cari kata

Selasa, 15 Juni 2021

PPWI Ucapkan Selamat dan Sukses kepada LSP Pers Indonesia

 



Jakarta – Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) dengan tulus hati menyampaikan ucapan ‘Selamat dan Sukses’ kepada Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Pers Indonesia atas pencapaian hasil perjuangannya dalam memperoleh pengakuan dan lisensi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Hal tersebut disampaikan Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA, kepada media-media se-nusantara sebagai respon atas informasi terkini tentang penyerahan Sertifikat Assessor Komptensi Khusus Wartawan kepada 24 orang peserta Pendidikan dan Latihan Assessor Kompetensi Wartawan yang tergabung dalam Team Assessor LSP Pers Indonesia.



“Atas nama PPWI, saya menyampaikan selamat dan sukses kepada rekan-rekan di LSP Pers Indonesia atas pencapaiannya saat ini. Saya mengerti bahwa untuk mendapatkan pengakuan dan lisensi sebagai assessor kompetensi khusus wartawan bukanlah sesuatu yang mudah. Semoga hasil perjuangan rekan-rekan selama tidak kurang dari 2 tahun ini dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi akselerasi pengembangan pers Indonesia yang profesional, positif, dan berwawasan maju di masa depan,” ungkap alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu, Selasa, 15 Juni 2021.


Dengan penunjukkan para assessor, yang akan menjadi penilai dan penguji terhadap tingkat kompetensi dan/atau keahlian seorang wartawan, oleh BNSP, momentum ini dapat menjadi starting point (titik awal – red) dalam membenahi pers di tanah air. “Ini menjadi titik awal dalam mengurai persoalan pers kita yang semrawut selama ini, terutama dikaitkan dengan persoalan kemampuan dan keahlian wartawan. Selangkah demi selangkah, kawan-kawan yang berkecimpung di dunia pers dapat memulai menata kehidupan pers dengan mengacu kepada landasan hukum yang benar, yakni berdasarkan peraturan perundangan yang ada,” imbuh tokoh pers nasional yang selama ini gigih menyuarakan perlunya penataan kompetensi jurnalis mengikuti perundang-undangan yang mengatur tentang sertifikasi profesi.


Sejalan dengan itu, Lalengke mengingatkan agar para assessor dapat menjalankan tugas pokok dan fungsinya dengan benar, berintegritas, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran. “Logo sertifikat kompetensi yang akan dikeluarkan oleh LSP Pers Indonesia adalah lambang negara Garuda Pancasila. Hal ini berkonsekwensi kepada kehormatan negara, bangsa dan masyarakat Indonesia. Jika pemilik sertifikat komptensi wartawan berlogo Garuda Pancasila tidak menunjukkan kualifikasi sebagai wartawan profesional yang berpancasilais, maka sama halnya si wartawan pemegang sertifikat itu mempermalukan Indonesia yang berdasar negara Pancasila ini,” jelas Lalengke yang merupakan lulusan pasca sarjana bidang Global Ethics dan Applied Ethics dari tiga universitas terbaik di Eropa itu.


Kepada seluruh masyarakat, termasuk jajaran pemerintahan di pusat maupun di daerah-daerah, Lalengke menghimbau untuk berkontribusi aktif dalam membangun sinergi yang baik dan benar, mengikuti aturan perundangan yang ada, di antara seluruh komponen bangsa, termasuk dengan rekan-rekan media. “Kalangan pers sudah memulai upaya menata kehidupan pers, terutama terkait persoalan kompetensi, kemampuan, dan keahlian jurnalistik bagi setiap wartawan atau jurnalis. Seluruh elemen bangsa, terutama pemerintah, aparat keamanan, aparat hukum, tokoh masyarakat, dan lain-lain, mari bersama-sama mendukung langkah positif yang telah dilakukan teman-teman pers itu. Negara yang besar ini harus ditata sesuai dengan tata tertib, yakni peraturan perundangan yang ada, tidak diatur berdasakan prinsip semau gue saja,” beber mantan Kasubbid Program pada Pusat Kajian Hukum Sekretariat Jenderal DPD-RI ini menghimbau. (APL/Red)

Tugas Pencahayaan FIKOM Jayabaya

 Berikut ini adalah gallery foto dari karya fotografi mahasiswa-mahasiswi FIKOM Jayabaya.

Fotografi kali ini bertema tugas pencahayaan.

Tugas fotografi kali ini setiap mahasiswa mengumpulkan 1 foto saja, opsinya :

Lowkey

Split light photography

Siluet (silhouette)

Highkey 














































Yasheer

































Karya Arya Indra Aditya







Karya Satriyo Bayu 






Minggu, 13 Juni 2021

Hari Minggu Belajar Bahasa Jepang🇯🇵 di Sekolah Alam

 Hari Minggu (13/6) pagi yang cerah para siswa-siswi Sekolah Alam Tunas Mulia Bantar Gebang kembali menekuni pelajaran dasar-dasar bahasa Jepang.





Dua orang senpai muda, Kayla Putri Maharani dan Rizky mengajar dasar bahasa Jepang untuk-untuk anak-anak di Sekolah Alam Tunas Mulia, di Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat.





Sudah selesai?

 Ada frasa yang menurut opini saya cukup aneh yakni "orang yang sudah selesai dengan dirinya"




Frasa ini didengungkan, di-pukau - kan, disanjungkan di mana ada kata-kata bijak. Di- idealkan.

Sebentar, saya berpikir jika orang ya orang.

 Orang selesai dengan dirinya ada maksud  bahwa ada beberapa orang yang memang mendapat pencerahan, kemudian dia pun menjadi tercerahkan. 

Karena saking terangnya cahaya pencerahan yang menyinarinya maka bayangannya sendiripun sirna. 

Namun kan langka. Ada, tapi langka pakai banget.

Orang ya kebanyakan adalah orang biasa saja. Ada emosi manusia yang dirasakan. Bayangan gelap tentu ada seiring pribadi.

Ada pun yang sudah tercerahkan ya memang eksepsional. Adapun yang susah tercerahkan ya jamak-lah alias banyak di dunia ini.😁


Kamis, 10 Juni 2021

PPWI Dukung Pembubaran Dewan Pers




Jakarta – Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) sangat mendukung rencana Pemerintah melalui Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menteri PAN-RB) tentang rencana pembubaran Dewan Pers bersama beberapa lembaga lainnya [1]. Di samping sebagai upaya penghematan anggaran negara, langkah itu dinilai amat strategis karena fakta lapangan menunjukkan bahwa Dewan Pers selama ini tidak memberi kontribusi bagi terwujudnya tujuan pembentukan lembaga tersebut [2].


Penegasan itu disampaikan Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA, kepada pewarta media ini ketika dimintai pendapatnya tentang rencana Pemerintah RI melikuidasi beberapa lembaga/badan yang selama ini dibiayai dengan anggaran negara. “Singkat saja yaa, saya dan PPWI mendukung 1000 persen pembubaran lembaga-lembaga itu, terlebih khusus Dewan Pers, lebih cepat lebih baik,” kata alumni PPRA-48 Lemhannas RI Tahun 2012 itu, Rabu, 9 Juni 2021.


Selama ini, lanjut Lalengke, Dewan Pers bukan menjadi pengembang kemerdekaan pers sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 15 ayat (1) UU No. 40 tahun 1999. “Tujuan dibentuknya Dewan Pers itu adalah untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional [3][4]. Nah, yang terjadi justru sebaliknya, lembaga yang saat ini dipimpin oleh seorang professor doktor itu malah menjadi penghambat utama kemerdekaan pers,” ungkap tokoh pers nasional yang getol membela para wartawan grass root ini, serius.


Bahkan dalam banyak kasus, katanya lagi, Dewan Pers berubah fungsi menjadi anjing penjaga alias backing para oknum penguasa dan pengusaha hitam yang selalu mengancam dan memenjarakan wartawan yang mengkritisi kebobrokan para oknum tersebut. “Kasus kematian wartawan media kemajuanrakyat.co.id, Muhammad Yusuf, pertengahan tahun 2018 di penjara Kota Baru, Kalimantan Selatan, akibat pemberitaan yang dibuatnya tentang ketidak-berdayaan masyarakat lokal terhadap kesewenang-wenangan pengusaha hitam Haji Isam, yang di-back-up oleh Dewan Pers, adalah pengalaman pahit bagi pers Indonesia yang tidak akan pernah dilupakan dalam sejarah Pers Indonesia [5],” beber Wilson Lalengke yang sempat memimpin pergerakan unjuk rasa damai ribuan wartawan dari berbagai pelosok nusantara ke gedung Dewan Pers pasca kematian Muhammad Yusuf tersebut.


Soal dugaan korupsi yang dilakukan para oknum di Dewan Pers telah pula dilaporkan ke pihak berwajib. Ini juga harus menjadi catatan penting bagi Pemerintah agar uang negara bisa diselamatkan dan digunakan untuk hal-hal yang lebih bermanfaat bagi masyarakat. “Sebenarnya terlalu banyak kebijakan dan perilaku para oknum lembaga Dewan Pers yang perlu dibeberkan sebagai alasan untuk pembubaran lembaga pembungkam pers itu. Silahkan di-google masing-masinglah yaa. Banyak tulisan kawan-kawan, termasuk analisis kritis terkait keabsahan kepengurusan Dewan Pers yang sudah dipublikasikan oleh TVRI beberapa waktu lalu [6]. Silahkan cari sendiri,” tutup mantan Kepala Sub Bidang Program pada Pusat Kajian Hukum Sekretariat Jenderal DPD-RI itu mengakhiri. (APL/Red)


*Catatan:*


[1] Menteri PAN-RB Akan Bubarkan Dewan Pers, Komisi Informasi, dan Komisi Penyiaran?; https://kumparan.com/hendra-j-kede/menteri-pan-rb-akan-bubarkan-dewan-pers-komisi-informasi-dan-komisi-penyiaran-1vuFTvpha0D?utm_source=kumApp&utm_medium=whatsapp&utm_campaign=share&shareID=Vte06dYLAhEV


[2] Gunakan Anggaran Negara Puluhan Miliar, Dewan Pers Wajib Diaudit; https://www.iglobalnews.co.id/2018/07/gunakan-anggaran-negara-puluhan-miliar-dewan-pers-wajib-diaudit/


[3] Baca Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, khususnya Pasal 15 ayat (1); http://www.bphn.go.id/data/documents/99uu040.pdf


[4] Mewujudkan Kemerdekaan Pers di Indonesia, Mungkinkah?; https://pewarta-indonesia.com/2019/08/mewujudkan-kemerdekaan-pers-di-indonesia-mungkinkah/


[5] Wartawan Tewas di Lapas, Keluarga M Yusuf Gugat Polisi dan Jaksa; https://nasional.tempo.co/read/1097940/wartawan-tewas-di-lapas-keluarga-m-yusuf-gugat-polisi-dan-jaksa/full&view=ok


[6] Keabsahan Lembaga Dewan Pers Dipertanyakan; https://pewarta-indonesia.com/2020/06/keabsahan-lembaga-dewan-pers-dipertanyakan/

Minggu, 06 Juni 2021

Semangat Belajar Anak-Anak Sekolah Alam Tunas Mulia Bantar Gebang

 Semangat Belajar Anak-Anak Sekolah Alam Tunas Mulia Bantar Gebang di hari Minggu (6/5), terlihat jelas. 

Meski sekolah alam ini letaknya persis bersebelahan dengan Gunung Sampah di kawasan tempat pembuangan sampah akhir Sumur Batu, Bantar Gebang, namun tetap semangat anak-anak yang tinggal dan bersekolah di Sekolah Alam ini tetap membara.

Anak-anak sekolah alam sejak pagi jam 09.00 sudah siap di kelas yang terbuat dari anyaman bambu ini untuk menerima pelajaran dari Senpai Kayla.








Senpai Kayla Putri Maharani dengan tekun mengajari anak-anak di Sekolah Alam Tunas Mulia di Sumur Batu Bantar Gebang.




Senin, 10 Mei 2021

Mindset Entrepreneur

 



Topik yang saya tuliskan di web log saya kali ini bukanlah merupakan sesuatu hal yang baru.

Saya tuliskan karena saya melihat adanya fenomena mindset dari orang yang berbakat dan berani menjadi pengusaha dan orang yang memang tidak/ belum menemukan bakat bahkan justru menjadi tidak berani menjadi pengusaha.

Selalu dalam setiap materi seminar dan workshop juga coaching-coaching tentang kewirausahaan adalah membahas keberanian untuk membuka kesempatan bagi diri sendiri menjadi penguasaha.

Baik, hal ini tentu baik, karena kesempatan peluang harus dibuka sendiri, kesempatan atau opportunity tentu bukan hanya ditunggu melainkan dibuka sendiri.

Saya melihat bahwa ketika orang sejak muda ada yang sudah memiliki sikap yang berbeda terhadap uang, bahwa dia menganggap uang itu hanyalah alat untuk bisa berspekulasi dalam mengembangkan modal uang itu sendiri.

 Ketika orang-orang yang memiliki mindset bahwa uang adalah modal yang bisa dijalankan untuk melipatgandakan nilai uang itu sendiri, biasanya sejak muda sikap orang ini adalah sudah bisa menganggap bahwa uang hanyalah sebagai alat saja. Alat uang ini bisa ditaruh diputar dalam usaha, dalam investasi, dan bisa saja rugi besar, adakalanya dia untung adakalanya dia rugi, dan hal ini sudah biasa dialaminya, baginya kerugian bukanlah sesuatu yang bernilai bencana besar.

Namun ada lagi orang yang sejak kanak-kanak atau masa mudanya menganggap uang itu adalah semata bekal bertahan hidup.

 Dia berhati-hati benar terhadap uang ini, karena mungkin latar belakang keluarganya yang bukan pedagang/ pengusaha, latar belakang keluarga yang memperoleh uang dari hasil bekerja  keras/ atau bulanan gaji dari orang tua yang diberikan kepada anak muda ini untuk bekal sekolah, bekal menimba ilmu hingga sampai si anak muda kuliah ini dia tahu bahwa uang kiriman ortu penting untuk bayar kos, bayar makan, artinya uang kiriman yang sangat krusial bagi perjalanan menapak studinya. 

Maka tentulah bisa terpupuk dalam mindset orang muda ini bahwa uang bukanlah alat spekulasi, melainkan alat bertahan hidup. 

Uang menjadi pusaka keramat untuk menapaki kehidupan yang tentu tak bisa dijalani tanpa adanya uang.

Sikap dia terhadap uang tentu tidak bisa menganggap bahwa uang ini modal yang bisa ditaruh untuk berusaha, melainkan uang adalah alat untuk bertahan hidup. Apalagi jika sejak muda usia uangnya sudah ngepas sekali untuk bekal dia menapak studinya.

Semakin sedikit uang yang didapatnya dari kiriman atau dari honor kerjanya sembari sekolah/ kuliah, maka semakin mepet hidupnya, sebaliknya ketika pengalaman hidupnya mengajarkan bahwa semakin banyak uang yang diperoleh dari kerja dan kiriman ortu maka semakin leluasa hidupnya.

Hal ini pun terbawa ketika bekerja, yang dicari pertama adalah gaji besar sesuai pengalaman sikap dia terhadap uang yang sudah dipupuk mindset sejak masa kanak-kanak

Namun di lain sisi, ketika tumbuh dewasa maka orang muda yang tadinya sudah memiliki sikap bahwa uang adalah bisa menjadi alat spekulasi untuk meningkatkan nilai uang itu dengan diputar/ dijalankan/ dikulakkan barang mungkin,atau ditaruh pada barang atau pada pengembangan fasilitas jasa.

 Artinya dia menganggap bahwa uang bisa diinvestasikan untuk memutar barang, atau menjalankan jasa dan bentuk-bentuk investasi lainnya.

 Meski terkadang spekulatif sifatnya karena ada faktor untung dan rugi

 Namun sikap ini memupuk mindset tentang uang. 

Dia akan menganggap bahwa uang sebagai alat untuk bisa berusaha guna mengembangkan keuntungan.

 Orang muda jenis ini beberapa contoh kenyataan yang saya lihat pada masa dewasanya dia berani untuk memutar kapitalnya sendiri, rugi dan untung sudah dia rasakan ketika muda, baginya rugi dan untung bukanlah hal yang luar biasa.

Rugi bukanlah hal yang mengecewakan sangat, karena mungkin saat masa mudanya dia sudah merasakan secara mental mengalami rugi/ kerugian/ punya pengalaman menanggung kerugian akibat usahanya gagal, namun baginya hal ini tidak memberhentikan niatnya untuk tetap berupaya memutar modalnya.

 Ketika dewasa maka dia bisa mengembangkan sikap menganggap untung dan rugi hanyalah konsekuensi saja dari upaya berusaha.

Sebaliknya orang muda yang sejak muda tadi menganggap bahwa uang kiriman atau pendapatan uangnya adalah sebagai alat survival, alat bertahan hidup, sebuah pusaka yang dia pelajari sejak TK sejak SD bahwa sangu bekalnya adalah hal yang membuat dia survival sejak masa kanak-kanak, apalagi sudah tertanam mindset ini,- bahwa uang yang dia perolah dari ortu dari honor dia adalah pusaka untuk bekal bertahan hidup di lingkungan dia hidup- maka relatif sulit mengembangkan mindset bahwa uang yang dia kumpulkan dengan susah payah itu bisa berani dibuat berusaha, bisa ditanamkan , dikulakkan barang untuk dijual.

 "Oh, tentu terlalu riskan", pikirnya, karena mindset yang dibentuk sejak muda, sejak kuliahnya dulu adalah uang ini merupakan pusaka untuk bertahan hidup, ga ada uang=ga makan, ga ada uang maka ga kuliah, uang yang dia peroleh adalah pusaka hidupnya.

 Maka jika dia jangankan berusaha berdagang, melihat/ mendengar orang rugi saja sudah bias pikirannya, bias bahwa usaha dan rugi adalah rugi itu mengerikan.

Ketika melihat orang untung pun dia ragu, apalagi ketika melihat orang untung dalam berdagang kemudian terpuruk rugi di depan matanya, ini sama saja dengan dia melihat film horror, dia akan bersyukur bahwa uangnya tidak jadi dibuat usaha atau investasi. 

Uang gajinya akan tetap menjadi pusaka hidupnya.

Hal inilah yang menjadi alasan saya menuliskan topik simpel ini, tidak lain adalah untuk merefleksikan memantulkan kembali ke dalam tulisan ini tentang apa yang saya lihat sendiri.

Jika Anda yang kebetulan kesasar membaca tulisan ini, jika mau komentar boleh silahkan saja.

Pengalaman hidup tentu berlainan, yang saya tuliskan adalah pengamatan saya terhadap teman-teman semenjak muda, terhadap lingkungan dari kecil hingga dewasa.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Printable Coupons