cari kata

Selasa, 23 Juli 2013

Etika Komunikasi di Internet


Komunikasi yang dilakukan menggunakan internet sebagai saluran, bisa dengan verbal dan non verbal. Saat menggunakan bahasa di ranah internet, maka memang tidak ada aturan yang mewajibkan harus menggunakan Bahasa Indonesia yang baku. Kalaupun dalam forum chat ada aturan bahasa, maka biasanya tidak wajib pakai EYD dan hal tersebut tergantung pada aturan main Sang Admin dari forum tersebut.
Apalagi pada sosial media, faktor anonimity masih sangat tinggi, juga tulisan yang diketikkan kadang dengan se-santai mungkin, jadi bahasa yang digunakan juga tidak dapat terlalu diharapkan menggunakan EYD- ejaan yang disempurnakan dalam Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Style komunikasi yang ada dalam internet adalah mengikuti idiom-idiom yang trend atau disebut gaul.
Trend istilah ini timbul dan tenggelam, jadi istlah idiom kata yang digunakan juga kerap berganti-ganti, misal sekarang menggunakan kata 'Gan' atau 'Agan' yang berarti juragan, kemudian di masa datang mungkin marak menggunakan kata 'Sob' yang berarti sobat, ini semuanya hanya mengikuti trend saja yang diciptakan oleh para pelaku komunikasi di internet atau netter. Belum lagi dengan ribuan singkatan yang hanya diri sendiri yang tahu, misalkan.
Yang menarik adalah faktor intelektualitas seseorang ketika menggunakan saluran forum di internet untuk menjalin komunikasi. Komunikasi menunjukkan siapa anda, artinya bahasa tidak hanya menunjukkan bangsa namun, -oleh para profiler-, bahasa yang digunakan, kata yang digunakan dapat menjadi referensi yang valid untuk mengkategorikan diri individu secara intelektual, emosional, dan faktor psikis lainnya.
Para profiler yang membaca postingan-postingan individu di internet dapat segera menentukan seberapa intelektual individu secara empiris, ketika individu mulai mengunggah bahasa di sebuah forum atau sosial media.
Rata-rata pengguna internet memiliki kecerdasan nalar yang cukup untuk memahami bahasa, dan memiliki kecerdasan yang cukup untuk menggunakan gadget teknologi untuk berkomunikasi, artinya : kecerdasan nalar mayoritas netter bukan di bawah rata-rata.
 Hal ini pernah saya survey menggunakan metode kuesioner pada 30 responden secara acak, dalam populasi di lokasi terbatas, dengan tingkat pendidikan minimal SMP dan maksimal sarjana.
Dari tingkat pendidikan responden yang saya bagikan quesioner sederhana secara faktual, adalah lulus SMP. Ini pertanda memilki kecerdasan yang cukup, artinya mampu berkomunikasi secara normal dan memahami baca tulis hitung (calistung)
Hasilnya adalah
 Dengan hasil bahwa sekitar 90% responden mampu memilih saluran komunikasi dalam internet, apakah itu memakai forum chat, email, social media dan media cakap langsung.
Survey ini selain berisi data klasifikasi pribadi, pertanyaan pokoknya antara lain adalah apakah anda sering berkomunikasi menggunakan internet ?, baik itu forum, chat, email jejaring sosial atau media lain sebutkan ?.
Dan pertanyaan penting lainnya adalah : apakah anda mengerti Netiket atau etika komunikasi di internet ?.

Dari survey simpel itu, 87% responden belum sepenuhnya paham apa itu Netiket.

Secara sederhana dan common sense, etika dalam berkomunikasi secara verbal (tulisan) di internet adalah dalam taraf praksis mengikuti etika penulisan, dan karakter huruf (font). Misal, secara etika penulisan jurnalistik, tidak lazim menggunakan huruf besar semua sama, (all capital letter) karena sama dengan berteriak terus menerus pada pembaca. Penggunaan huruf dalam tulisan ini saya yakin sudah diajari para guru SD kita dahulu. Misal :

1. Penggunaan huruf kapital semua = berteriak, tidak sopan, dst
2. Penggunaan huruf kecil semua = santai, datar, equal, dst
3. Penggunaan kaidah awal huruf besar untuk penulisan, nama, tempat, gelar = resmi
4.Penggunaan emoticon dan symbol emosi = akrab

Sedangkan secara teoritis umum berkomunikasi di internet ada dua (2)
1. Komunikasi formal
2. Komunikasi informal
Teori ini juga umum sekali, banyak mahasiswa sudah paham pula.

Ketika saluran komunikasi di internet sedang panas-panasnya atau hangat hangatnya muncul booming jejaring sosial, booming saluran komunikasi yang dapat mengunggah gambar dan tulisan, mendadak banyak penggunanya maka intensitasnya juga tinggi. Namun seperti trend yang lain, trend ini perlahan juga surut. Seperti penggunaan popular social media yang mulai dalam gelombang turunnya. Dan diganti dengan generasi baru jenis sosial media lainnya. Satu jenis sosial media yang pernah populer surut, lain jenis sosial media di ranah internet naik.
Juga, karena puncak kebutuhan tertinggi manusia adalah aktualisasi diri, menulis di media sosial tentang diri pun ada batasannya. Jika semua sudah dipamerkan (dikemukakan) kepada sanak rekan dan handai tolan, baik itu sebagai teman, pengikut atau jaringan, dan sudah mendapat respon, ya masak sih ya mau pamer terus, yang baca pameran status juga bosen, yang bikin pameran tentang aktualisasi dirinya sendiri lama-kelamaan juga pasti bosan.
Aktualisasi diripun sampai pada tahap tertentu juga ada batasannya.

Pada sisi lain, pada tataran intelektualitas yang lebih tinggi, orang akan lebih kerap berkomunikasi dengan dirinya sendiri secara intra personal, meski orang awam menganggap aneh, karena banyak diamnya, karena untuk berkomunikasi dengan orang lain hanya dalam tahapan yang esensial dan pada hal penting saja. Anomali ini sungguh boring (membosankan) bagi khalayak ramai.
Paradigmanya :
-    Average people talk about another people (banyak ngrasani, dan aneka perkataan yang sia-sia)
-    Middle people talk about thing, (misal : tentang benda-benda, aneka topik obrolan tentang berbagai benda yang update dan latest)
-    Shadow people talk about idea, disebut shadow, karena dari 6 milyar orang, hanya sedikit (only few) jumlahnya
-    Very shadow people (pemikir, perenung, banyak diam kadang menyepi untuk merefleksikan diri) talk with universe inside and out side - Ini terus terang agak bahaya... karena bila tak sampai, bukan tidak mungkin pikirannya bisa ‘off side’ bukan out side, he he he...

Jadi itulah sebabnya etika berkomunikasi di internet (Netiket) atau harus begini – harus begitunya, hanya dapat dirumuskan berdasar (tergantung) pada daya kemampuan intelektual dan kecerdasan emosional seseorang, intelektualitas netter- per netter atau intelektual individu per individu. Sedangkan untuk kaidah hukum maka sudah jelas ada UU (Undang-undang) yang mengaturnya. (*)

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Printable Coupons