denda bagi setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor pada perlintasan antara kereta api dan jalan yang tidak berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu KA sudah mulai ditutup dan/atau ada isyarat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 huruf a dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 bulan ata denda paling banyak Rp 750 ribu. 

Hal itu diatur dalam Pasal 114 yang berbunyi:

Pada perlintasan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pengemudi kendaraan wajib:
a. berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta
api sudah mulai ditutup, dan/atau ada isyarat lain;
b. mendahulukan kereta api; dan
c. memberikan hak utama kepada Kendaraan yang lebih
dahulu melintasi rel.

Karya foto mung p (juni 2022) perlintasan kereta api di kebon pedes bogor :





(*)

Senin, 14 Oktober 2019

Tempat Pembuangan Sampah di Bantar Gebang

Bantar Gebang - Pada hari Minggu (29/9/2019 ) mahasiswa saya bernama Dedi Arifudin yang mengikuti mata kuliah Jurnalistik foto, saya tugaskan untuk membuat liputan foto di tempat pembuangan sampah Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat.








Tujuan dari liputan foto ke area pembuangan sampah di Bantar Gebang ini adalah :

-Pertama untuk menumbuhkan rasa kepekaan untuk menghayati jurnalistik foto, atau mahasiswa mampu membuat foto yang apa adanya dari nuansa kehidupan sehari-hari.





Dalam foto ini nampak situasi dan kondisi di area Bantar Gebang, yang sehari-hari menjadi tempat pembuangan sampah. Di mana lokasi ini  luar biasa besar luas areanya.


Di tempat ini pula kita bisa melihat banyaknya pemulung yang sehari-hari, mengais rejeki dalam arti yang sebenarnya yakni : mengais sampah yang masih bisa dimanfaatkan atau masih memiliki nilai jual ekonomi untuk dikumpulkan dan dijual oleh para pemulung itu.


Mahasiswa saya yang bernama Dedi A tersebut memotret berdasarkan metode EDFAT (Entire, Detail, Framing, Angle, Timing) yakni sebuah metode untuk mengambil foto berdasarkan angle dan timing serta established shoot sebagai paktik mata kuliah jurnalistik foto.

Tentu banyak pengalaman yang diperoleh Dedi selama meliput di Bantar Gebang, terutama membuka mata kita bahwa demikian banyaknya sampah yang masuk setiap hari di Bantar Gebang.


Hal ini tentu menyadarkan kita yang pertama akan potensi ekonomis dari sampah yang bisa diolah, misalnya sampah bisa diolah menjadi energi listrik karena ada gas metan yang dihasilkan sampah, dimana gas metan itu bisa dimanfaatkan untuk pembangkit listrik, dan juga ada sampah yang masih bisa didaur ulang.

Juga menyadarkan kita bahwa kita setiap individu harus mulai menyadari bahwa sampah yang kita buang itu hendaknya kita pilah sebelum dibuang, agar bisa dipilah oleh kita sendiri selaku pembuang sampah. Dipilah itu artinya biasakan diri kita untuk memilah sampah bedakan antara sampah organik, sampah eletkronik dan samph plastik.

 Saran penulis untuk kita semua adalah jika ada sampah plastik, sejak di rumah, maka kumpulkan sampah plastik itu, sendirikan, dan nantinya sampah plastik itu bisa kita berikan pada pemulung atau kita jual kepada para pengumpul plastik bekas. Janganlah buang sampah plastik sembarangan ke sungai atau selokan.

Selalu pilah sampah plastik, karena sampah dari botol plastik, kantung plastik, dan lain sebagainya produk plastik, kebanyakan masih bisa didaur ulang. (imung)

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Printable Coupons