cari kata

Minggu, 13 Juni 2021

Hari Minggu Belajar Bahasa Jepang🇯🇵 di Sekolah Alam

 Hari Minggu (13/6) pagi yang cerah para siswa-siswi Sekolah Alam Tunas Mulia Bantar Gebang kembali menekuni pelajaran dasar-dasar bahasa Jepang.





Dua orang senpai muda, Kayla Putri Maharani dan Rizky mengajar dasar bahasa Jepang untuk-untuk anak-anak di Sekolah Alam Tunas Mulia, di Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat.





Sudah selesai?

 Ada frasa yang menurut opini saya cukup aneh yakni "orang yang sudah selesai dengan dirinya"




Frasa ini didengungkan, di-pukau - kan, disanjungkan di mana ada kata-kata bijak. Di- idealkan.

Sebentar, saya berpikir jika orang ya orang.

 Orang selesai dengan dirinya ada maksud  bahwa ada beberapa orang yang memang mendapat pencerahan, kemudian dia pun menjadi tercerahkan. 

Karena saking terangnya cahaya pencerahan yang menyinarinya maka bayangannya sendiripun sirna. 

Namun kan langka. Ada, tapi langka pakai banget.

Orang ya kebanyakan adalah orang biasa saja. Ada emosi manusia yang dirasakan. Bayangan gelap tentu ada seiring pribadi.

Ada pun yang sudah tercerahkan ya memang eksepsional. Adapun yang susah tercerahkan ya jamak-lah alias banyak di dunia ini.😁


Kamis, 10 Juni 2021

PPWI Dukung Pembubaran Dewan Pers




Jakarta – Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) sangat mendukung rencana Pemerintah melalui Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menteri PAN-RB) tentang rencana pembubaran Dewan Pers bersama beberapa lembaga lainnya [1]. Di samping sebagai upaya penghematan anggaran negara, langkah itu dinilai amat strategis karena fakta lapangan menunjukkan bahwa Dewan Pers selama ini tidak memberi kontribusi bagi terwujudnya tujuan pembentukan lembaga tersebut [2].


Penegasan itu disampaikan Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA, kepada pewarta media ini ketika dimintai pendapatnya tentang rencana Pemerintah RI melikuidasi beberapa lembaga/badan yang selama ini dibiayai dengan anggaran negara. “Singkat saja yaa, saya dan PPWI mendukung 1000 persen pembubaran lembaga-lembaga itu, terlebih khusus Dewan Pers, lebih cepat lebih baik,” kata alumni PPRA-48 Lemhannas RI Tahun 2012 itu, Rabu, 9 Juni 2021.


Selama ini, lanjut Lalengke, Dewan Pers bukan menjadi pengembang kemerdekaan pers sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 15 ayat (1) UU No. 40 tahun 1999. “Tujuan dibentuknya Dewan Pers itu adalah untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional [3][4]. Nah, yang terjadi justru sebaliknya, lembaga yang saat ini dipimpin oleh seorang professor doktor itu malah menjadi penghambat utama kemerdekaan pers,” ungkap tokoh pers nasional yang getol membela para wartawan grass root ini, serius.


Bahkan dalam banyak kasus, katanya lagi, Dewan Pers berubah fungsi menjadi anjing penjaga alias backing para oknum penguasa dan pengusaha hitam yang selalu mengancam dan memenjarakan wartawan yang mengkritisi kebobrokan para oknum tersebut. “Kasus kematian wartawan media kemajuanrakyat.co.id, Muhammad Yusuf, pertengahan tahun 2018 di penjara Kota Baru, Kalimantan Selatan, akibat pemberitaan yang dibuatnya tentang ketidak-berdayaan masyarakat lokal terhadap kesewenang-wenangan pengusaha hitam Haji Isam, yang di-back-up oleh Dewan Pers, adalah pengalaman pahit bagi pers Indonesia yang tidak akan pernah dilupakan dalam sejarah Pers Indonesia [5],” beber Wilson Lalengke yang sempat memimpin pergerakan unjuk rasa damai ribuan wartawan dari berbagai pelosok nusantara ke gedung Dewan Pers pasca kematian Muhammad Yusuf tersebut.


Soal dugaan korupsi yang dilakukan para oknum di Dewan Pers telah pula dilaporkan ke pihak berwajib. Ini juga harus menjadi catatan penting bagi Pemerintah agar uang negara bisa diselamatkan dan digunakan untuk hal-hal yang lebih bermanfaat bagi masyarakat. “Sebenarnya terlalu banyak kebijakan dan perilaku para oknum lembaga Dewan Pers yang perlu dibeberkan sebagai alasan untuk pembubaran lembaga pembungkam pers itu. Silahkan di-google masing-masinglah yaa. Banyak tulisan kawan-kawan, termasuk analisis kritis terkait keabsahan kepengurusan Dewan Pers yang sudah dipublikasikan oleh TVRI beberapa waktu lalu [6]. Silahkan cari sendiri,” tutup mantan Kepala Sub Bidang Program pada Pusat Kajian Hukum Sekretariat Jenderal DPD-RI itu mengakhiri. (APL/Red)


*Catatan:*


[1] Menteri PAN-RB Akan Bubarkan Dewan Pers, Komisi Informasi, dan Komisi Penyiaran?; https://kumparan.com/hendra-j-kede/menteri-pan-rb-akan-bubarkan-dewan-pers-komisi-informasi-dan-komisi-penyiaran-1vuFTvpha0D?utm_source=kumApp&utm_medium=whatsapp&utm_campaign=share&shareID=Vte06dYLAhEV


[2] Gunakan Anggaran Negara Puluhan Miliar, Dewan Pers Wajib Diaudit; https://www.iglobalnews.co.id/2018/07/gunakan-anggaran-negara-puluhan-miliar-dewan-pers-wajib-diaudit/


[3] Baca Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, khususnya Pasal 15 ayat (1); http://www.bphn.go.id/data/documents/99uu040.pdf


[4] Mewujudkan Kemerdekaan Pers di Indonesia, Mungkinkah?; https://pewarta-indonesia.com/2019/08/mewujudkan-kemerdekaan-pers-di-indonesia-mungkinkah/


[5] Wartawan Tewas di Lapas, Keluarga M Yusuf Gugat Polisi dan Jaksa; https://nasional.tempo.co/read/1097940/wartawan-tewas-di-lapas-keluarga-m-yusuf-gugat-polisi-dan-jaksa/full&view=ok


[6] Keabsahan Lembaga Dewan Pers Dipertanyakan; https://pewarta-indonesia.com/2020/06/keabsahan-lembaga-dewan-pers-dipertanyakan/

Minggu, 06 Juni 2021

Semangat Belajar Anak-Anak Sekolah Alam Tunas Mulia Bantar Gebang

 Semangat Belajar Anak-Anak Sekolah Alam Tunas Mulia Bantar Gebang di hari Minggu (6/5), terlihat jelas. 

Meski sekolah alam ini letaknya persis bersebelahan dengan Gunung Sampah di kawasan tempat pembuangan sampah akhir Sumur Batu, Bantar Gebang, namun tetap semangat anak-anak yang tinggal dan bersekolah di Sekolah Alam ini tetap membara.

Anak-anak sekolah alam sejak pagi jam 09.00 sudah siap di kelas yang terbuat dari anyaman bambu ini untuk menerima pelajaran dari Senpai Kayla.








Senpai Kayla Putri Maharani dengan tekun mengajari anak-anak di Sekolah Alam Tunas Mulia di Sumur Batu Bantar Gebang.




Senin, 10 Mei 2021

Mindset Entrepreneur

 



Topik yang saya tuliskan di web log saya kali ini bukanlah merupakan sesuatu hal yang baru.

Saya tuliskan karena saya melihat adanya fenomena mindset dari orang yang berbakat dan berani menjadi pengusaha dan orang yang memang tidak/ belum menemukan bakat bahkan justru menjadi tidak berani menjadi pengusaha.

Selalu dalam setiap materi seminar dan workshop juga coaching-coaching tentang kewirausahaan adalah membahas keberanian untuk membuka kesempatan bagi diri sendiri menjadi penguasaha.

Baik, hal ini tentu baik, karena kesempatan peluang harus dibuka sendiri, kesempatan atau opportunity tentu bukan hanya ditunggu melainkan dibuka sendiri.

Saya melihat bahwa ketika orang sejak muda ada yang sudah memiliki sikap yang berbeda terhadap uang, bahwa dia menganggap uang itu hanyalah alat untuk bisa berspekulasi dalam mengembangkan modal uang itu sendiri.

 Ketika orang-orang yang memiliki mindset bahwa uang adalah modal yang bisa dijalankan untuk melipatgandakan nilai uang itu sendiri, biasanya sejak muda sikap orang ini adalah sudah bisa menganggap bahwa uang hanyalah sebagai alat saja. Alat uang ini bisa ditaruh diputar dalam usaha, dalam investasi, dan bisa saja rugi besar, adakalanya dia untung adakalanya dia rugi, dan hal ini sudah biasa dialaminya, baginya kerugian bukanlah sesuatu yang bernilai bencana besar.

Namun ada lagi orang yang sejak kanak-kanak atau masa mudanya menganggap uang itu adalah semata bekal bertahan hidup.

 Dia berhati-hati benar terhadap uang ini, karena mungkin latar belakang keluarganya yang bukan pedagang/ pengusaha, latar belakang keluarga yang memperoleh uang dari hasil bekerja  keras/ atau bulanan gaji dari orang tua yang diberikan kepada anak muda ini untuk bekal sekolah, bekal menimba ilmu hingga sampai si anak muda kuliah ini dia tahu bahwa uang kiriman ortu penting untuk bayar kos, bayar makan, artinya uang kiriman yang sangat krusial bagi perjalanan menapak studinya. 

Maka tentulah bisa terpupuk dalam mindset orang muda ini bahwa uang bukanlah alat spekulasi, melainkan alat bertahan hidup. 

Uang menjadi pusaka keramat untuk menapaki kehidupan yang tentu tak bisa dijalani tanpa adanya uang.

Sikap dia terhadap uang tentu tidak bisa menganggap bahwa uang ini modal yang bisa ditaruh untuk berusaha, melainkan uang adalah alat untuk bertahan hidup. Apalagi jika sejak muda usia uangnya sudah ngepas sekali untuk bekal dia menapak studinya.

Semakin sedikit uang yang didapatnya dari kiriman atau dari honor kerjanya sembari sekolah/ kuliah, maka semakin mepet hidupnya, sebaliknya ketika pengalaman hidupnya mengajarkan bahwa semakin banyak uang yang diperoleh dari kerja dan kiriman ortu maka semakin leluasa hidupnya.

Hal ini pun terbawa ketika bekerja, yang dicari pertama adalah gaji besar sesuai pengalaman sikap dia terhadap uang yang sudah dipupuk mindset sejak masa kanak-kanak

Namun di lain sisi, ketika tumbuh dewasa maka orang muda yang tadinya sudah memiliki sikap bahwa uang adalah bisa menjadi alat spekulasi untuk meningkatkan nilai uang itu dengan diputar/ dijalankan/ dikulakkan barang mungkin,atau ditaruh pada barang atau pada pengembangan fasilitas jasa.

 Artinya dia menganggap bahwa uang bisa diinvestasikan untuk memutar barang, atau menjalankan jasa dan bentuk-bentuk investasi lainnya.

 Meski terkadang spekulatif sifatnya karena ada faktor untung dan rugi

 Namun sikap ini memupuk mindset tentang uang. 

Dia akan menganggap bahwa uang sebagai alat untuk bisa berusaha guna mengembangkan keuntungan.

 Orang muda jenis ini beberapa contoh kenyataan yang saya lihat pada masa dewasanya dia berani untuk memutar kapitalnya sendiri, rugi dan untung sudah dia rasakan ketika muda, baginya rugi dan untung bukanlah hal yang luar biasa.

Rugi bukanlah hal yang mengecewakan sangat, karena mungkin saat masa mudanya dia sudah merasakan secara mental mengalami rugi/ kerugian/ punya pengalaman menanggung kerugian akibat usahanya gagal, namun baginya hal ini tidak memberhentikan niatnya untuk tetap berupaya memutar modalnya.

 Ketika dewasa maka dia bisa mengembangkan sikap menganggap untung dan rugi hanyalah konsekuensi saja dari upaya berusaha.

Sebaliknya orang muda yang sejak muda tadi menganggap bahwa uang kiriman atau pendapatan uangnya adalah sebagai alat survival, alat bertahan hidup, sebuah pusaka yang dia pelajari sejak TK sejak SD bahwa sangu bekalnya adalah hal yang membuat dia survival sejak masa kanak-kanak, apalagi sudah tertanam mindset ini,- bahwa uang yang dia perolah dari ortu dari honor dia adalah pusaka untuk bekal bertahan hidup di lingkungan dia hidup- maka relatif sulit mengembangkan mindset bahwa uang yang dia kumpulkan dengan susah payah itu bisa berani dibuat berusaha, bisa ditanamkan , dikulakkan barang untuk dijual.

 "Oh, tentu terlalu riskan", pikirnya, karena mindset yang dibentuk sejak muda, sejak kuliahnya dulu adalah uang ini merupakan pusaka untuk bertahan hidup, ga ada uang=ga makan, ga ada uang maka ga kuliah, uang yang dia peroleh adalah pusaka hidupnya.

 Maka jika dia jangankan berusaha berdagang, melihat/ mendengar orang rugi saja sudah bias pikirannya, bias bahwa usaha dan rugi adalah rugi itu mengerikan.

Ketika melihat orang untung pun dia ragu, apalagi ketika melihat orang untung dalam berdagang kemudian terpuruk rugi di depan matanya, ini sama saja dengan dia melihat film horror, dia akan bersyukur bahwa uangnya tidak jadi dibuat usaha atau investasi. 

Uang gajinya akan tetap menjadi pusaka hidupnya.

Hal inilah yang menjadi alasan saya menuliskan topik simpel ini, tidak lain adalah untuk merefleksikan memantulkan kembali ke dalam tulisan ini tentang apa yang saya lihat sendiri.

Jika Anda yang kebetulan kesasar membaca tulisan ini, jika mau komentar boleh silahkan saja.

Pengalaman hidup tentu berlainan, yang saya tuliskan adalah pengamatan saya terhadap teman-teman semenjak muda, terhadap lingkungan dari kecil hingga dewasa.

Minggu, 02 Mei 2021

Hari Pendidikan Nasional (2/5/2021) di Sekolah Alam dan Pondok Pesantren Tahfidz Alam Tunas Mulia

 Hari Pendidikan Nasional (2/5/2021) di Sekolah Alam dan Pondok Pesantren Tahfidz Alam Tunas Mulia Bantar Gebang ditandai dan diisi dengan pengajaran dasar-dasar Bahasa Jepang oleh dua senpai muda yakni Kayla Putri Maharani dan Putri Berlianda.

Kedua senpai muda ini adalah mahasiswi Sastra Jepang, motivasinya adalah agar para siswa dan santri di Pondok Pesantren Tahfidz Alam Tunas Mulia ini memiliki keahlian tambahan Bahasa Jepang sebagai Bahasa Internasional.







Letak geografis Sekolah Alam dan Pondok Pesantren Alam Tahfidz Tunas Mulia Bantar Gebang ini bersebelahan persis dengan gunung sampah di Tempat Pembuangan Sampah Akhir di Sumur Batu, Bantar Gebang, Bekasi.

Minggu, 18 April 2021

Nuansa Edukasi di Sekolah Alam

 







Nuansa edukasi kental terasa di hari Minggu pagi (18/4/2021) di Sekolah Alam dan Pondok Pesantren Alam Tahfidz, Tunas Mulia di Sumur Batu, Bantar Gebang.

Dua senpai muda yakni Kayla Putri Maharani dan Putri Berlianda hadir untuk mengajarkan dasar-dasar Bahasa Jepang untuk anak-anak di Sekolah Alam dan Pondok Pesantren Alam Tahfidz, Tunas Mulia.

Dua senpai muda ini mengajar dasar-dasar Bahasa Jepang secara sukarela agar anak-anak di sekolah Alam dan Ponpes Alam Tunas Mulia yang rara rata adalah anak-anak pemulung di Sumur Batu Bantar Gebang ini bisa memperoleh edukasi Bahasa Jepang dengan baik.







Kedua senpai muda yakni Kayla Putri Maharani dan Putri Berlianda berkualifikasi sertifikat N3 Bahasa Jepang. Keduanya juga tengah berupaya untuk lulus sertifikasi N2, sebagaimana standar untuk mahasiswa Sastra Jepang tempat mereka berdua berkuliah.

Dengan ilmu standar Bahasa Jepang, diharapkan anak-anak di Sekolah Alam dan Pondok Pesantren Alam Tahfidz, Tunas Mulia bisa mempraktikan ketrampilan berbahasa Jepang 🇯🇵

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Printable Coupons