cari kata

Senin, 30 April 2012

Ojo Gumunan lan Ojo Kagetan Decoded

Orang Jawa yang telah jawa (mengerti) biasanya cukup berpesan pada orang-orang terdekatnya dengan sebuah frasa nasehat : “ojo gumunan lan ojo kagetan”.
Apa meaning dari message falsafah Jawa yang sudah berusia ribuan tahun ini ?
 Gumunan dalam bahasa Indonesia berarti adalah mengagumi atau suka/gampang terlalu mengagumi,-bisa gampang kagum pada seseorang atau pada benda-, dan kagetan berarti suka terkaget-kaget.
Falsafah Jawa ini sangat dalam mengupas kecenderungan hati manusia.
Bila kita teliti, frasa kalimat falsafah ini selalu didahului dengan frasa “ojo gumunan” terlebih dahulu, baru kemudian “ojo kagetan” yang mengikutinya. Frasa ojo gumunan diletakkan terlebih dahulu dari frasa ojo kagetan, ini decode-nya memiliki makna sebab-akibat.
Pada penanda ojo gumunan artinya jangan mudah terampasnya perhatian untuk kekaguman pada seseorang atau sesuatu. Gumunan atau mengagumi seseorang/sesuatu dapat mereduksi kesadaran diri akan kebesaran Yang Maha Kuasa, karena mengagumi kepada makhluk ciptaan-Nya.
Terlalu berat? Oke yang ringan saja ; jika kita kagum kepada seseorang pada hakekatnya juga melupakan potensi diri yang diciptakan sama oleh Sang Maha Pencipta. Memetik hikmah dari seseorang boleh, terlampau kagum, sebaiknya jangan.
 Dan kagetan adalah efek ketika yang dikagumi ternyata mengecewakan atau ternyata tidak sesuai dengan harapan yang mengagumi.
Bulan April 2012 ini ada contoh yang baik sekali ketika artis Justin Bieber asal Amerika tiba-tiba merendahkan Indonesia dengan pernyataannya “some random country” dan merendahkan kemampuan musik studio rekaman Indonesia dengan mangatakan “mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan”.
Selanjutnya reaksi orang yang mengagumi Justin Bieber menjadi terkaget-kaget, "lho kok bisa ?", "Lho kok gitu?!" dan bahkan banyak yang balas menghujat artis muda Amerika ini di jejaring sosial.
 Dalam falsafah Jawa sebenarnya sikap atau reaksi yang datar-datar saja dari orang Indonesia bisa dicapai ketika orang tidak terlalu gumun kepada Justin Bieber, tidak teramat mengagumi, maka tidak akan terkaget-kaget ketika artis muda itu berkata bernada negatif. 
Menanggapinya datar, karena kita tidak gumun pada artis itu, maka tidak akan kaget dengan apa saja ucapan dan tindakannya sebagai sifat manusia biasa. Rasa sebal mungkin iya, tapi kaget bahkan shock tidak sama sekali.
Gumunan dan kagetan adalah dua sifat yang saling susul-menyusul, sebagai rangkaian dari sebab dan akibat. Setelah gumun pada seseorang, maka akan diikuti dengan kaget, ketika yang dikagumi meleset dari harapan. Jika beberapa waktu lampau ada marak khalayak gumun terhadap seorang penceramah yang berwajah tampan dan pandai bertutur kata dan pandai menyanyi, namun kemudian ketika penceramah tersebut melakukan poligami, maka khalayak menjadi kaget, tercengang.
Padahal kalau khalayak biasa-biasa saja dan hanya menyimak baik-baik apa yang didakwahkan, tanpa terlampau mengagumi sosok orangnya, maka dimungkinkan tidak akan terkaget-kaget ketika penceramah tersebut ternyata menikah lagi. Kita sebagai khalayak akan bersikap biasa saja, karena kita tidak mengagumi orangnya, melainkan hanya menyimak seruan Tuhan, dalam dakwahnya, tidak lebih dari itu.
Dalam penanda yang tertuang dalam frasa ojo gumuman lan ojo kagetan mengingatkan orang agar tidak mudah gumunan (mengagumi) seseorang atau mengagumi sesuatu, untuk kemudian tanpa rasa kaget ketika yang dikagumi ternyata ya manusiawi yang tidak luput dari sifat-sifat manusia biasa dan bendawi biasa yang mudah binasa.
Jadi begitulah ‘ojo gumunan lan ojo kagetan’ sebagai penanda dalam falsafah Jawa decoded. (*)

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Printable Coupons