cari kata

Senin, 25 September 2017

Equinox di Candi Cangkuang

Equinox di candi Cangkuang merupakan fenomena alam tersendiri.
Equinox adalah salah satu fenomena astronomi di mana Matahari melintasi garis khatulistiwa. Secara periodik peristiwa Equinox berlangsung dua kali dalam setahun, yaitu pada 21 Maret dan 23 September.

Saat equinox atau titik kulminasi Matahari tepat di atas Candi Cangkuang.

Saya mengalami fenomena equinox di Candi Cangkuang.




Unik Equinox di Candi Cangkuang











Kamis, 21 September 2017

Kawah Kamojang Geothermal

Masih di hari Kamis (14/9), saya berkesempatan mengunjungi kawasan pusat geothermal di Dataran Tinggi Kamojang, Garut, Jawa Barat.

Di kawasan Geo Thermal ini terdapat beberapa kawah, diantaranya adalah kawah Kereta Api, Kawah Hujan, dan kawah-kawah yang termasuk kawah Kamojang.

Kawah Kereta Api di geothermal park Kamojang ini merupakan kawah yang luar biasa karena menyemburkan uap panas setinggi hampir 30meter ke atas.

Uap panas ini menyembur kencang dengan suara semburan yang nyaring.


Pengunjung disarankan untuk tidak mendekati kawah Kereta Api di taman geo thermal Kamojang, karena selain uap panasnya bisa menyengat kulit, juga kencangya energi momentum semburan kawah Kereta Api di Kamojang geothermal park ini.



Keindahan Kamojang Hill Bridge

Pada hari Kamis (14/9) saya terpesona melihat keindahan Kamojang Hill Bridge, di kawasan dataran tinggi Kamojang, Garut, Jawa Barat.

Kamojang Hill Bridge ini sudah terlihat bentuknya yang khas dengan warna kuning menyala.

Letak strategis jembatan Kamojang Hill Bridge ini membuat jembatan ini menjadi daya tarik tersendiri bagi para traveller.







Jembatan berwarna kuning cerah ini membentang di atas ngarai Kamojang yang membentang di ketinggian.

Saya pun menyempatkan diri untuk sekadar berfoto selfie untuk kenang-kenangan perjalanan saya menyusuri dataran tinggi Kamojang.

Jembatan Kamojang Hill Bridge ini sungguh ikonik dan indah, karena letaknya di ketinggian kawasan Kamojang, Garut.





Candi Cangkuang di Leles, Garut

Pada tanggal 15 September 2017, hari Jumat, saya dan tiga rekan berkesempatan untuk mengunjungi candi Cangkuang.

Kebetulan setelah mengantar seorang rekan di Leles, Garut, saya dan tiga orang rekan yakni Mico (40), Akbar (25) dan Wina (25) kemudian pergi ke candi Cangkuang.

Letak candi Cangkuang ini di Leles, Garut, Jawa Barat.

Keunikannya adalah kita harus menggunakan rakit bambu untuk menyeberang ke 'pulau' Candi Cangkuang.


Karena letak Candi Cangkuang ini ada di seberang danau.

Candi Cangkuang ini dibangun pada abad ke -8 masehi.

Di dekat candi ini terhampar ratusan makam kuno.

Di dekat candi Cangkuang juga ada kampung adat bernama Kampung Pulo.

Keunikan Kampung Pulo ini adalah kampung ini terdapat beberapa larangan.



Diantaranya adalah : dilarang berziarah di hari Rabu, dilarang menambah jumlah kepala keluarga, dilarang memelihara hewan berkaki empat.


Cukup banyak wisatawan yang mengunjugi candi Cangkuang ini.



Sebagai peninggalan sejarah nusantara, maka tak ada salahnya berwisata ke candi ini.

Juga masyarakat sekitar turut melestarikan keberadaan candi ini.







Kamis, 14 September 2017

20 Aparatur Dinas Tenaga Kerja kab Bekasi ikuti Pelatihan Bahasa Inggris



Sebanyak 20 (duapuluh) orang aparatur  Dinas Tenaga Kerja, Kabupaten Bekasi, mengikuti Pelatihan Bahasa Inggris.
Pelatihan ini diadakan di Hotel Kamojang Green, Garut, Jawa Barat, pada hari Kamis (14/9).
Dalam pelatihan ini para peserta diharapkan mampu memiliki skill atau keahlian berkomunikasi secara verbal yakni secara lisan dan tulisan dalam bahasa Inggris.
Menurut pihak panitia pelatihan yakni Aji (45) menyatakan bahwa hasil akhir yang diharapkan adalah kemampuan berbahasa Inggris para aparatur terutama ketika ada tamu asing yang datang.
“Jika nanti ada tamu asing yang datang ke lingkungan Dinas Tenaga Kerja, maka bisa dilayani berkomunikasi dengan bahasa Inggris,” jelas Aji.
Sementara itu menurut salah seorang peserta yakni Zainul (26) menyatakan bahwa dirinya ingin bisa menguasai skill bahasa Inggris dengan baik.
“Saya ingin bisa bercakap-cakap atau conversation dalam bahasa Inggris,” ujar Zainul.
Nara sumber dalam pelatihan ini yakni Mung Pujanarko menyatakan pula bahwa kemampuan berkomunikasi bahasa Inggris dan bahasa Indonesia haruslah selaras dan sejalan.

“Karena kemampuan berbahasa verbal baik dalam bahasa asing dan bahasa Indonesia menjadi nilai tambah yang positif untuk pembinaan para aparatur negara,” pungkas Mung Pujanarko atau akrab dipanggil Imung itu .(*) 

Senin, 11 September 2017

Pengalaman Menggunakan Medsos



Tulisan ini saya ketik, ketika sedang menunggu jadwal masuk kelas. Biasanya waktu luang 10-15 menit saya isi dengan membaca atau menulis.

Inipun adalah jurnal saya pribadi, karena saya yakin bahwa tulisan-tulisan saya, bila saya baca ulang kelak akan menyegarkan ingatan saya kembali.

Saya berusaha mengingat-ingat kembali  pengalaman saya memakai media sosial (medsos).

Media sosial tidak banyak saya gunakan.

Akun FB (facebook) saya tidak punya.
Akun Twitter, saya punya, namun tidak aktif.

Akun Whatsapp punya, karena memang untuk mempermudah berkomunikasi seputar pekerjaan.

Saya lebih suka memilih bentuk media seperti whatsapp obrolan kelompok, karena homogenitas kesamaan dan ikatan primordial sesama anggota kelompok / grup yang saya anggap cocok bagi saya (subyektif).

Saya mengikuti beberapa grup whatsapp diantaranya grup alumni smp, alumni sma hingga alumni di bangku universitas.

Semuanya memiliki kesamaan ikatan primordial.

Juga ada grup w.a yang saya ikuti karena selera humor yang relatif sama, kesamaan minat.

Ada yang unik ketika  saya ikut dalam grup obrolan atau dikatakan grup komunikasi antar anggota yang ada di beberapa grup.

Di grup obrolan kelompok ada pengguna yang cenderung diam yang biasa dinamakan 'silent reader'.

Ada juga yang biasa mengunggah atau memposting teks, gambar serta video.

Posting yang biasa diunggah adalah seputar informasi umum seputar lowongan, dll.

Bisa juga informasi yang lucu-lucu atau humor.

Namun, memang komunikasi tulis ini merupakan ketrampilan yang sejatinya tidak semua orang pandai menguasainya.

Masyarakat sejak sewindu belakangan ini mulai asyik menggunakan bentuk  komunikasi verbal secara tertulis untuk mengekspresikan perasaan dan mengekspresikan pesan.

Komunikasi tulis ini menurut saya memiliki kekurangan dan kelebihan.

Komunikasi tertulis yang kini banyak digunakan masyarakat luas secara intens untuk mengobrol dan berkomunikasi dalam grup, saat berkomunikasi interaktif dengan dua, tiga empat dan lebih orang sekaligus  tidak ditunjang dengan komunikasi non verbal seperti gesture atau bahasa tubuh.

Komunikasi lebih efektif apabila ada dua unsur :

- Komunikasi verbal  
 -Komunikasi non verbal

Mimik wajah gerak tubuh sebagai bentuk komunikasi non verbal amat menunjang komunikasi verbal. 

Jadi ketika komunikator mengucapkan kata yang diiringi dengan gesture akan lebih efektif ditangkap oleh komunikan secara sirkuler timbal balik.

Namun dalam komunikasi kelompok antar pengguna aplikasi ngobrol atau chat, kurangnya emoticon yang tersedia menjadi kekurangan aplikasi komunikasi kelompok.

Kekurangan varian emoticon ini terkadang kerap kendala tersendiri. 

Jika mengobrol langsung, manusia biasa menggunakan bahasa tubuh seperti gerak, dan mimik untuk melancarkan isi pesan.

Namun dalam bentuk komunikasi tertulis yang diketikkan dengan bahasa tulis, tak jarang ada yang saling tersinggung ketika bahasa ucap berusaha seketika dirubah menjadi bahasa tutur tulisan, yang kekurangan makna gesture (non verbal) di dalamnya.

Berkomunikasi dengan tulisan (teks) tanpa menggunakan bantuan mimik wajah, intonasi, atau bahasa tubuh seperti halnya gerakan, memang tidak semudah seketika merubah bahasa ucapan lisan, seketika dalam bahasa tutur tulisan.

Kekurangannya ada pada 'sense', ada  'rasa' pada makna unik yang hanya bisa didapat ketika seseorang menggunakan bahasa verbal dan non verbal secara saling menunjang.

Maka kadang dalam pola komunikasi yang dituangkan dalam teks terutama ada medsos chat atau pada media teks interaktif, seringkali kehilangan rasa makna yang hendak disiratkan.

Karena tidak semua yang hendak ingin disiratkan bisa tersuratkan.

Tidak semua yang dapat tersirat dalam bentuk komunikasi langsung tatap muka secara langsung bisa seketika disuratkan. 

Untuk itulah jaman dahulu ada ilmu surat menyurat guna menyusun surat.

Siratan pesan dalam tulisan verbal dan non tulisan (non verbal) bisa berbeda maknanya seperti halnya pada yang tersurat. 

Bahasa tutur dengan makna yang lebih kekinian dengan banyak varian intonasi dan varian idiom akan lebih sulit untuk seketika dirubah menjadi bahasa tulis.

Meski tidak mutlak, melainkan relatif namun bentuk perubahan seketika atau dipaksa-nya bentuk bahasa ucap populer yang seketika diubah menjadi bahasa tulis,  ini banyak membuat miskomunikasi dalam sebuah obrolan di dalam kelompok.

Maka itu banyak orang (lebih banyak) yang memilih menjadi 'silent reader' atau pembaca diam dan tidak ikut jenjang obrolan karena enggan untuk berpikir dan menimbang beberapa unsur : unsur kepatutan/ kesopanan, juga unsur tenggang rasa, takut salah persepsi dalam menyusun kalimat, guna menyusun pesan yang tersurat.

Ketrampilan tulisan ini memang seyogianya dilatih dengan seringnya mengungkapkan ekpresi pesan melalui tulisan, sehingga berkomunikasi via tulisan akan menjadi hal yang mudah.

Belum lagi ketika perasaan emosi yang berbeda antara individu dalam menanggapi atau menerjemahkan isi pesan tulisan.

Dalam memahami perasaan ini akan lebih mudah saling memahami ketika komunikasi ditunjang dengan tatap muka langsung, menggunakan bahasa non verbal.

Namun demikian satu dekade belakangan ini masyarakat harusnya menjadi lebih pandai menggunakan bahasa tulis sebagai kebiasaan, karena lebih banyak membaca teks yang bersliweran di medsos. (*)





Sabtu, 26 Agustus 2017

Windy Guru SMP Terpadu Widya Duta yang Gemar Menulis


Hijab hijau pupus yang dikenakan Windy seorang guru SMP Widya Duta terlihat serasi dengan balutan busana yang dikenakannya, saat dia mengikuti pelatihan Jurnalistik di Hotel Amaris, Bekasi, Sabtu (26/7).

Dalam pelatihan jurnalistik itu Windy terlihat sangat serius dan tekun menyimak uraian nara sumber diklat yakni Mung Pujanarko.

Saking tertarik dengan ilmu yang diberikan tentang quick news, Windy bertanya secara detail tentang berita hoax yang marak bersliweran di dunia media sosial.

“Saya hendak bertanya bagaimana cara menangkal berita hoax yang sudah terlanjur muncul di media sosial, seperti halnya berita hoax garam bercampur kaca, yang ternyata adalah kebohongan ?,” tanya Windy dengan nada penasaran.

Atas pertanyaan tersebut, Mung Pujanarko selaku nara sumber menjawab bahwa ketika kita menjadi korban berita hoax, maka segeralah meng-counter atau menangkal berita hoax tersebut dengan berita quick news yang disajikan dengan fakta dan data, kemudian  sanggahan itu kita sebar luaskan untuk menangkal hoax yang telah muncul.

“ Maka itukita harus rajin dan tidak malas untuk menulis berita secara tepat, cepat dan akurat,” tutur Mung Pujanarko.

Di penghujung acara diklat Windy juga berkesempatan untuk praktik membuat blog serta mengunggah konten blog secara cepat. (*)

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Printable Coupons