ABSTRAK
Masa sekarang ini adalah era kebebasan informasi. Dimulai sejak rezim orde baru tumbang, dunia pers dan jurnalistik makin maju. Era kebebasan pers ini kemudian melahirkan banyak media baru baik cetak maupun elektronik. Dan yang ingin dikaji dalam penelitian ini adalah media berita dot.com . Munculnya situs berita dotcom ini kemudian bertemu dengan munculnya fenomena berupa Citizen Journalism (Jurnalisme Warga) dengan aktivisnya para CJ (Citizen Journalist) atau pewarta warga.
BAB I
PENDAHULUAN
Apa itu pewarta warga atau Citizen Journalist ? Menurut Wilson Lalengkey, Ketua Umum PPWI (Persatuan Pewarta Warga Indonesia) dalam, makalahnya ;“Beberapa Pemikiran Tentang Pewarta Warga”, 2006 mengatakan bahwa pewarta warga adalah : “Warga masyarakat yang turut aktif menuliskan berita, opini, dan artikel ke dalam situs berita atau jejaring sosial yang berfungsi memberikan informasi kepada khalayak”. Sedangkan Citizen Journalism adalah Jurnalisme Warga, yakni kegiatan jurnalistik oleh dari warga oleh warga dan untuk warga.
Selanjutnya menurut Ali Imron Hamid selaku Redaktur Pelaksana situs www.koran-jakarta.com dalam tulisan “Asyiknya Menjadi Pewarta Warga” yang dimuat dalam situs www. newsflashjakarta.com (12 Januari 2010) menyatakan bahwa Pewarta Warga adalah orang yang membuat laporan berita baik cetak dan elektronik dalam bentuk tulisan, suara dan visual yang dibuat oleh warga dan untuk warga tanpa terpengaruh oleh trend berita”.
Fenomena Citizen Journalism sendiri adalah termasuk dari bagian ilmu komunikasi. Secara umum komunikasi dapat diartikan sebagai proses mengirimkan dan menyampaikan pesan untuk mencapai pemahaman bersama.
Dalam “The Elements of Journalism” (April 2001) karya Bill Kovach dan Tom Rosenstiel, menyatakan semua aliran jurnalisme, tugas pokoknya dalah “memantau kekuasaan dan menyambung lidah mereka yang tertindas.” Praktiknya sinonim dalam kerangka ikut menegakkan demokrasi.
Dengan munculnya fenomena Citizen Journalism (Jurnalisme Warga) dalam ranah ilmu jurnalistik, maka menarik untuk dikaji apakah ada hubungan antara aktivitas pewarta warga (citizen journalist) dengan tumbuhnya situs-situs berita independen di dunia internet yang ada di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Apa itu Citizen Journalism? Bagi kebanyakan masyarakat istilah ini sama sulitnya dengan memahami ilmu jurnalistik itu sendiri. Sebenarnya melalui aktivitas Citizen Journalism (Jurnalisme Warga), maka seorang Citizen Journalist (pewarta warga) selaku warga negara bisa dengan mudah menyalurkan aspirasi dan tulisan-tulisan yang merupakan bentuk berita (news), atau features (artikel minat insani) dan opini masyarakat, demi tercapainya amanat konstitusi Republik Indonesia terutama pasal 28F UUD 1945, yang menjamin kebebasan berserikat dan berpendapat, karena ini adalah amanat konstitusi kita.
Menurut Konsep Ilmu Jurnalistik, Citizen Journalism (Jurnalisme Warga) dapat membimbing Warga Negara agar mudah menyalurkan pendapat, baik lisan dan tulisan guna melaporkan atau membuat berita (news), Feature (Artikel Minat insani), dan Opini agar tercapainya masyarakat madani (Civil Society) yang demokratis.
Citizen Journalist atau Pewarta Warga adalah : Warga Negara yang melakukan kegiatan berkomunikasi guna menyalurkan aspirasinya, baik berupa berita (news) dan feature (Artikel Minat insani), yang berdasarkan fakta yang ada dan bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya, serta opini warga yang menyangkut hajat hidup orang banyak yang ditampung dan disalurkan melaui media massa baik cetak dan elektronik. Karena kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat dijamin oleh pasal 28 F, UUD 1945 yang merupakan Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka semua warga negara tanpa ada diskriminasi SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan) dapat bebas tanpa rasa takut untuk mengeluarkan pendapatnya (Pujanarko, 2010).
Sementara, Citizen Journalism adalah sebuah konsep pemikiran ilmu, dengan etimologis kata berakhiran ‘isme’ atau ‘ism’ yang berarti merupakan sebuah cabang pemikiran atau aliran intelektual. Tentu saja warga yang berkiprah dalam Citizen Journalism (Jurnalisme Warga) haruslah terlebih dahulu memahami dengan baik dan benar konsep Citizen Journalism. Citizen Journalism merupakan bentuk ‘way’ bahkan ‘ high way’ atau jalan besar -yang seharusnya bebas hambatan- agar rakyat dapat menyalurkan semua bentuk komunikasi, baik lisan dan tulisan pada media massa baik, cetak dan elektronik agar tercapai Indonesia yang Demokratis (Pujanarko, 2010).
Sedangkan landasan Demokrasi mutlak bagi syarat tumbuh dan berkembangnya Citizen Journalism. Demokrasi sendiri dipahami sebagai konsep hidup bangsa yang sadar bahwa aspirasi warga haruslah mendapat perhatian karena ada pepatah Vox Populi, Vox Dei artinya suara publik adalah suara Tuhan (pengertian Demokrasi: Wikipedia:2010). Contohnya; apabila publik menuntut keadilan, maka Tuhan telah terlebih dahulu berkehendak keadilan Universal. Jika publik mengecam korupsi, maka Tuhan telah terlebih dahulu melarang manusia untuk korupsi dan mencuri. Jadi suara rakyat banyak akan sebuah nilai-nilai yang mulia (divine virtue) datang dari Tuhan.
Namun yang perlu dipahami, pengertian suara publik di sini benar-benar merupakan suara hati nurani publik, bukanlah rekayasa dan diatur oleh kehendak ambisi pribadi-pribadi yang mampu menggerakkan massa. Kalau sudah terjadi rekayasa, maka istilah Vox Populi-Vox Dei menjadi buram dan mudah diplesetkan. Contohnya jika penguasa yang memiliki ambisi pribadi menggerakkan massa rakyatnya agar bersuara, maka hal itu bukanlah kehendak masyarakat secara natural. Namun jika masyarakat menginginkan sesuatu yang bersifat natural serupa keadilan dan kemakmuran, maka jelas hal tersebut datang secara natural dari hati nurani masyarakat.
Rumusan Masalah adalah :
1. Munculnya fenomena citizen journalism.
2. Munculnya kesadaran masyarakat untuk menyuarakan pendapatnya melalui berbagai media, baik lisan maupun tulisan apakah itu bersifat opini, berita dan feature (artikel), juga audio visual.
3. Munculnya banyak situs berita dotcom di internet yang kini siap menampung semua aspirasi warga dari kegiatan citizen journalism, situs berita ini diantaranya adalah www.pewarta-indonesia.com, dan beragam situs lainnya.
4. Munculnya kebiasaan menulis berita oleh warga dalam blog, dan situs jejaring sosial.
C. Tujuan Penelitian
Penulis menggali ada atau tidaknya hubungan antara aktivitas pewarta warga (Citizen Journalist) dan eksistensi situs berita di internet -yang selama ini bisa disaksikan sendiri melalui internet-, berbagai situs berita dotcom itu mengakomodasi tulisan pewarta warga. Ada atau tidaknya hubungan antara variabel aktivitas pewarta warga dengan kata lain kegiatan citizen journalism dengan variabel situs berita dotcom di internet perlu diteliti, karena di masyarakat terjadi minat untuk membat tulisan yang bersifat informatif dan berguna bagi orang lain melalui aneka situs internet.
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian yang pertama bisa dipakai sebagai alat ukur bagi bisnis media dotcom untuk mengevaluasi dan memahami aspirasi masyarakat yang memanfaatkan dunia internet terutama melalui situs- situs di internet. Dunia bisnis dotcom saat ini berkembang pesat di tanah air, untuk itu pelaku bisnis perlu dapat menilai apakah fenomena pewarta warga (Citizen Journalist) ini menguntungkan atau tidak bagi perkembangan bisnis media dotcom di tanah air. Kegunaan yang kedua adalah bagi pelaku jurnalisme warga sendiri, adalah untuk bisa mengetahui ada tidaknya kesempatan untuk mengirimkan hasil karya jurnalistiknya kepada beragam media yang ada di internet. Kemudian tujuan penelitian yang terakhir yang diharapkan dari peneliti adalah menjaring minat sebanyak-banyaknya dari pewarta warga karena, demi berkembangnya wawasan akan kekayaan intelektual Warga Negara Indonesia sendiri.
E. Sistematika
Sistematika penelitian menggunakan metode analisa kualitatif dari wawancara mendalam dengan sumber- sumber yang terdiri dari :
1. Informan utama : yakni orang-orang yang melakukan aktivitas kegiatan Citizen Journalism yakni para Citizen Journalist (Pewarta Warga), anggota dari PPWI (Persatuan Pewarta Warga Indonesia).
2. Informan Internal : yakni pemimpin redaksi sejumlah media dot com yang mengakomodasi citizen journalism.
BAB II
Kerangka Teori
Peneliti memakai landasan Teori : Teori Media dan Teori Masyarakat yang dikemukakan oleh Dennis McQuail dalam Bukunya "Mass Communications Theory" (2005). McQuail menekankan bahwa antara Media, Masyarakat dan Kebudayaan berkaitan erat baik dalam hubungan bahkan konflik di antara ketiga aspek ini. Untuk lebih menjelaskan hubungan antara ketiganya McQuail mengutip pendapat Rosengrem (1981) tentang tipologi sederhana untuk mendefinisikan apakah media berkaitan dengan asas : "struktur sosial mempengaruhi kebudayaan” atau kebalikannya yakni “ kebudayaan mempengaruhi struktur sosial".
Jad bila kita pikir bahwa media massa adaah aspek dari masyarakat, maka pilihan dari materialisme dapat dihadirkan di sini. Dengan kata lain barang siapa yang mengendalikan media maka dapat memilih atau membatasi apa yang bisa mereka perbuat. Ini adalah esensi dari posisi Marxisme yang kemudian diambil pula oleh asas kapitalisme. Baik Marxisme maupun kapitalisme pada pokoknya kedua pemeluk ideology ini saling berebut pengaruh melalui media massa.
Bila kita pikir bahwa media adalah menerangkan segala sesuatu lebih dari kebudayaan ini berarti adalah mengindikasikan asas idealisme, kebalikanya dengan otonomi.
Dari sini dikatakan oleh McQuail bahwa media dapat menjadi sarana pengekangan namun juga dapat menjadi sarana pembebas, bisa menyatukan juga bisa memecah belah masyarakat (McQuail,81;2005).
Menurut McQuail dalam teori media dan teori Masyarakat, Komunikasi Masa Sebagai Proses Sosial, Perantara dari Hubungan Social dan Pengalaman
Mediasi (perantara) adalah bentuk dari relationship atau hubungan. Hubungan yang diperantarai lewat media massa biasanya adalah berjarak, lebih bersifat tidak pribadi dan lebih lemah daripada ikatan pribadi. Media massa seharusnya tidak memonopoli arus informasi yang kita terima dari semua hubungan sosial kita yang luas. McQuail mengutip Thompson (1993;1995) tentang dua type interaksi lewat media. Yang pertama ;Interaksi melalui perantara media dan yang kedua “mediated quasi interaction” yakni media menciptakan atmosfer baru bagi hubungan sosial kemasyarakatan.
Media dotcom juga berfungsi sebagai:
1. Sebagai jendela dari peristiwa dan pengalaman, yang memperluas cakrawala dan membuat kita mampu untuk melihat kita, tanpa campur tangan orang lain.
2. Sebagai cermin dari peristiwa yang terjadi di masyarakat, meskipun sudut dan posisi cermin itu dikendalikan oleh orang lain.
3. Sebagai filter atau gate keeper atau dengan kata lain sebagai penyaring dan penjaga gerbang. Penjelasannya media pada hakekatnya juga menyaring dan membatasi informasi untuk masyarakat.
4. Sebagai disseminator atau penyampai pesan.
Perspektif Teori Media dan Teori Masyarakat berbeda di beberapa aspek, tergantung dari tipe dan perubahan di masa depan. Kesemuanya tidak bisa direkonsiliasi karena perspektif dan metode yang berbeda. Yang kedua terdapat perbedaan antara pandangan sosio sentris dan pandangan media sentries.
Kerangka Berpikir
Peneliti sadar bahwa munculnya beberapa type media baru telah memperluas serta merubah spektrum atau cara pandang kita secara keseluruhan. Maka itu peneliti memakai kerangka berpikir dengan bantuan pemahaman atasa media internet sebagai media baru (new media).
• Adanya media baru (new media) seperti internet adalah bentuk perubahan fundamental; dari bentuk sosial organisasi teknologi media, yang diakibatkan oleh hubungan sosial atau dalam Carey (1998) yang menyebutkan ‘struktur dominat dari selera dan rasa’.
• Yang lebih penting lagi munculnya jenis masyarakat baru yang memiliki jejaring hubungan yang kompleks membuat kita sadar bahwa era internet ternyata tidak bisa dilepaskan dari keseharian masyarakat terutama yang butuh berinteraksi secara sosial.
• Yang dimaksud ‘media baru’ yang kita diskusikan di sini adalah fakta yang ditimbulkan dari teknologi komunikasi yang dimungkinkan terjadi akibat digitalisasi personal yang dipakai dalam alat komunikasi.
• Contohnya Media Baru dalam McQuail (2005;136) dalah penggunaan internet, iklan, aplikasi peyebaran media digital termasuk download music, forum dan diskusi dalama World Wide Web (www).
• Yang paling fundamental dari teknologi komunikasi adalah : digitalisasi, di mana proses pengiriman symbol dapat disingkat melalui kode-kode binner kemudian dibagikan serta disimpan.
• Misalnya yang terjadi dalam ‘media elektronik baru’; dapat disaksikan oleh pemirsa karena adanya spektrum ketimbang hanya pemindahan barang seperti yang berlaku dalam media lama.
• Karena munculnya media baru semacam internet ini seorang ahli komunikasi massa yang dikutip McQuail yakni Livingstone (1999;65) mengatakan bahwa “Hal yang baru dari internet adalah kombinasi dari hubungan interakltif dimana isi media sangat innovative untuk komunikasi massa” (McQuail 2005;138)
• Fungsi Media baru bagi para citizen journalist berarti pula meningkatnya kesempatan utuk mengirimkan tulisannya pada media internet, semacam dotcom, blog, dan jenis- jenis publikasi dalam internet.
• Sementara bagi penerbit media baru seperti internet peranan lama tatap berlanjut yakni menerbitkan tulisan atau materi baik secara profit dan non profit selain itu penerbitan memiliki peran baru sebagai gate keeper, serta penerbit lebih leluasa intervensi pada editorial.
• Sejatinya kerangka berpikir yang sesuai dengan teori komunikasi massa terutama teori media dan teori masyarakat adalah media massa memiliki pertimbangan pada 4 hal Yakni : 1. Kekuasaan dan ketidak setaraan, 2.Integrasi social dan pribadi, 3. Perubahan dan perkembangan social, serta 4. Waktu dan ruang. Dari empat point diatas maka perpektif dari media baru bisa di-diskusikan. Karena dalam waktu yang tidak terlalu lama seiring dengan perkembangan teknologi komunikasi massa menjadi jelas bahwa teori yang lama atau teori terdahulu tidak bisa cocok bagi situasi media baru. Karena situasi nya sudah berubah, komunikasi tidak hanya mengalir secara vertical dari atas kebawah atau hanya memiliki pola yang terpusat dari ‘puncak masyarakat’’ saja atau pusat masyarakat saja. Dalam McQuail (2005;140) McQuail mencontohkan di Amerika pemerintah dan hukum tidak bisa lagi mengontrol dan mengatur Internet seperti halnya mereka mengatur pada ‘media lama’.
• Karena itu diharapkan terjadi fungsi sebaliknya bahwa media baru bisa memberikan kontribusi untuk mengontrol kekuasaan dan kebijakan terpusat, terutama melalui pengamatan dan keterlibatan suara publik via internet (media baru).
• Dalam Media baru terbetuk pula apa yang dinakaman Virtual Community. McQuail menjelaskan bahwa CMC (Computer Mediated Communication) memiliki ide dasar virtual community atau masyarakat virtual yang terbangun melalui dunia maya. Lindloff dan Schatzer (1998) dalam Mc Quail (2005;149) menyatakan : “Masyarakat virtual dibangun oleh masyarakat yang secara bersama-sama menyalurkan kepentingan mereka, secara sering membicarakan topik sehari-hari melalui CMC, menjadi bagian dari gaya hidup cosmopolitan yang cair”.
Nilai-nilai dasar seperti liberalisme, demokrasi, pekerjaan, hak asasi manusia, juga etika komunikasi mengalami evolusi dan bukan mengalami kemandegan di era ekarang in meskipun itu di Negara seperti Indonesia, bahkan kesadaran masyarakat dewasa ini semakin meningkat, dan meningkatnya kesadaran warga akan hak-haknya ini kemudian disalurkan melalui kebebasan mengeluarkan suara dan pendapat melaui saluran media, termasuk dalam kegiatan Citizen Journalism.
Di Negara maju bahkan kini ada wacana baru munculnya ‘personal news paper’ atau Koran-koran pribadi melalui internet yang disebut sebagai fenomena ‘daily me’ hal ini sudah bisa terlihat pula di Indonesia dalam content blog bahkan content situs jejaring social.
Pertanyaan Penelitian
Dalam meneliti apakah ada hubungan antara munculnya aktivitas citizen journalism dengan eksistensi media berita dotcom yang mengakomodasi kegiatan CJ di dunia internet, muncul beberapa pertanyaan dasar dari peneliti berupa:
1. Apakah media dot com itu di bawah control tertentu ?
2. Apakah fenomena Citizen Journalism ini muncul karena kebebasan pers termasuk munculnya ratusan situs DotCom serta kemudahan membuat blog?
3. Siapa yang memiliki kepentingan ?
4. Versi oleh siapa yang ditampilkan?
5. Seberapa effective media DotCom dalam mencapai tujuan kepentingan itu ?
6. Apakah media mendukung kesetaraan dalam masyarakat ?
7. Apakah akses kepada media itu diatur, terutam apakah warg masyarakat yang ingin menyalurkan aspirasi melalui media DotCom itu diatur ?
8. Bagaimana media menggunakan kekuatannya itu untuk mempengaruhi ?
Dalam tinjauan pustaka mengenai kekuasaan media lazim, dipakai 2 model yakni model Media yang Dominan dan lawannya adalah Model media yang Pluralis. Dalam media yang dominan, masyarakat menerima media itu sebagai pengetahuan atas sebuah dunia dengan sedikit respon balik. Media yang dominan oleh Mc Quail (2005:223) juga disebutkan sebagai alat dari propaganda kebudayaan, dan produk dari kebudayaan yang imperialistis. Namun bila masyarakat menerima sebuah model media yang pluralistis yang terjadi adalah adanya kebebasan masyarakat dalam memandang sebuah dunia serta timbulnya pemahaman yang beragam dan tanggapan masyarakat atau respon yang di luar dugaan akibat adanya pendapat yang bebas dikeluarkan.
Tinjauan Jurnalistik terhadap Masalah
Menurut Mung Pujanarko pendiri www. suararakyatindonesia.com dalam seminar tentang Citizen Journalism yang pernah diadakan oleh PPWI (Persatuan Pewarta Warga Indonesia) dalam uraiannya, Pujanarko membagi Dunia Pers menjadi 2 secara tegas, yakni : Yang pertama Dunia Pers Professional dan yang kedua adalah Dunia Pers Amatir. Dunia pers professional adalah wartawan professional-pengertian professional di sini bukan seperti dalam benak banyak orang yakni professional sama dengan arti hebat dan jagoan-, namun professional artinya adalah : Dibayar. Sementara Amatir di sini bukan pula seperti mindset banyak orang yakni Amatir sama dengan rendah, hina dan tidak ahli, namun dalam pengertian: Amatir adalah tidak dibayar, alias nir-upah. Jika kategori antara pro dan amatir mewakili skill maka siapapun juga bisa jika mendapatkan pelatihan dan berpengalaman pasti skill-nya akan meningkat (analogi unia tinju amatir dan pro). Nah, di ranah pers amatir inilah Citizen Journalism berkembang.
Mung Pujanarko juga concern jika konsep citizen journalism (jurnalisme warga) yang telah sesuai dengan konstitusi kita berupa kebebasan berpendapat ini (pasal 28F UUD ’45), ini tidak disiram oleh semangat Warga Negara Indonesia untuk mengembangkannya, maka konsep Citizen Journalism ini bisa pelan-pelan layu dan mati oleh kemunculan UU ITE. Jika ini mati, maka era Suharto jelas kembali, yakni era rezim yang tidak membuka kebebasan bersuara bagi warganya
Dalam seminar itu pula Mung Pujanarko berpendapat ketakutan pewarta warga tidak perlu berlebihan dalam memilih topic jurnalistik, jika warga memiliki topik yang menarik. Dan apalagi jika citizen journalist memiliki topik berita setingkat skandal yang serius melibatkan orang-orang yang penting pula, maka Pujanarko berpesan harus bersikap amatir yang berjiwa professional. Dalam arti biarpun tidak dibayar oleh siapapun juga asal memiliki bukti cukup, wawancara dan dokumen (bukti dalam pers ada dua yakni : hasil wawancara dan dokumen), dan bukanlah hanya sekedar asumsi belaka, apalagi fitnah, kemudian jika memiliki bukti rekaman, baik audio maupun video yang valid, plus juga meminta pendapat sejumlah ahli tentang kasus yang ditulis, maka berita itu bisa ditayangkan dengan prinsip covering of both side atau meliput dari kedua sisi.
Ini berarti citizen Journalist telah siap apabila nantinya dijerat oleh UU ITE, karena bukti bukti yang dimiliki oleh pewarta warga ini sudah sedemikian lengkapnya. “Saya berpikir jika bukti sudah menancap sampai pada inti (core) dan rantai (link) yang melibatkan pelaku (person) secara kuat (significant), maka semua pihak yang terlibatpun akan siap bila sampai kasus ini dibuka di pengadilan secara umum melalui pintu UU- ITE” ungkap pendiri www.suararakyatindonesia.com, Mung Pujanarko.
Sedangkan dalam melakukan liputan (covering) dalam ilmu jurnalistik adalah saat yang paling menentukan dalam tugas Jurnalis. Bisa dikatakan lebih terasa excitement atau menegangkan dari pada ketika jurnalis sedang mengetik berita untuk menurunkan hasil liputannya. Namun agar kegiatan citizen jurnalis dapat berlangsung dengan baik dalam meliput berita, maka ada hal-hal yang sebaiknya diperhatikan, diantaranya :
1. Schedulling/ Timing : Ada waktu-waktu tertentu yang tepat untuk menjalankan peliputan. Seringkali timbul pertanyaan di benak masyarakat. Saat kapankah untuk jurnalis meliput berita ? Mengapa bisa mendapatkan berita dalam waktu yang tepat ? Citizen Jurnalis yang telah berpengalaman menjalankan tugasnya sehari-hari dengan irama tertentu. Secara garis besar untuk memperoleh waktu (timing) yang tepat dalam menangkap moment ada beberapa jalan. Yang pertama adalah : Stand By dalam meliput berita citizen journalist dapat, berkoordinasi dengan humas terkait, terutama mengenai schedule event, dan tinggalkanlah kartu nama serta nomer telpon anda yang bisa dihubungi sewaktu waktu. Peran Humas bisa menjadi mitra citizen jurnalis bila ada event tertentu semisal launching product, pres conference, press gathering, dan lainnya.
Di dalam kondisi yang dikategorikan perkecualian yakni kondisi dan situasi genting/emergency, waktu tidak bisa diperkirakan. Dalam kondisi peristiwa genting/emergency citizen journalist atau solo journalist dapat berkoordinasi dengan sesama rekan wartawan dari berbagai media. Untuk itu membangun link diantara wartawan adalah penting karena bisa mendukung kelancaran kegiatan sebagai citizen jurnalis atau bahkan solo jurnalis.
Misalnya, dalam kondisi genting/bahaya seperti demo mahasiswa besar-besaran di depan gedung MPR/ DPR di Senayan, atau di depan Istana Negara, para citizen jurnalis bisa langsung saling kontak untuk mengabarkan situasi. Koordinasi antara sesama jurnalis bisa pula untuk langkah keamanan dalam mendekati lokasi titik terdekat dari peristiwa bahaya, dengan tetap memperhitungkan keselamatan diri pribadi. Seringkali jurnalis baik reguler maupun CJ dapat maju meliput ketika polisi belum bergerak dari barisan. Karakteristik kerawanan dikenal dengan type step CRRRC (C triple RC ). Berikut ulasan singkat tentang CRRRC : CRRRC sendiri yakni singkatan dari Crowd (kerumunan), dalam kerumunan segerombolan orang berkumpul membentuk massa, dari gesekan di dalam massa terjadi perkembangan emosional, maka dari Crowd bisa berkembang menjadi situasi Rage (kemarahan). Massa yang marah mulai berteriak “ Bakar !”, “ Serbu!”, Serang !” dan aneka ragam cacian, makian, umpatan dan limpahan kekesalan. Kemudian dari kemarahan massa jika tidak diantisipasi bisa berkembang lagi menjadi Raid (penyerangan). Penyerangan oleh massa pada umumnya mencakup lemparan batu, benda- benda keras, dan massa mulai merangsek mendekati ke arah barisan aparat keamanan. Dalam kondisi ini bisa terjadi kontak antara aparat dan massa. Sampai pada titik ini jurnalis masih bisa melanjutkan liputan. Untuk selanjutnya situasi Raid bisa berkembang lagi menjadi Riot (kerusuhan). Dalam situasi kerusuhan ini, sudah terjadi benturan antara aparat dan massa. Kerusuhan apabila bisa diredam oleh aparat yang terampil maka kondisi bisa dikendalikan. Namun apabila para provokator penyusup lebih “terampil” dengan terus gigih untuk melancarkan agitasi dan taktik hit and run, Riot bisa berkembang menjadi situasi Chaos (anarki dan kerusuhan dalam major scale atau skala besar). Saudara, Chaos yang bersejarah dapat kita saksikan dalam kerusuhan Mei 1998, kemudian Malari 1974, pasca Gestapu 1965, dan mundur lagi pada 10 Nopember 1945, di mana seorang Brigjen Inggris (Mallaby) terbunuh di dalam situasi chaos.
Untuk itu ada baiknya sebagai citizen jurnalis mengerti sedikit saja tentang karakteristik pasukan aparat kemanan. Pada umumnya aparat keamanan dibagi menjadi 2 jenis karakter, yakni pasukan TNI, dan Polri di lain sisi. Untuk demo yang melibatkan mahasiswa, biasanya Polri yang maju terlebih dahulu untuk meredam massa. Polri di sini biasanya diwakili oleh Brigade Mobile yang memang memiliki jiwa dan doktrin tempur. Sepengetahuan penulis, satuan Brigade Mobile (Pelopor, Gegana dan bahkan pula Densus 88) bukanlah musuh wartawan, tidak sama sekali. Namun wajib dingat sekali lagi bahwa kesatuan khusus itu memiliki doktrin yang berbeda sama sekali dengan kesatuan polisi lainnya, semisal Sat Sabhara atau Sat Serse. Satuan Brimob baik dari Gegana, satuan Pelopor, dan Densus 88 adalah taktis satuan tempur lapangan. Jadi hampir sama dengan TNI pada umumnya yang memiliki jiwa tempur. Untuk itu biasanya wartawan akan mencari tempat yang paling aman jika Brimob sudah mulai maju menyerang massa demonstran anarkis. Bukan apa-apa, dalam rule of combat, hanya ada dua kategori : peluru tajam atau peluru tumpul, yang termasuk di dalamnya gas air mata. Peluru bisa memantul (ricochet) dan dalam hal ini wartawan tetap bisa meliput dalam jarak yang aman, jarak dekatpun tidak ada yang melarang, dengan beragam resiko yang ditanggung sendiri, tentunya dengan memperhitungkan asuransi anda dan jaminan perusahaan.
Kembali kepada persiapan meliput berikutnya adalah :
2. Question List. Persiapan daftar pertanyaan, amatlah penting agar jangan sampai CJ hanya pasif menunggu lontaran komentar dari nara sumber, terutama saat melakukan wawancara door step atau mencegat nara sumber yang tengah menjadi sorotan. Wawancara door step amat bergantung pada situasi yang telah lebih dulu berkembang, maka galilah pertanyaan yang merupkan follow up dari situasi yang telah berkembang sebelumnya. Di lain sisi ada wawancara by appointment atau dengan janji terlebih dahulu. Hal ini memerlukan rincian pertanyaan yang lebih mendetail. Dan jangan sampai pula sebagai CJ dianggap tidak tahu akan materi awal, saat melakukan wawancara.
3. Positive thinking atau berpikir positif adalah sangat penting ketika melakukan liputan. Contohnya ketika di antara rekan wartawan lainnya mulai lelah dan menyerah menanti ketidak-pastian dari sebuah situasi yang sedang berkembang di lapangan, ada baiknya wartawan tetap positive thinking dan wait and see hingga titik yang paling nadir ketika menanti ketidak- pastian sebuah berita. Maka dengan ketabahan, seorang citizen jurnalis bisa mendapatkan berita yang bermutu, di tingkat nasional mapun lokal.
4. Tenggang Rasa (Tolerance) : Sikap tenggang rasa diperlukan oleh CJ agar semua wartawan baik CJ maupun reguler dalam satu lokasi dan waktu yang sama saat menjalankan tugas, bisa merasa senasib dan sepenanggungan. Memang ada sejumlah provokator dan wartawan gadungan yang kadang menyusup dalam sebuah situasi di lapangan. Langkah yang paling baik adalah abaikan provokasi, dan tetap fokus pada beritanya.
Sementara di sisi lain, adakalanya pula, persaingan sesama jurnalis untuk mendapatkan angle berita yang paling baik, kerap terjadi di lapangan. Hal tersebut sah saja. Tapi ada baiknya wartawan mengerti pula bahwa dalam kondisi tertentu di lapangan bisa berubah sewaktu-waktu, terutama saat meliput situasi yang memanas dan genting. Kembangkan sikap professional untuk mencari angle yang terbaik, dan di sisi lain untuk menolong sesama rekan bila dalam keadaan bahaya. Biarpun menurut hukum kapitalis menyatakan bahwa rekan wartawan lain adalah competitor di pasar media, namun solidarity among citizen journalist is beyond capitalist thing.
Menurut Mung Pujanarko pendiri www. suararakyatindonesia.com dalam seminar tentang Citizen Journalism yang pernah diadakan oleh PPWI (Persatuan Pewarta Warga Indonesia) dalam uraiannya, Pujanarko membagi Dunia Pers menjadi 2 secara tegas, yakni : Yang pertama Dunia Pers Professional dan yang kedua adalah Dunia Pers Amatir. Dunia pers professional adalah wartawan professional-pengertian professional di sini bukan seperti dalam benak banyak orang yakni professional sama dengan arti hebat dan jagoan-, namun professional artinya adalah : Dibayar. Sementara Amatir di sini bukan pula seperti mindset banyak orang yakni Amatir sama dengan rendah, hina dan tidak ahli, namun dalam pengertian: Amatir adalah tidak dibayar, alias nir-upah. Jika kategori antara pro dan amatir mewakili skill maka siapapun juga bisa jika mendapatkan pelatihan dan berpengalaman pasti skill-nya akan meningkat (analogi unia tinju amatir dan pro). Nah, di ranah pers amatir inilah Citizen Journalism berkembang.
Mung Pujanarko juga concern jika konsep citizen journalism (jurnalisme warga) yang telah sesuai dengan konstitusi kita berupa kebebasan berpendapat ini (pasal 28F UUD ’45), ini tidak disiram oleh semangat Warga Negara Indonesia untuk mengembangkannya, maka konsep Citizen Journalism ini bisa pelan-pelan layu dan mati oleh kemunculan UU ITE. Jika ini mati, maka era Suharto jelas kembali, yakni era rezim yang tidak membuka kebebasan bersuara bagi warganya
Dalam seminar itu pula Mung Pujanarko berpendapat ketakutan pewarta warga tidak perlu berlebihan dalam memilih topic jurnalistik, jika warga memiliki topik yang menarik. Dan apalagi jika citizen journalist memiliki topik berita setingkat skandal yang serius melibatkan orang-orang yang penting pula, maka Pujanarko berpesan harus bersikap amatir yang berjiwa professional. Dalam arti biarpun tidak dibayar oleh siapapun juga asal memiliki bukti cukup, wawancara dan dokumen (bukti dalam pers ada dua yakni : hasil wawancara dan dokumen), dan bukanlah hanya sekedar asumsi belaka, apalagi fitnah, kemudian jika memiliki bukti rekaman, baik audio maupun video yang valid, plus juga meminta pendapat sejumlah ahli tentang kasus yang ditulis, maka berita itu bisa ditayangkan dengan prinsip covering of both side atau meliput dari kedua sisi.
Ini berarti citizen Journalist telah siap apabila nantinya dijerat oleh UU ITE, karena bukti bukti yang dimiliki oleh pewarta warga ini sudah sedemikian lengkapnya. “Saya berpikir jika bukti sudah menancap sampai pada inti (core) dan rantai (link) yang melibatkan pelaku (person) secara kuat (significant), maka semua pihak yang terlibatpun akan siap bila sampai kasus ini dibuka di pengadilan secara umum melalui pintu UU- ITE” ungkap pendiri www.suararakyatindonesia.com, Mung Pujanarko.
Sedangkan dalam melakukan liputan (covering) dalam ilmu jurnalistik adalah saat yang paling menentukan dalam tugas Jurnalis. Bisa dikatakan lebih terasa excitement atau menegangkan dari pada ketika jurnalis sedang mengetik berita untuk menurunkan hasil liputannya. Namun agar kegiatan citizen jurnalis dapat berlangsung dengan baik dalam meliput berita, maka ada hal-hal yang sebaiknya diperhatikan, diantaranya :
1. Schedulling/ Timing : Ada waktu-waktu tertentu yang tepat untuk menjalankan peliputan. Seringkali timbul pertanyaan di benak masyarakat. Saat kapankah untuk jurnalis meliput berita ? Mengapa bisa mendapatkan berita dalam waktu yang tepat ? Citizen Jurnalis yang telah berpengalaman menjalankan tugasnya sehari-hari dengan irama tertentu. Secara garis besar untuk memperoleh waktu (timing) yang tepat dalam menangkap moment ada beberapa jalan. Yang pertama adalah : Stand By dalam meliput berita citizen journalist dapat, berkoordinasi dengan humas terkait, terutama mengenai schedule event, dan tinggalkanlah kartu nama serta nomer telpon anda yang bisa dihubungi sewaktu waktu. Peran Humas bisa menjadi mitra citizen jurnalis bila ada event tertentu semisal launching product, pres conference, press gathering, dan lainnya.
Di dalam kondisi yang dikategorikan perkecualian yakni kondisi dan situasi genting/emergency, waktu tidak bisa diperkirakan. Dalam kondisi peristiwa genting/emergency citizen journalist atau solo journalist dapat berkoordinasi dengan sesama rekan wartawan dari berbagai media. Untuk itu membangun link diantara wartawan adalah penting karena bisa mendukung kelancaran kegiatan sebagai citizen jurnalis atau bahkan solo jurnalis.
Misalnya, dalam kondisi genting/bahaya seperti demo mahasiswa besar-besaran di depan gedung MPR/ DPR di Senayan, atau di depan Istana Negara, para citizen jurnalis bisa langsung saling kontak untuk mengabarkan situasi. Koordinasi antara sesama jurnalis bisa pula untuk langkah keamanan dalam mendekati lokasi titik terdekat dari peristiwa bahaya, dengan tetap memperhitungkan keselamatan diri pribadi. Seringkali jurnalis baik reguler maupun CJ dapat maju meliput ketika polisi belum bergerak dari barisan. Karakteristik kerawanan dikenal dengan type step CRRRC (C triple RC ). Berikut ulasan singkat tentang CRRRC : CRRRC sendiri yakni singkatan dari Crowd (kerumunan), dalam kerumunan segerombolan orang berkumpul membentuk massa, dari gesekan di dalam massa terjadi perkembangan emosional, maka dari Crowd bisa berkembang menjadi situasi Rage (kemarahan). Massa yang marah mulai berteriak “ Bakar !”, “ Serbu!”, Serang !” dan aneka ragam cacian, makian, umpatan dan limpahan kekesalan. Kemudian dari kemarahan massa jika tidak diantisipasi bisa berkembang lagi menjadi Raid (penyerangan). Penyerangan oleh massa pada umumnya mencakup lemparan batu, benda- benda keras, dan massa mulai merangsek mendekati ke arah barisan aparat keamanan. Dalam kondisi ini bisa terjadi kontak antara aparat dan massa. Sampai pada titik ini jurnalis masih bisa melanjutkan liputan. Untuk selanjutnya situasi Raid bisa berkembang lagi menjadi Riot (kerusuhan). Dalam situasi kerusuhan ini, sudah terjadi benturan antara aparat dan massa. Kerusuhan apabila bisa diredam oleh aparat yang terampil maka kondisi bisa dikendalikan. Namun apabila para provokator penyusup lebih “terampil” dengan terus gigih untuk melancarkan agitasi dan taktik hit and run, Riot bisa berkembang menjadi situasi Chaos (anarki dan kerusuhan dalam major scale atau skala besar). Saudara, Chaos yang bersejarah dapat kita saksikan dalam kerusuhan Mei 1998, kemudian Malari 1974, pasca Gestapu 1965, dan mundur lagi pada 10 Nopember 1945, di mana seorang Brigjen Inggris (Mallaby) terbunuh di dalam situasi chaos.
Untuk itu ada baiknya sebagai citizen jurnalis mengerti sedikit saja tentang karakteristik pasukan aparat kemanan. Pada umumnya aparat keamanan dibagi menjadi 2 jenis karakter, yakni pasukan TNI, dan Polri di lain sisi. Untuk demo yang melibatkan mahasiswa, biasanya Polri yang maju terlebih dahulu untuk meredam massa. Polri di sini biasanya diwakili oleh Brigade Mobile yang memang memiliki jiwa dan doktrin tempur. Sepengetahuan penulis, satuan Brigade Mobile (Pelopor, Gegana dan bahkan pula Densus 88) bukanlah musuh wartawan, tidak sama sekali. Namun wajib dingat sekali lagi bahwa kesatuan khusus itu memiliki doktrin yang berbeda sama sekali dengan kesatuan polisi lainnya, semisal Sat Sabhara atau Sat Serse. Satuan Brimob baik dari Gegana, satuan Pelopor, dan Densus 88 adalah taktis satuan tempur lapangan. Jadi hampir sama dengan TNI pada umumnya yang memiliki jiwa tempur. Untuk itu biasanya wartawan akan mencari tempat yang paling aman jika Brimob sudah mulai maju menyerang massa demonstran anarkis. Bukan apa-apa, dalam rule of combat, hanya ada dua kategori : peluru tajam atau peluru tumpul, yang termasuk di dalamnya gas air mata. Peluru bisa memantul (ricochet) dan dalam hal ini wartawan tetap bisa meliput dalam jarak yang aman, jarak dekatpun tidak ada yang melarang, dengan beragam resiko yang ditanggung sendiri, tentunya dengan memperhitungkan asuransi anda dan jaminan perusahaan.
Kembali kepada persiapan meliput berikutnya adalah :
2. Question List. Persiapan daftar pertanyaan, amatlah penting agar jangan sampai CJ hanya pasif menunggu lontaran komentar dari nara sumber, terutama saat melakukan wawancara door step atau mencegat nara sumber yang tengah menjadi sorotan. Wawancara door step amat bergantung pada situasi yang telah lebih dulu berkembang, maka galilah pertanyaan yang merupkan follow up dari situasi yang telah berkembang sebelumnya. Di lain sisi ada wawancara by appointment atau dengan janji terlebih dahulu. Hal ini memerlukan rincian pertanyaan yang lebih mendetail. Dan jangan sampai pula sebagai CJ dianggap tidak tahu akan materi awal, saat melakukan wawancara.
3. Positive thinking atau berpikir positif adalah sangat penting ketika melakukan liputan. Contohnya ketika di antara rekan wartawan lainnya mulai lelah dan menyerah menanti ketidak-pastian dari sebuah situasi yang sedang berkembang di lapangan, ada baiknya wartawan tetap positive thinking dan wait and see hingga titik yang paling nadir ketika menanti ketidak- pastian sebuah berita. Maka dengan ketabahan, seorang citizen jurnalis bisa mendapatkan berita yang bermutu, di tingkat nasional mapun lokal.
4. Tenggang Rasa (Tolerance) : Sikap tenggang rasa diperlukan oleh CJ agar semua wartawan baik CJ maupun reguler dalam satu lokasi dan waktu yang sama saat menjalankan tugas, bisa merasa senasib dan sepenanggungan. Memang ada sejumlah provokator dan wartawan gadungan yang kadang menyusup dalam sebuah situasi di lapangan. Langkah yang paling baik adalah abaikan provokasi, dan tetap fokus pada beritanya.
Sementara di sisi lain, adakalanya pula, persaingan sesama jurnalis untuk mendapatkan angle berita yang paling baik, kerap terjadi di lapangan. Hal tersebut sah saja. Tapi ada baiknya wartawan mengerti pula bahwa dalam kondisi tertentu di lapangan bisa berubah sewaktu-waktu, terutama saat meliput situasi yang memanas dan genting. Kembangkan sikap professional untuk mencari angle yang terbaik, dan di sisi lain untuk menolong sesama rekan bila dalam keadaan bahaya. Biarpun menurut hukum kapitalis menyatakan bahwa rekan wartawan lain adalah competitor di pasar media, namun solidarity among citizen journalist is beyond capitalist thing.
Bab III
A. Metode Pengambilan Sampel
Berdasarkan latar belakang permasalahan, maka harus dicari upaya pengambilan sampel yang valid serta kepada orang-orang atau nara sumber serta para informan yang relevan. Dalam hal ini upaya pengambilan sampel melalui dua cara
1. Yang pertama wawancara langsung di lapangan kepada informan utama, informan internal dan informan eksternal.
2. Kedua wawancara secara tidak langsung yakni melalui email kepada para informan agar waktu mengisi pertanyaan bisa lebih panjang.
B. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data secara teknik selektif yakini wawancara hanya kepada para aktivis pewarta warga, atau orang-orang yang memang melakukan kegiatan Citizen Journalism, dengan bukti- bukti contoh karya jurnalistik yang telah di muat di media dotcom. Pengumpulan data secara selektif ini berlaku pula untuk semua informan baik informan Utama, Informan Internal dan Informan Eksternal.
Kegiatan Dokumentasi dilakukan dalam bentuk mengumpulkan contoh karya asli dari citizen journalist yang dilakukan oleh para informan, agar memang valid bahwa informan-informan Utama merupakan orang yang berkegiatan dalam bidang citizen journalism.(*)
A. Metode Pengambilan Sampel
Berdasarkan latar belakang permasalahan, maka harus dicari upaya pengambilan sampel yang valid serta kepada orang-orang atau nara sumber serta para informan yang relevan. Dalam hal ini upaya pengambilan sampel melalui dua cara
1. Yang pertama wawancara langsung di lapangan kepada informan utama, informan internal dan informan eksternal.
2. Kedua wawancara secara tidak langsung yakni melalui email kepada para informan agar waktu mengisi pertanyaan bisa lebih panjang.
B. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data secara teknik selektif yakini wawancara hanya kepada para aktivis pewarta warga, atau orang-orang yang memang melakukan kegiatan Citizen Journalism, dengan bukti- bukti contoh karya jurnalistik yang telah di muat di media dotcom. Pengumpulan data secara selektif ini berlaku pula untuk semua informan baik informan Utama, Informan Internal dan Informan Eksternal.
Kegiatan Dokumentasi dilakukan dalam bentuk mengumpulkan contoh karya asli dari citizen journalist yang dilakukan oleh para informan, agar memang valid bahwa informan-informan Utama merupakan orang yang berkegiatan dalam bidang citizen journalism.(*)
(oleh Mung Pujanarko, anggota PPWI : Artikel berbasis studi literatur ini saya susun untuk membantu kawan-kawan semua baik mahasiswa, dan teman-teman semua dalam menyusun data bagi penelitian lanjutan (heurisme) yang berbasis pada topik tentang citizen journalism).
1 komentar:
DAFTAR SEKARANG !!!
HANYA SATU USER ID SEMUA GAME INI PELANGISLOT
TOGEL
GAMES
CASINO
SLOT GAMES
SPORTSBOOK
SABUNG AYAM
POKER LEGENDS
NIKMATI SENSASI BERMAIN LIVE CASINO
JENIS PERMAINAN LENGKAP :
Baccarat
Dragon Tiger
Roulette
Sic Bo
Niu Niu
Fan Tan
Sa Kong
Bull Bull
Bunga Emas
Fish Prawn Crab Dice
BANK SUPPORT LAYANAN BANK 24 JAM ONLINE :
BCA (ONLINE 24 JAM)
BNI (ONLINE 24 JAM)
BRI (ONLINE 24 JAM)
MANDIRI (ONLINE 24 JAM)
DANAMON (ONLINE 24 JAM)
BANK LOKAL (OVO, NOBU, PAYPRO, DLL)
BONUS PELANGISLOT :
Bonus New Member 10%
Bonus Deposit Harian 10%
Bonus Cashback up to 15% [SPORT]
Bonus Cashback up to 15% [SABUNG AYAM]
Bonus Cashback up to 15% [SLOTS & TANGKAS]
Bonus Rollingan 0.3% [POKER, SLOT]
Bonus Rollingan 0.3% [TANGKAS, AYAM]
Bonus Rollingan 0.8% [CASINO]
Bonus Referral Togel :
— 4D & COLOK : 1%
— 2D & 3D : 0.5%
Bonus Referral up to 2% [SPORT & SABUNG AYAM]
WA : +6282323351494
IG : Slot_pelangi
LINE: PELANGISLOT
LIVE CHAT 24 JAM
LINK ALTERNATIF :
www.pelangislot77.org
Posting Komentar