cari kata

Jumat, 22 Juli 2011

Membangun Kinerja Humas yang Efektif


 
    Perencanaan Proses Kerja Kehumasan

Humas dewasa ini memliiki beberapa bagian yakni :

    Bagian Ceremony/ Acara/ Juru bicara
    Bagian Dokumentasi/ foto/ film
    Bagian Writing dan Editing
    Bagian Data dan Perpustakaan
    Bagian pelaksana CSR (Corporate Social Responsibility)
    Khusus Menangani Marketing Communication.
    Khusus menangani Client Relationship (Perbankan dll)

Selian itu profesi kehumasan juga memiliki ciri khas lain yang tidak dimiliki oleh bagian lain dalam sebuah organisasi. Kekhususan itu adalah fungsi Humas yang harus mampu menampung input selengkap-lengkapnya, bahkan Humas membutuhkan semua output dari seluruh bagian organisasi, misalnya dari bagian keuangan, bagian penjualan dan bagian customer service dari perusahaanya yang kemudian diolahnya menjadi sebuah output Humas yang berguna, baik bagi pimpinan, karyawan secara umum, serta juga kepada publik untuk mengkomunikasikan dan mensosialisasikan visi-misi sekaligus citra perusahaan tempatnya bekerja. Dalam proses perencanaan Humas harus melibatkan 6 unsur utama yang dikenal dengan metode HURRIER (Hearing, Understanding, Remembering, Interpreting, Evaluating and Responding)

1. Hearing. Dalam proses hearing petugas Humas memperoleh semua info dari briefing pimpinan, dalam hal ini level direksi serta komisaris tentang apa saja yang menjadi goal atau aim perusahan yang ingin di publikasikan atau agar diketahui oleh publik. Dan apa aja input yang berguna sebagai informasi yang patut diketahui oleh karyawan. Dalam proses hearing, petugas humas harus mampu membuat kesimpulan, menyusun bagan kerja (alur kerja), serta menyederhanakan persoalan yang kompleks di mata pimpinan. Jika klien Humas itu personal atau perseorangan, maka proses hearing bagi Humas adalah mengetahui dan mendengar langsung dari klien tentang apa saja visi dan misinya, dan bagaimana dirinya ingin memperoleh citra tertentu dari opini public yang mengarah pada tujuan pribadinya.

2. Understanding (pemahaman). Tahap berikutnya setelah hearing adalah understanding, dalam tahap perencanaan kerja seorang Humas juga diharapkan paham apa saja tupoksi atau tugas pokok dan fungsinya. Serta sejauh mana dirinya selaku humas dapat melangkah pada wilayah-wilayah kerja pimpinan, klien, ataupun bagian-bagian lain yang diperlukan inputnya oleh humas, demi tujuan membentuk citra dan opini publik .

3.Remembering (mengingat). Setelah memahami maka Humas wajib mengingat secara detail, point-point apa saja yang menjadi selling point dalam publikasi.

Angle atau sudut mana saja yang bisa dijadikan pijakan untuk membuat start yang bagus bagi pencapaian citra positif yang diinginkan oleh pimpinan atau kliennya. Kemudian yang tak kalah pentingnya bagi petugas Humas adalah secara detail mengingat pesan (message) yang akan dikirim kepada publik, sesuai dengan adagium “Katakan yang sebenarnya namun tidak semua yang benar dikatakan”.

4.Interpreting (penafsiran). Tingkat interpretasi dari masing-masing individu tidaklah sama. Namun seorang Humas harus mampu menginterpretasikan kemauan organisasi dengan prinsip “company interest come first”, atau kepentingan perusahaan paling utama. Untuk itu, dalam tahap planning, tingkat interpretasi terhadap proses planning itu sendiri untuk harus disamakan oleh setiap anggota tim Humas, dengan sikap yang positif.

5. Evaluating. Ada pepatah yang menyatakan “Gagal merencanakan berarti merencanakan kegagalan”. Tidak bisa dibiarkan rencana yang kurang matang dikerjakan, melainkan rencana tersebut juga harsu dievaluasi yang membutuhkan waktu dan tenaga tersendiri. Evaluasi terhadap planning bisa dengan teknik SWOT (Strength, weakness, opportunity dan Threat).

6. Responding. Dalam perancanaan pihak Humas harus mampu merespon dan memberi umpan balik kepada pimpinan terkait saran- saran apa saja yang cocok dpakai dalam sebuah program publikasi.

Setelah aspek HURRIER Model diterapkan dalam planning, maka semua anggiota tim humas, baik itu bagian dokumentasi, bagian master ceremony, bagian data menjadi lebih siap menjalankan tugasnya masing masing.

B. Program Kerja Humas

    Mengadakan survey atas opini public yang berkembang menyangkut image tentang organisasi, produk. Dalam tahap survey, Humas dapat bekerja sama dengan lembaga survey yang berkompeten. Atau melakukan survey sendiri.

    Mempelajari opini public yang berkembang. Setelah mengadakan survey maka opni public yang berkembang dibahas secara lengkap, diteliti aspek- aspek apa saja yang melatar belakangi perkembangan opini tersebut, serta menysun program kongkrit guna mengarahkan opini public demi kepentingan perusahaan,/ orgaisasi tempatnya bekerja.

    Mengadakan kontak dengan mitra kerja, baik itu event organizer, rekan wartawan, dan public figure guna dilibatkan dalam program publikasi, baik itu press conference, pameran, seminar ./(MICE).

    Mengirimkan pres release atau uraian singkat tentang acara yang akan digelar kepada, wartawan, sponsosr, mitra kerja stake holder, dan public figure yang akan dilibatkan dalam program publikasi tersebut.
    Memilih media yang akan digunakan. Dalam tugasnya untuk mempublikasikan sebuah event, Humas juga harus memilah dan memilih media mana saja yang akan diundang meliput. Menyangkut media elektronik mana saja, mencakup stasiun televisi dan radio, serta menentukan media cetak dari kelas pembaca mana yang akan diundang untuk meliput acara teesebut.

C. House Journal dan PR Writing

Membuat sebuah House Journal atau media jurnal sendiri adalah wajib bagi seorang Humas. Berikut jenis- jenis House and Public Journal bagi Humas :

    Brosur
    Leaflet
    Bulletin/ News Letter perusahaan & organisasi
    Press release
    Majalah
    Siaran audio visual

Sedangkan berdasar sifat terbitnya, Jacob Oetama selaku pakar media membagi jurnal media menjadi 4 empat sifat :

1.Jurnal Harian, (daily)

2. Jurnal Mingguan (weekly)

3. Jurnal Dwi Mingguan (biweekly)

4. Jurnal Bulanan (monthly journal)

Sedangkan untuk jurnal tiga mingguan dan jurnal tahunan (annual), belum termasuk kategori media yang efektif, baik itu bagi jurnalis maupun bagi Humas dalam membuat House and Public Journal.

Seddangkan sebagai skill wajib, membuat tulisan juga ada tekniknya. Tulisan pada umumnya juga dibagi menjadi 2 jenis yakni news dan feature.

Feature

Feature tunduk dan dibangun atas kaidah jurnalistik sastrawi atau gaya jurnalistik bertutur cerita. Itulah yang membedakan antara berita dan features, di mana berita lebih tunduk kepada kaidah jurnalistik hard news atau berita berat, yang cenderung singkat dan padat. Namun dengan kaidah jurnalistik sastra, feature bisa bercerita lebih panjang dan bertutur dengan gaya yang lebih akrab dan menarik untuk terus diikuti seakan kita bukan membaca sebuah berita namun membaca sebuah cerita true story.

Tom Wolfe sebagai pelopor jurnalisme sastrawi menekankan pentingnya unsur penceritaan dalam pelaporan berita. Dengan teknik penceritaan apa pun fakta yang dilaporkan akan dapat disimak oleh khalayak secara informasi dan imajinatif. Informatif berarti laporan berita itu sarat dengan informasi yang dibutuhkan. Imajinatif, berarti khalayak dapat melakukan rekonstruksi atau merangkaikan fakta atau peristiwa sesuai dengan daya imajinasi dan fantasinya. Khalayak tidak sekadar dilapori. Khalayak seolah-olah terlibat langsung dalam peristiwa yang dilaporkan itu. Maka dari itu dirangkum dalam disiplin ilmu jurnalistik ada 4 (empat) ciri utama Feature, yakni :

    Penyusun Adegan

Laporan disusun dengan menggunakan teknik bercerita adegan demi adegan, atau suasana demi suasana. Maka dari itu untuk melaporkan suatu peristiwa secara lengkap, kerja jurnalis lebih dari sekedar melaporkan fakta-fakta dan menyusunnya secara kronologis. Mereka harus melakukan pengamatan yang melebihi kerja reporter biasa. Mereka harus bisa, mencari fakta-fakta di balik rangkaian adegan dan peristiwa berita. Otomatis kerja para penulis feature lebih berat, karena lebih banyak diperlukan wawancara dari berbagai nara sumber, lebih banyak melakukan investigasi berdasarkan segi ilmiah dan logika. Kemudian menyusunnya ke dalam feature secara kronologis dari adegan per adegan.

    Dialog

Ciri yang kedua dalam penulisan sebuah feature adalah jurnalis harus mampu mencatat semua dialog secara utuh. Artinya dari sekian jumlah nara sumber yang diwawancara pasti menyampaikan sesuatu yang penting, untuk itu dialog yang bernilai news biasanya akan ditampilkan secara utuh demi kepentingan para pembaca. Melaui dialog, jurnalis bertujuan untuk memancing rasa keingin-tahuan pembaca.

    Sudut Pandang Orang Ketiga

Melalui sudut pandang orang ketiga ini jurnalis tidak hanya menjadi si pelapor ia bahkan kerap menjadi tokoh berita. Ia bisa berperan menjadi pelapor yang tahu jalannya peristiwa. Pembaca dilibatkan, diajak berada di tiap keinginan, pikiran, dan pengalaman yang terjadi. Piranti sudut pandang orang ketiga ini mempresentasikan setiap suasana peristiwa, melalui pandangan mata seorang tokoh yang sengaja dimunculkan. Dengan begitu pembaca diberitahu tentang perasaan nara sumber dan pengalaman emosionalnya yang terjadi saat itu.

    Mencatat Detail

Semua hal dapat dicatat secara detail, yaitu, perilaku, adat istiadat, kebiasaan, gaya hidup, pakaian, dekorasi rumah, dan meskipun itu aneka pandangan - pandangan lain yang bersifat sekilas. Berbagai tanda sosial itu menurut Tom Wolfe me- representasikan dasar pikiran dari perilaku, ekspresi, sampai harapan manusia dalam interaksinya dengan lingkungan sosialnya. Perekam detail- detail amatan jurnalis itu akan memberi kekuatan dalam pembuatan feature. Setiap detail laporan yang baik melambangkan setting komunitas sosial teretntu. Menyangkut, status dan prestise, meliputi pola perilaku dan ekspresi di berbagia posisi, juga pemikiran dan harapan sosial mereka.

Unsur-unsur Pokok Cerita Feature

Sebagai sebuah cerita, feature dibangun dengan berpijak kepada beberapa unsur pokok. Unsur-unsur pokok ini sebenarnya diadaptasi dari bentuk jusrnalisme sastrawi yang lebih condong kepada cara penulisan sebiuh story atau kisah. Berikut ketujuh unsur pokok tersebut

    Tema : tema adalah ide sebuah cerita. Pengarang dalam menulis cerita bukan sekedara mau cerita, melainkan mau menyampaikan sebuah ide kepada para pembacanya. Dalam feature ide sering mucul dari berbagai peristiwa berita yang sifatnya aktual dan faktual. Ide tidak didapat melalui imajinasi, namun diperoleh melalui informasi. Wartawan sebagai penulis cerita feature hanya berhak melakukan rekonstruksi dan visualisasi atas apa yang dilakukan oleh tokoh cerita sesuai dengan setting peristiwa yang terjadi.
    Sudut pandang : Point of Views atau sudut pandang pada dasarnya adalah visi seorang penulis untuk melihat kejadian cerita. Penulis yang pandai akan menentukan pilihan siapa tokoh yang harus bercerita, sehingga ia mencapai efek pada ide yang hendak diceritakannya. Ada 4 (empat) sudut pandang yang asasi atau biasa ada dalam cerita feature yakni (a) Omniscent point of view (sudut pandang yang berkuasa), (b) Objective point of view (sudut pandang yang obyektif), (c) Point of view orang pertama dan (d) point of view peninjau)
    Plot : Plot bukan jalan cerita. Jalan cerita hanya manifestasi atau bentuk wadag dari plot. Plot adalah yang merekam cerita, plot seperti roh cerita itu. Plot itu sendiri terdiri dari lima situasi yakni, elemen, pengenalan, timbulnya konflik, konflik menuncak, klimaks, dan solusinya.
    Karakater :Sebagai cerita, feature harus memiliki karakter atau watak. Penulis yang berhasil menghidupkan tokoh- tokoh dalam features akan dengan sendirinya meyakinkan keberadaan cerita tersebuit. Kita bisa mengenali karakter dalam sebuah cerita melalui : (a) apa yang diperbuat, tindakan-tindakannya, (b) melalui ucapan- ucapannya, (c) melalui penggambaran fisik tokoh seperti bentuk tubuh, wajah, dan cara berpakaian. (d) melalaui pikiran- pikirannya, (e) melalui penerangan langsung.
     Gaya : gaya adalah cara khas pengungkapan seseorang penulis. Cara bagaimana seorang penulis memilih tema, persoalan, meninjau persoalan dan menceritakannya dalam sebuah features, itulah gaya seorang pengarang.
     Suasana : Tiap feature ditulis dengan maksud tertentu. Suasana dalam features membantu menegaskan maksud. Di samping itu suasana juga merupakan pesona sebuah cerita
    Setting /lokasi : Setting dalam dunia cerita features bukan hanya back ground. Melainkan dari setting wilayah tertentu harus bisa dihaslikan perwatakan yang bagus untuk menarik minat pembaca. Setting amat menentukan jalannya cerita misalnya bencana alam, tragedi kemanusiaan kelaparan dan lain sebagainya.

Dasar-dasar Penulisan Berita

Setelah  memahami kaidah- kaidah dalam features, berikut panduan dalam menulis berita atau jurnal yang disebut ilmu jurnalistik. Yang pertama, Istilah jurnalistik sendiri berasal dari kata ‘journalistiek’ dalam bahasa Belanda atau ‘journalism’ dalam bahasa Inggris. Keduanya berasal dari bahasa latin ‘diurnal’ yang berarti harian atau setiap hari. Sementara News atau Berita berarti menyatakan adanya informasi atas sesuatu yang baru atau new. Jika digabung maka dalam setiap hari sebuah berita harus menyajikan informasi sesuatu yang baru dan menarik.

 Informasi atau News yang berisi Fakta ini pada mulanya adalah tersembunyi dari pengetahuan publik, dan baru bisa digali oleh wartawan dengan menerapkan ilmu jurnalistik setelah melakukan investigasi dan wawancara terhadap narasumber.

Pedoman umum dalam menulis berita adalah :

1. Tidak boleh melakukan opini pribadi. Berita yang disajikan hanyalah fakta yang mengandung kebenaran.

 2. Unsur 5 W 1 H atau yang disebut juga Teori Harold Laswell mutlak diperlukan yakni:

    

       Who

       What

 Where

 When

 Why

 How

    Penulisan berita harus tepat, ringkas, jelas, sederhana, dan dapat dipercaya.

4. Naskah berita harus lugas dan mengandung daya gerak.

Berita atau News ditulis berdasarkan teori piramida terbalik ataupun piramida tumpuk terbalik

 Berita straight news atau berita langsung biasanya ditulis dengan gaya piramida terbalik, dimana semua yang dianggap paling penting diletakkan dalam lead atau intro. Piramida terbalik diperlukan agar khalayak yang biasanya sibuk tetap bisa mengetahui peristiwa penting terjadi dengan gerak baca yang relatif cepat. Gaya piramida terbalik juga memudahlan para redaktur, editor atau produser (dalam media elektronik) untuk memotong bagian yang kurang penting yang terletak dalam bagian bawah berita, hal ini berlaku terutama pada media cetak seperti majalah dan surat kabar.

 Namun dalam prakteknya, gaya piramida terbalik dan ketentuan untuk memasukkan unsur 5W 1H tidaklah selalu ditaati. Karena bila semua berita ditulis dengan gaya pramida terbalik maka akan menjadi kurang variatif. Lagi pula pula unsur 5W 1H bila dimasukkan semua pada lead maka akan lead akan memuat 20 kata. Sedangkan lead yang ideal hanya memerlukan antara 10 sampai 15 kata. Menurut Sudirman Tebba kepala Litbang ANTV dalam bukunya “Jurnalistik Baru”, 2007, mengatakan ada beberapa contoh lead antara lain lead kata seru (lead excalamation), lead bertanya, lead kontras (contrast lead) dan lead kutipan atau quotation lead.

Kemudian adanya berita (news) berdasarkan struktur piramida bertumpuk terbailik atau ada pula yang menyebut teknik penulisan dengan bergelombang. Yang dimaksud dengan teknik penulisan berita secara piramida tumpuk terbalik yaitu tidak semua unsur penting dalam berita disatukan dan ditempatlkan dalam bagian lead. Tapi disebar dalam semua bagian berita. Jadi dalam setiap paragraf atau alinea ada unsur penting, sehingga pembaca tertarik mengikuti seluruh isi berita tersebut.

 Misalnya :

Ribuan mahasiswa dari berbagai perguran tinggi se-Jabotabek menggelar aksi unjuk rasa di gedung MPR/ DPR RI Senayan Jakarta hari Jumat pagi (8/9) kemarin. Unjuk rasa mahasiswa ini merupakan unjuk rasa yang terbesar dalam tahuan ini.

       Unjuk rasa itu dilakukan untuk menentang keputusan pemerintah untuk mengadakan impor beras, yang telah disetujui oleh DPR. Mahasiswa menilai impor beras menambah penderitaan bagi para petani yang mulai merasakan harga gabahnya turun tajam.

       Dalam aksi ini para mahasiswa juga melakukan aksi teatrikal untuk menggambarkan nasib para petani yang kian terjepit, selain oleh kenaikan harga barang juga turunnya harga gabah, akibat beras impor. (*)

Pada berita itu unsur- unsur yang penting diseber dalam setiap alinea yaitu unsur What (unjuk rasa), Who (mahasiswa), Where (di depan gedung MPR/DPR RI Senayan Jakarta),When (Jumat (8/9) pagi) ditempatkan dalam bagian lead. Sedangkan unsur Why (menentang keputusan impor beras) diletakkan di alinea kedua dan How (juga diisi dengan aksi teatrikal) ditulis di alinea terakhir. Kalau mengikuti struktur piramida terbailik yang konvensional maka berita itu bisa ditulis :

 Ribuan mahasiswa dari berbagai Perguruan Tinggi se- Jabotabek melakukan aksi unjuk rasa secara besar- besaran di depan gedung DPR/ MPR RI Senayan Jakarta, hari Jumat (8/9) pagi kemarin untuk menentang keputusan pemerintah yang akan mengimpor beras. Unjuk rasa juga diselingi oleh aksi teatrikal.

 Beda antara straight news dan features.

Straight news dilakukan oleh jurnalis dengan melakukan laporan berdasarkan kejadian yang berlangsung pada hari itu/saat itu saja. Sementara running news yang nerupakan kelanjutan dari straight news dilakukan apabila berita itu cukup menarik kemudian ditulis dengan pengembangan fakta terbaru di hari berikutnya, ini bila dalam media cetak.

Sedangkan Features ditulis apabila jurnalis menemukan sebuah fenomena kejadian, atau kondisi yang memiliki nilai berita human interest yang tinggi. Menurut Mc Kinney dari Denver Post, features ialah sebuah tulisan yang berada di luar tulisan yang bersifat secara langsung di mana pegangan 5 W 1 H dapat dilakukan secara fleksibel. Features dapat ditulis dengan gaya piramida atau kronologis. (*)

Oleh : Mung Pujanarko ; www.suararakyatindonesia.com, www.pewarta-indonesia.com


0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Printable Coupons