![]() |
Foto : Mung Pujanarko sedang mengikuti Diklat ToT PIP BPIP Pelatihan bagi Calon Pengajar Diklat PIP Kualifikasi Madya Angkatan Tahun 2024 -> CPPIPKM2024 |
Harus saya akui ternyata saya suka sekali membuat catatan-catatan atau note serta review materi terhadap semua ilmu yang saya peroleh.
Ini mungkin hobby saya sejak saya kecil : Saya hobby membaca hingga saat SD kelas 3 SD saya sudah pakai kacamata. Saya pun hobby menulis. Jadi bukan karena saya rajin, tapi lebih karena saya suka. Ya buktinya lihat saja catatan- catatan saya di weblog saya ini sejak tahun 2011. Sebelum kenal weblog saya catat di beberapa website umum, namun sejak kenal weblog pribadi, lebih suka saya catat di web log pribadi ini.
Review materi Diklat Hari Kamis (21/8/2025)
Awal materi adalah uraian “ Materi Umum” dari Prof. Dr. Muhammad Sabri, M.A menerangkan mengenai Pancasila sebagai "Philosophische grondslag" adalah istilah bahasa Belanda yang berarti "dasar filosofis". Pancasila sebagai fondasi filosofis negara, yang digagas oleh Soekarno sebagai dasar negara yang kekal dan abadi. Pancasila, sebagai "philosophische grondslag", bukan hanya sekadar ideologi, melainkan juga cerminan dari jiwa dan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang mendasari pembentukan negara. Bisa dipahami dari uraian Prof. Dr. Sabri bahwa Philosophische grondslag adalah bersifat ‘meja statis’ atau statis sebagai titik tumpu, sebagai dasar pondasi.
Kemudian Pancasila sebagai Weltanschauung berarti Pancasila adalah pandangan hidup bangsa Indonesia. Pancasila sebagai Weltanschauung adalah pedoman dalam bertingkah laku dan berperilaku, baik dalam kehidupan pribadi maupun bermasyarakat dan bernegara. Pancasila sebagai Weltanschauung juga berarti bahwa nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila telah ada dan mengakar dalam budaya serta kehidupan masyarakat Indonesia, yang kemudian disepakati sebagai dasar negara. Prof Sabri mejelaskan Weltanschauung ini ibarat "Leitstar dinamis" dalam konteks Pancasila merujuk pada Pancasila sebagai bintang penuntun yang terus bergerak dinamis sesuai dengan perubahan zaman, bukan hanya sebagai dasar negara yang statis. Ini berarti Pancasila tidak hanya menjadi pedoman tetap, tetapi juga mampu memberikan arahan dalam menghadapi tantangan dan kemajuan zaman.
Analogi Prof Sabri yang saya pahami bahwa Pancasila adalah titik pergi dan titik pulang, titik awal dan titik akhir. Tentu filosofi ini membuat saya berpikir bahwa The Founding Fathers Indonesia (para bapak bangsa Indonesia di awal jelang kemerdekaan) kemampuan intelektualnya sudah mengantisipasi perkembangan dan perubahan Jaman, dengan uraian Bahwa Pancasila adalah Meja Statis dan Leitstar dinamis. Pancasila itu titik tuju dan titik temu. Jadi dari uraian Prof Sabri Pancasila itu alfa-omega. Alfa-omega bangsa ini, dia titik awal dan titik akhir. Bagi saya sebagai peserta penjelasan Prof Sabri ini menguraikan dengan jelas aspek Pancasila sebagai philosophische grondslag dan Pancasila sebagai Weltanschauung.
Kemudian Prof Sabri menjelaskan bahwa dalam prinsipnya manusia ingin meraih kebahagiaan. Jadi secara filosofis Res-publica atau republik ini bertujuan secara filosofis untuk meraih kebahagiaan bersama bagi seluruh bangsa. Baik dalam bidang kebahagiaan personal maupun negara. Secara filosofis Pancasila bertujuan untuk mewujudkan Masyarakat Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Materi berikutnya adalah Urgensi Etika Publik oleh R.P Dr. Johannes Haryatmoko, S.J yang mendasarkan pada Nilai-Nilai Pancasila yang penting adalah membumikan Nilai-nilai pancasila. Etika Publik dalam penjelasan Haryatmoko adalah Dasar pertimbangan/pedoman yang menentukan benar/salah, baik/jahat tindakankeputusan untuk mengarahkan kebijakan publik dalam rangka menjalankan pelayanan publik.
Etika Publik juga dikaitkan dengan Prinsip Modalitas yakni akuntabilitas dan transparansi serta Tindakan yaitu Integritas Pejabat Publik, Tujuannya adalah Pelyanan Publik yang Relevan dan Responsif.
Segitiga Kompetensi Profesional dalam Pelayanan Publik adalah terdapat hubungan antara Kompetensi Etika yang meliputi : Akuntabilitas, Integritas, Netralitas kemudian Manajemen Nilai, Penalaran Moral dan Etika Komunikasi serta ada Budaya Etika dalam Organisasi. Dan ada hubungan antara Kompetensi Teknis berupa Pengetahuan terspesialisasi, Pengetahuan tentang hukum, Manajemen Program & Strategis dan Manajemen Sumberdaya dihubungkan dengan Kompetensi Leadershíp yaitu Penilaian & Pencapaian tujuan, Ketrampilan manajemen hard/soft, Gaya Manajemen, Ketrampilan politik & negosiasi dan valuasi
Dr.Haryatmoko kemudian menjelaskan tentang Warganegara Kompeten yaitu Warganegera dengan punya Sikap Politik : Memiliki sikap politik yang didasarkan pada informasi yang memadai,
Hak-HakKewajiban : Menyadari hak-hak dan kewajiban sebagai Warganegara serta mampu merumus-kan masalah secara jelas dan memperjuangkannya dengan mengorganisir
Nilai sama : Penilaian kebijakan publik koheren dengan tetap mengacu ke nilai-nilai bersama yang mendasarinya (Pancasila scbagai landasan etika berbangsa)
Mengorganisir : Memahami kebutuhan/keprihatinan sesama warganegara: mengorganisir diri dan menentukan sarana efektif memperjuangkannya. Empat Cara: 1.Implementasi Pancasila: 2. Kerja Pro bono; 3.Kartu Pelaporan Warganegara (KPW)
Dari materi ini saya menangkap 6 (Enam) Manfaat/Kelebihan Logika Abduksi
1.Mendorong berpikir kritis dan kreatif secara bersamaan.
Abduksi memaksa untuk tidak sekadar mencari jawaban "pasti benar" (deduksi) atau "paling mungkin" (induksi), tetapi mencoba membangun hipotesis kreatif dari informasi yang terbatas. Cocok untuk problem solving terbuka, misalnya kasus etika, penelitian sosial, atau eksperimen sains.
2. Mengajarkan pengambilan keputusan dalam kondisi ketidakpastian
• Peserta belajar bahwa di dunia nyata, informasi sering tidak lengkap dan keputusan harus dibuatberdasarkan dugaan terbaik yang masuk akal.
Hal ini melatih toleransi terhadap ambiguitas kemampuan penting di abad 21.
3. Memperkuat keterampilan investigasi dan pencarian bukti
• Abduksi mendorong peserta bertanya "Mengapa ini bisa terjadi?" lalu mencari bukti yang dapat menguatkan atau melemahkan hipotesis.
• Ini selaras dengan metode ilmiah, tetapi lebih luwes karena mulai dari dugaan, bukan hanya dari data yang sudah terstruktur.
4. Membuka ruang dialog dan kolaborasi
• Karena hipotesis awal bersifat tentatif, peserta cenderung lebih terbuka untuk berdiskusi dan membandingkan penjelasan dengan teman.
• Diskusi ini membentuk learning community yang menghargai berbagai perspektif.
5. Menumbuhkan sikap ilmiah dan reflektif
Peserta belajar bahwa jawaban awal tidak final, dan perlu diuji terus-menerus.
• Membiasakan merevisi pandangan saat ada bukti baru -kebiasaan berpikir reflektif yangjarang dilatih oleh metode hafalan.
6. Cocok untuk pembelajaran berbasis kasus (case-based learning)
• Di pendidikan sejarah atau Pancasila, peserta menganalisis peristiwa dengan data terbatas untuk membangun narasi kemungkinan.
Materi berikutnya adalah “Pembimbingan Aktualisasi Nilai-nilai Pancasila" masih dengan Pemateri yang sama R.P Dr. Johannes Haryatmoko, S.J. dalam materi ini para peserta membuat kerja kelompok menggunakan logika abduksi. Kelompok saya sendiri mengangkat femomena peristiwa yang terjadi di masyarakat dianalisis dengan metode abduksi.
Kemudian sesi terakhir hari Kamis (21/8/2025) yaitu "Materi Metode Pembelajaran dan Penilaian" dengan Pemateri Drs. A. Nursalman, BA., M.Si., CI, MBT yang pada intinya mengajarkan kepada kami para peserta agar Memahami Teknik :
1. Menyusun RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (1 sd 2ToT PIP (saat ini) lembar-pp/word/excel:diserahkan kepada Panitia.
2. Membuat PPt (max 7 lembar)berisi tentang Mata Diklat yang dipilih (sesuai RPP yang disusun).
3. Micro Teaching berdasarkan PPt yang dibuat dan diserahkan kepada Panítia.
Hari Kamis (21/8/2025) ini kami para peserta kemudian dibagi kelompok untuk microteaching. (*)
Review hari Kamis side by side
Short version
Review Hari Kamis (21/8/2025)
Awal materi adalah uraian “ Materi Umum” dari Prof. Dr. Muhmammad Sabri menerangkan mengenai Pancasila sebagai "Philosophische grondslag" adalah istilah bahasa Belanda yang berarti "dasar filosofis". Pancasila sebagai fondasi filosofis negara, yang digagas oleh Soekarno, yakni Pancasila sebagai dasar negara yang kekal dan abadi.
Pancasila, sebagai "philosophische grondslag", bukan hanya sekadar ideologi, melainkan juga cerminan dari jiwa dan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang mendasari pembentukan negara. Bisa dipahami dari uraian Prof. Dr. Sabrti bahwa Philosophische grondslag adalah bersifat ‘meja statis’ atau statis sebagai titik tumpu, sebagai dasar pondasi.
Kemudian Pancasila sebagai Weltanschauung berarti Pancasila adalah pandangan hidup bangsa Indonesia. Pancasila sebagai Weltanschauung adalah pedoman dalam bertingkah laku dan berperilaku, baik dalam kehidupan pribadi maupun bermasyarakat dan bernegara. Pancasila sebagai Weltanschauung juga berarti bahwa nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila telah ada dan mengakar dalam budaya serta kehidupan masyarakat Indonesia, yang kemudian disepakati sebagai dasar negara. Prof Sabri menjelaskan Weltanschauung ini ibarat "Leitstar dinamis" dalam konteks Pancasila merujuk pada Pancasila sebagai bintang penuntun yang terus bergerak dinamis sesuai dengan perubahan zaman, bukan hanya sebagai dasar negara yang statis.
Ini berarti Pancasila tidak hanya menjadi pedoman tetap, tetapi juga mampu memberikan arahan dalam menghadapi tantangan dan kemajuan zaman. Analogi Prof Sabri yang saya pahami bahwa Pancasila adalah titik pergi dan titik pulang, titik awal dan titik akhir. Tentu filosofi ini membuat saya berpikir bahwa The Founding Fathers Indonesia (para bapak bangsa Indonesia di awal jelang kemerdekaan) kemampuan intelektualnya sudah mengantisipasi perkembangan dan perubahan Jaman, dengan uraian Bahwa Pancasila adalah Meja Statis dan Leitstar dinamis. Pancasila itu titik tuju dan titik temu. Jadi dari uraian Prof Sabri Pancasila itu alfa-omega. Alfa-omega bangsa ini, dia titik awal dan titik akhir sekali. Penjelasan Prof Sabri ini menguraikan dengan jelas aspek Pancasila sebagai philosophische grondslag dan Pancasila sebagai Weltanschauung.
Kemudian Prof Sabri menjelaskan bahwa dalam prinsipnya manusia ingin meraih kebahagiaan. Jadi secara filosofis Res-publica atau republik ini bertujuan secara filosofis untuk meraih kebahagiaan bersama bagi seluruh bangsa. Baik dalam bidang kebahagiaan personal maupun negara. Secara filosofis Pancasila bertujuan untuk mewujudkan Masyarakat Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
(review short version oleh Mung Pujanarko peserta Diklat ToT PIP BPIP, hari Kamis (21/8/2025)