cari kata

Kamis, 24 Januari 2013

Jurnalistik Berkembang


Kamis, 24 Januari 2013 19:09 
Jurnalistik sebagai Ilmu berjenjang hingga tingkat pasca strata tiga, bukanlah ilmu statis. Suatu ketika ada the old journalist angkatan pers tahun 60-an mengatakan pada saya “Oh Dik, jurnalistik itu ya dari dulu sampai sekarang ya 5W 1H itu, gak ada lagi, sama dik sampeyan kayak saya, saya tahun 1960-an juga belajar teori Harold Laswell itu, habis itu ya tinggal ketik berita kita, bereslah,“ ujar The Oldman itu kepada saya dengan raut wajah senior.

Saya buru-buru menganggukkan kepala sambil nyengir kuda, karena biar bagaimanapun beliau adalah tokoh sepuh jurnalistik Indonesia. Jadi yang yunior atau usia di bawah harus hormat agar kita tak 'kualat' sama orang tua. Apalagi Teori Harold Laswell sudah ada sejak Laswell meluncurkan karya klasik yang ditulisnya pada tahun 1948 yang berjudul "The Structure and Function of Communication in Society".

Sebenarnya jurnalistik sebagai sebuah ilmu jurnal lekat dengan Teori Framing. Teori Framing dikenal oleh kalangan penggiat Keilmuan Jurnalistik dengan 4  (empat) teori besar yakni  Teori Framing Murray Edelman (Constable Catagories and Public Opinion (Edelman, 1993), kemudian Teori Framing Robert N Entman dalam “Framing : Toward Clarification and Fractured Paradigm (Entman, 1993), Kemudian Teori Framing milik Wiliam A Gamson  yang pasti oleh pelajar jurnalistik dikenal sebagai Agregat Frame, Consensus Frame dan Collective Action Frame. Dan yang paling banyak pengikutnya (termasuk saya) adalah  teori Framing Zhongdang Pan dan Gerald M Kosicki atau kerap disebut teori Framing ‘Pan-Kosicki’.

Dalam konsep framing yang kerap saya jadikan acuan ini, saya suka Framing 'Pan-Kosicki' karena lebih cocok dengan alur jurnalisme Asia terutama alur jurnalisme Indonesia yang reasoning-nya berbeda dengan alur Jurnalisme barat.

Dalam framing devices Pan dan Kosicki detail story jelas sekali dibedah dalam 4 (four) devices framing Pan-Kosicki yang tentunya sudah sangat dihafal oleh mahasiswa Jurnalistik berjenjang, yakni : Struktur  Sintaksis,  Struktur Skrip, Struktur Tematik dan Struktur Retoris, dalam hafalan mahasiswa jurnalistik biasaya disingkat SSTR. Dalam struktur sintaksis, skrip, tematik dan retoris ini bisa ditandai dengan catchphrase dalam story (news / feature).

Dalam jurnalistik yang berkembang sering dengan berkembanganya teknologi informasi, kini dengan framing devices, jurnalis dapat terbantu dalam menggunakan alur yang lebih taktis dalam menyusun sebuah berita atau artikel, tergantung pada media jenis apa berita itu akan dimuat (ex: cetak, audio, auvi, dotcom).

Sebelum saya lanjutkan mungkin pembaca ada yang lebih suka dan cocok menggunakan teknik framing selain Pan Kosicki, mungkin Entman, oke saja,  hanya saja saya lebih suka teknik framing Pan-Kosicki. Dalam frame Pan-Kosicki dengan mudah dijelaskan bahwa jurnalis, akan mudah mengorganisasikan ideologi teks, ke dalam struktur story (bisa news atau feature).

Teknik Framing juga dapat dipergunakan oleh jurnalis untuk dengan mudah menggabungkan 5W 1H nara sumber pertama (atau biasa disebut dengan Source 1), dengan 5W 1H nara sumber kedua (Source 2) tanpa ada ‘gronjalan’ (Jawa : ganjalan) dalam tulisan. Menggabungkan dua alur narasumber (bisa saksi berita, bisa alur peristiwa) dengan mulus  sehingga terjadi multiple 5W1H secara terkontekstual  dalam sebuah story, dapat dibuat dengan membuat Konjungsi. Dalam Jurnalistik, Konjungsi adalah kata yang menghubungkan kata dengan kata, frase (phrase) dengan frase, ataupun kalimat dengan kalimat.

Dimana dalam ilmu jurnalistik dipelajari mendalam tentang konjungsi dan jenis-jenis konjungsi, sebagai pelengkap pemahaman framing. Misalnya jenis-jenis konjungsi : Konjungsi koordinatif, adalah konjungsi yang menggabungkan dua klausa yang memiliki kedudukan setara. Dan empat jenis konjungsi lain (dalam Jurnalistik sekali lagi dikenal adanya 5 Konjungsi), yakni, Konjungsi Antar Kalimat ; Konjungsi Antarparagraf ; Konjungsi Korelatif : Konjungsi Korelatif adalah konjungsi yang menggabungkan dua kata , frase atau klausa dan hubungan kedua unsur itu memiliki derajat yang sama.
Dan Konjungsi Subordinatif, yakni menggabungkan dua klausa atau lebih yang memiliki hubungan bertingkat.

Adalah benar bahwa 5W 1H memang teori dasar Harold Laswell yang dikenal dengan nama 'Formula Laswell', selebihnya ilmu jurnalistik selaku ilmu sosial berkembang mengikuti arah society itu sendiri berkembang, jika society sekarang menuju ke arah perkembangan teknologi komunikasi (pertekkom) terkini dan senantiasa updating, maka dari perangkat-perangkat ilmu jurnalistik terutama Framing dan Semiotika akan menyesuaikan secara alamiah (ilmu adalah natural) bahkan membantu memberikan formula yang pas bagi para jurnalis (terutama jurnalis yang memang berasal  dan berlatar belakang pendidikan jurusan ilmunya kompeten yakni : Ilmu Jurnalistik) dengan kemajuan jaman teknologi informasi. (*)

Mung Pujanarko, M.Ikom : Alumnus FISIP Universitas Negeri Jember (UNEJ), Alumnus Program Magister Jurnalistik IISIP Jakarta, Pudek III FIKOM Universitas Jayabaya, Pimred dan Co Founder situs www.suararakyatindonesia.com, Penasehat situs www.newsflashjakarta.com, Anggota PPWI, Dewan Redaksi http://www.pewarta-indonesia.com, Instruktur Jurnalistik Organisasi PPWI, Dosen tidak tetap pada Jurusan Jurnalistik Universitas Bung Karno (UBK),  STIKOM Indonesia Maju (STIKOM-IMA) Jakarta, Jurusan Jurnalistik Univ Djuanda-Bogor.
Next >

Selasa, 22 Januari 2013

Menyambut Era Kemunculan Solo Jurnalis Indonesia

Dari metamorfosis Citizen Jurnalis pelan-pelan namun pasti akan menjadi bibit-bibit Solo Jurnalis Indonesia. Solo Jurnalis (SoJo) Indonesia harus memenuhi pengetahuan yang lebih dalam tentang kode etik jurnalisme, terutama yang telah dikeluarkan oleh  Dewan Pers, yakni :



Isi :



PERATURAN DEWAN PERS

Nomor: 6/Peraturan-DP/V/2008

Tentang

PENGESAHAN SURAT KEPUTUSAN DEWAN PERS

NOMOR 03/SK-DP/III/2006 TENTANG KODE ETIK JURNALISTIK SEBAGAI PERATURAN DEWAN PERS



Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama.

Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat.

Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik:

Pasal 1

Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.

Penafsiran

a. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.

b. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.

c. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.

d. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk

menimbulkan kerugian pihak lain.

Pasal 2

Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.

Penafsiran

Cara-cara yang profesional adalah:

a. menunjukkan identitas diri kepada narasumber;

b. menghormati hak privasi;

c. tidak menyuap;

d. menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya;

e. rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang;

f. menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara;

g. tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri;

h. penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik.
Pasal 3

Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.

Penafsiran

a. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu.

b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional.

c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.

d. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.

Pasal 4

Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.

Penafsiran

a. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.

b. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.

c. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.

d. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.

e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara.

Pasal 5

Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.

Penafsiran

a. Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak.

b. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.

Pasal 6

Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.

Penafsiran

a. Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum.

b. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.

Pasal 7

Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan.

Penafsiran

a. Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya.

b. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan narasumber.

c. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya.

d. “Off the record” adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan.

Pasal 8

Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.

Penafsiran

a. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum

mengetahui secara jelas.

b. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.

Pasal 9

Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.

Penafsiran

a. Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati.

b. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain

yang terkait dengan kepentingan publik.

Pasal 10

Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.

Penafsiran

a. Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar.

b. Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.

Pasal 11

Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.

Penafsiran

a. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.

b. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.

c. Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.

(sumber : dewan pers.org)



Kemudian selain 11 Kode Etik Dewan Pers, Jurnalis juga harap dibekali dengan pengetahuan tentang UU Pers no 40 tahun 1999 yang kemungkinan akan segera direvisi dan diamandemen ulang, karena alasan yang pertama sekarang sudah era tahun 2000-an yang kental diwarnai dengan media sosial dan gadget-gadet yang mendukung. Selanjutnya agar selamat, Solo Jurnalis juga harus mengetahui  UU ITE.  UU ITE yang telah menjerumuskan Prita Mulyasari ini bisa dibaca sendiri di berbagai sumber.

Para Solo Jurnalis Indonesia nantinya adalah mereka yang tadinya menyuarakan beritanya kepada situs-situs berita yang bernama besar yang mewadahi aktivitas citzen jurnalis yang tanpa ada imbalan bagi para CJ. Tadinya, motivasi utama para CJ yang mengirimkan beritanya ke situs-situs bernama besar adalah dengan harapan awal : nama CJ ybs (yang bersangkutan) juga ikut besar dan terkenal. Minimal ingin terkenal lewat media terkenal (katut terkenal gitu), namun lambat laun setelah memposting ratusan artikel dan foto karya sang CJ, kok ya tetap saja yang besar adalah nama media yang telah besar itu.



Jadi jika para CJ bisa punya media sendiri meskipun itu blog atau pun dotcom independen, maka siapa yang bisa memberangusnya ? Apakah bikin media online di Indonesia harus punya SIUPP dulu kayak bikinan Orde Baru, kalau pun ditetapkan demikian oleh desakan kapitalisme media besar, maka sama saja dengan monopoli informasi, monopoli media.



Monopoli informasi atau kartel informasi telah lama diramalkan oleh pakar media Dennis McQuail dalam banyak bukunya, bisa dibaca sendiri terutama “Mass Media Theory, (2005)”. Isinya bagus yakni pakar-pakar media setingkat Dennis McQuail telah meramalkan bahwa kelak media-media independen atau media gurem bakalan rontok karena monopoli dari kartel-kartel media besar, karena sifat kapitalis yang memang begitu (serakah sebagai sifat alami manusia dan cenderung monopoli). Namun untungnya jika media online milik individu nantinya bakalan diregulasi habis-habisan hingga tak tersisa dotcom independen yang bukan milik media mogul (kaisar media), maka untungnya masih  ada blog.



Jika blog juga nantinya rontok oleh keserakahan kartel media informasi, yang mendesakkan regulasi kepemilikan media kepada penguasa,  maka untungnya masih ada media sosial.  Intinya nantinya para solo jurnalis ibarat lapak kecil yang diharapkan masih bisa berdagang meksipun di sampingnya ada hyper market (media raksasa), supermarket (media holding milik raksasa juga) dan mini market (media lebih kecil tapi masih dalam grup raksasa juga). Karena ibarat pasar, saya pernah melihat pedagang kebetulan orang yang ulet, dia dapat berdagang buah jambu meskipun di seberang jalannya ada supermarket yang juga jual jambu.  Katanya bijak : "Lho Tuhan kan kasih rejeki sesuai kehendak-Nya".

Mungkin juga sedikit utopia bagi kalangan pesimistis yang menyangsikan dapatkah Solo Jurnalis timbul di Indonesia, karena kartel media besar di Indonesia demikian rambahannya ke semua lini kekuasaan ekonomi, sosial dan politik.

Utopia atau tidak utopia, SoJo telah berkembang di dunia negara maju yang kapitalis medianya lebih dashyat dari Indonesia.

Maka nantinya para CJ Indonesia yang telah  paham jurnalistik terutama 6M : Mencari, Memperoleh, Mengelola, Menyimpan, Menyajikan dan menyampaikan informasi yang akurat, maka akan mendorong era muncunya Solo Jurnalis Indonesia.

Solo Jurnalis akan muncul secara alamiah, sebagai konsekuensi berkembangnya kebebasan informasi. Solo Jurnalis yang muncul dalam fase pertama di Indonesia adalah para Solo Jurnalis yang mencari pemasukan dari liputan-liputan ringan namun diminati oleh pembaca seperti promo kuliner, promo wisata dan promo traveling, dengan kepastian sang SoJo nya punya hubungan baik  dengan agency-agency tempat usaha itu.

Pada fase berikutnya tidak menutup kemungkinan para Solo Jurnalis Indonesia akan menerjunkan diri mereka ke liputan-liputan yang bersifat tersendiri (special interest) yang dikuasai benar medan dan situasinya oleh para Solo Jurnalis yang kelak akan bertumbuhan setelah era pewarta warga indonesia (Citizen Jurnalis Indonesia) mencapai puncaknya.



Meskipun ada Bos Media besar yang dengan pongahnya berkata : "Mana sih ada Solo Jurnalis di Indonesia yang dapet duit, sebutkan," jawabnya : "Ada namun jika kami sebutkan maka pasti akan engkau rampas pula  'lapak'nya,".

Maka tengok saja para SoJo yang telah memiliki nama di Amerika Serikat, mereka benar-benar menguasai bidangnya, dan pemasukan materi mereka pun banyak didapat dari iklan. Karena satu hal : para pengiklan itu tahu bahwa para solo jurnalis yang telah profesional tidak akan berbuat satu hal : dusta. SoJo di Amerika terkenal karena mereka tak pernah dusta.

Kejujuran, dan liputan apa adanya tanpa ada presensi dan pretensi bias politik menjadi daya tarik liputan Solo Jurnalis di Amerika.

Karena di mana saja para pemilik media adalah: menjadi mesin politik, atau aktor politik, serta berpolitik baik politik nasional maupun klik politik internasional yang lebih panjang dan luas visi dan misnya, juga didekati kekuatan politik di negara mana saja. Pemilik media (media mogul) dan politik ibarat sisi koin mata uang yang tak bisa dipisahkan. Mungkin saja seorang pemilik media tak berpolitik secara nasional, tapi sebenarnya visinya adalah pan-internasional, dengan visi dan misi yang jauh melebihi sekadar batas negara semata. (*)

Mung Pujanarko

Rabu, 26 Desember 2012

Beras Desember 2012

Minggu terakhir Desember 2012 ini, saya pergi ke warung di desa saya di Desa Kemang Kab Bogor untuk membeli beras. "Berapa bu berasnya? " tanya saya pada Bu Mimin pemilik warung. Dia menjawab "Seliter ada yang Rp.6000 ada yang Rp.7500," ujarnya. Oh literan ya,  jawab saya. Oke deh saya beli.

Kemudian saya mencoba lagi membeli beras di sebuah toko swalayan ternyata yang jenisnya  lumayan bagus dijual dengan harga Rp 10.000,- per kilo jenisnya delanggu super.

Beras mahal mungkin bukanlah topik yang mengherankan, karena mahal bagi orang adalah relatif seberapa kuat kantong seseorang maka dari situlah diukur mahal dan tidaknya. Jika mungkin dari kacamata seorang buruh yang gajinya di pabrik mencapai Rp 2 juta per-bulan maka jika dia menghidupi sekeluarga dengan istri dan dua orang anak maka, tentu saja harga beras yang Rp 10.000,-/kg bisa dibilang mahal.

Juga bagi kebanyakan warga desa di tempat saya tinggal di area Bogor Barat, sudah menggumam bahwa beras sekarang kian mahal. Saya berpikir karena lahan kita untuk tanam padi kan sudah menyempit, impor juga tergantung cuaca negara penghasil beras seperti India, Thailand, Filipina dll jika ada badai di negara tetangga pasti pasokan juga mengalami kenaikan harga.

Bicara tentang beras, beras kini bukan hanya bahan pangan namun juga sumber bahan baku etanol untuk bio fuel.  Subsidi besar-besaran pemerintah AS untuk industri biofuel berbasis dan mandat pemerintah EU untuk memproduksi biofuel mengakibatkan produsen dan kekuatan industri raksasa tergiur keuntungan besar untuk menanam tanaman pangan termasuk beras untuk jadi biofuel/bioethanol/biomethanol. Atau jika repot menanam biji-bijian untuk biofuel, ya tinggal borong dari lantai bursa komoditas pangan internasional, bereslah. Negara  miskin tak makan, ya kan tidak ada yang mengurus juga.

Kepentingan bahan bakar dari karbohidrat (zat pati) ini mereduksi tajam tujuan konsumsi manusia. Tanaman karbo untuk pangan jadi menurun drastis, pindah ke menanam untuk biofuel. Beras untuk makan akan segera beras untuk menjadi biofuel.

Dalam persaingan memproduksi biofuel ini, di berbagai situs sudah sering diberitakan bahwa Saudi Arabia berniat menyewa jutaan hektar tanah di Papua untuk ditanami padi secara modern dengan traktor, irrigasi, bibit unggul, pupuk. beritanya ada di  http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/message/136703.

Beras dan tanaman karbo lain yang kini dihasilkan dunia saat ini bisa untuk pangan dan lebih untung digunakan untuk sumber bio etanol/bio fuel. Hal ini mengakibatkan negara tropis Dunia Ketiga merupakan negara yang harus dijaga benar oleh negara Dunia Kesatu, karena jika minyak makin mahal, maka negara tropis dapat memproduksi bio etanol/bio fuel.

Dan ada artikel yang menarik bahwa harga pangan makin mahal karena dibuat biofuel di situs ini :


Menariknya, entah karena kurangnya bacaan atau memang tak peduli, para anak muda mahasiswa, saya tanya tentang harga beras, juga ternyata cuek-cuek aja dengan kenaikan beras, "Wah, harga beras bukan urusan saya pak " jawab mahasiswa kompak. Yah karena mungkin nasi matang selalu tersedia di rumah.

Setelah berbincang dengan para mahasiswa di berbagai kampus, dan jawaban adalah seragam bahwa kenaikan harga beras dianggap wajar oleh para mahasiswa. Sayapun membatin, mungkin juga adalah kebangetan kalau ada orang yang mengeluh tentang beras yang perkilonya Rp.9.000,- s/d Rp 10.000,- adanya orang takut dibilang miskin. Atau takut dibilang pesimistis. Padahal di dunia sekarang ini pilihan beras untuk biofuel lebih 'seksi' dan 'hot' ketimbang beras untuk makan orang miskin (*)




Sabtu, 08 Desember 2012

Kebanyakan Pria gagal Melihat Inner Beauty, Wanita sering Berhasil Melihat Inner Strength

"Jika kebanyakan Pria gagal melihat Inner Beauty, maka kebalikannya dari Pria, kebanyakan Wanita berhasil Melihat Inner Strength" - Mung Pujanarko

Saya pernah menulis tentang BWS atau Beautiful Women Syndrome yakni sindrome yang dialami oleh para wanita berwajah cantik, yang kemudian karena mereka cantik secara fisik lahiriah, maka mereka 'minta diistimewakan' dan mengistimewakan diri sadar atau tidak sadar.

Artikel saya tentang BWS dapat dilihat di http://mung-pujanarko.blogspot.com/2012/06/sindrom-kecantikan.html

Tapi  kebanyakan lelaki memang mengejar kecantikan wanita, maka norma BWS ini menjadi wajar-wajar saja. Karena ada pepatah : "one fox failed, then ten fox will jump in to chase the beauty one".

Kini yang saya bahas adalah tentang inner beauty seorang  wanita.

Wanita sebagai makhluk Venus awalnya berusaha mengasah inner beauty-nya, namun ternyata makhluk Mars atau pria ini terbukti tumpul terhadap kepekaan mendeteksi inner beauty wanita.

Kegagalan konsep inner beauty ini bukanlah pada sosok wanitanya, namun pada sosok pria yang kebanyakan gagal melihat inner beauty wanita.

Umumnya pria gagal total melihat inner beauty wanita, karena pria adalah murni mahluk visual yang hanya melihat kesiapan reproduksi  seorang wanita alias dari sisi fisiknya saja. Secara insting reproduksi spesies, lelaki sangat mempertimbangkan bentuk tubuh dan wajah. Kaitan wajah wanita dan daya tarik reproduksi seksual bagi lelaki adalah :  Wajah cantik melambangkan  kesiapan wanita untuk melakukan reproduksi bagi kelangsungan spesies.

 Ketika lelaki dengan indera sensoriknya men-scan wajah wanita, maka wajah yang cantik melambangkan  bersinarnya wajah wanita itu. Cantik adalah relatif absolut, artinya konsep cantik adalah mutlak dari perasaan percaya diri wanita tersebut.

Jika wanita itu tampil percaya diri dan meyakini bahwa dirinya menarik secara keseluruhan tanpa ragu-ragu, maka wajah menjadi cerah, maka bersinarlah daya tarik wanita itu di mata pria. Ini umum, karena kecantikan itu sifatnya ada dalam keyakinan diri seorang wanita. Sekali wanita itu merasa dirinya tak cantik, maka reduplah sinar itu.

Kini jika kita berbicara mengenai seorang pria. Maka wanita kebalikan dengan pria. Jika kebanyakan pria gagal dalam mengapresiasi inner beauty pada wanita, namun wanita kebalikannya, seringkali berhasil melihat inner strength dari seorang pria.

Inner strength pria ini tercermin dalam banyak kisah rakyat seperti film “Beauty and the Beast" dan film "Beastly" yang belum lama ini diluncurkan oleh Hollywood.

 Dalam film "Beastly" dikisahkan sorang pria bernama  Kyle Kingson,  yang tadinya si tampan rupawan  dan kaya juga terkenal, menjadi si buruk rupa yang dikucilkan. Ini adalah metafora, bahwa lelaki kadang kala terjebak dalam image sukses yang berarti unsur lahiriah.

  Dan memang ada benarnya yang digambarkan dalam film itu, bahwa kebanyakan wanita ternyata tidak hanya melihat lelaki dari wajah saja. Atau ada pepatah : 'lelaki bukan dari wajah'. Wanita sering dan kebanyakan berhasil melihat inner strength dari pria-pria pilihan hatinya. Lihatlah film "Beastly" yang disutradarai oleh Daniel Branz ini.

Jika inner beauty seorang wanita adalah meliputi : nilai-nilai virtue atau kebaikan watak perempuan.

Namun jika dalam  inner strength, mendorong pria dalam perbaikan sikap mental, sikap percaya diri, keteguhan hati, dan sikap mental positif pria yang kerap dan seringkali menjadi pertimbangan wanita memilih lelakinya, di samping juga faktor lahiriah.

Di sisi lain, seperti dua sisi mata uang adalah : tak kalah menjadi faktor natural spesies, adalah faktor kesiapan sisi material pria. Kemapanan pria secara natural spesies dipandang sebagai kesiapan pria untuk bereproduksi. Di mata wanita, rasa percaya diri dan kemapanan sosial ekonomi pria menjadi daya tarik keberlangsungan reproduksi spesies, yang secara naluriah spesies, dirasa menjamin berlangsungnya kehidupan dalam keluarga. (*)

Selasa, 13 November 2012

Sandi Sebagai Lambang Komunikasi


 
Dalam ilmu komunikasi dikenal adanya komunikasi verbal dan non verbal. Dalam komunikasi verbal ada pula cara berkomunikasi yang menggunakan lambang-lambang / simbol-simbol istilah bahasa tertentu yang hanya dimengerti oleh satu komunitas. Maksud penggunaan simbol-simbol bahasa ini adalah:
1.    Mempercepat alur komunikasi yang sangat urgent.
2.    Membatasi (limitasi) komunikan/ receiver/decoder. Karena sender/ komunikator/encoder tidak menghendaki simbol-simbol intern diurai oleh pihak komunikan eksternal.
3.    Encoder dan decoder sama-sama ingin agar pesan sampai se-efektif mungkin, tanpa ada bias kata-kata.

Sandi juga berfungsi sebagai identitas komunitas. Bahasa sandi sudah dikenal manusia sejak manusia dapat berkomunikasi antara satu dengan yang lain 20.000 tahun yang lalu. Bahasa pertama manusia adalah sandi-sandi yang telah disepakati umumnya istilah jari jemari untuk menandakan buruan.
Sandi sebagai bagian ilmu komunikasi, juga menunjukkan adanya prosedur dalam pengiriman pesan. Prosedur-prosedur ini telah disepakati oleh sebuah komunitas untuk saling berkomunikasi

Contoh : Sandi ini yang sudah umum merupakan sandi yang lazim digunakan oleh POLRI non satuan khusus :



SANDI ANGKA
-1-1 : Hubungi per telepon
- 1-4 : Ingin bicara diudara (langsung)
- 3-3 : Penerimaan sangat jelek/orang gila
- 3-3L : Kecelakaan korban luka
- 3-3M : Kecelakaan korban material
- 3-3K : Kecelakaan korban meninggal
- 3-3KA : Kecelakaan kereta api
- 3-4-K : Kecelakaan, korban meninggal, pelaku melarikandiri
- 4-4 : Penerimaan kurang jelas
- 5-5 : Penerimaan baik/sehat
- 8-4 : Tes pesawat/penerimaannya
- 8-6 : Dimengerti
- 8-7 : Disampaikan
- 8-8 : Ingin berjumpa langsung
- 10-2 : Posisi/keberadaan
- 10-8 : Menuju
- 2-8-5 : Pemerkosaan
- 3-0-3 : Perjudian
- 3-0-1: lagi kimpoi <- killerinhouse
- 3-3-8 : Pembunuhan
- 3-6-3 : Pencurian
- 3-6-5 : Perampokan
- 8-1-0 : Pembunuhan
- 8-1-1 : Hidup
- 8-1-2 : Berita agar diulangi (kurang jelas)
- 8-1-3 : Selamat bertugas
- 8-1-4 : Laporan/pembicaraan terlalu cepat
- 8-1-5 : Cuaca
- 8-1-6 : Jam/waktu
- 8-1-9 : Situasi

SANDI HURUF  - Taruna : Berita
- Gelombang : Jam/waktu
- Semut : Pelajar
- Lalat : Mahasiswa
- Pangkalan : Rumah/kediaman
- Cangkulan : Kantor/tempat kerja
- Gajah : Derek
- Komando : Kantor polisi
- Tikar : Surat
- Buntut tikus : Antena pendek (HT)
- Belalai gajah : Antena atas
- Laka : Kecelakaan
- Jaya 65 : Kebakaran
- Timor Kupang Pati : Tempat Kejadian Perkara
- Timor Lombok Pati : Telepon
- Timor Kupang Ambon : TerKendali Aman
- Halong Timur : Handy Talky (HT)
- Halong Pati : Hand Phone (HP)
- Kupang Rembang : KendaRaan
- Kupang Ambon : Kereta Api
- Wilis Kendal : Walikota
- Kendal Cepu : KeCamatan
- Kendal Lombok : KeLurahan
- Rembang Wilis : RW
- Rembang Timur : RT
- Rembang Rembang : Serse
- Rembang Solo : Rumah Sakit
- Rembang Pati : Rupiah
- Anak Kijang : Pencuri/Tersangka
- Ambon Demak : Angkatan Darat
- Ambon Lombok : Angkatan Laut
- Ambon Ungaran : Angkatan Udara
- Pati Medan : Polisi Militer
- Timor Medan : Tamu/Teman
- Lombok-Lombok : Lalu Lintas
- Timor Lombok : Lampu Lalu Lintas/Traffic Light
- Sepi : Senjata Api
- Sajam : Senjata Tajam
- Curat : Pencurian Dengan Pemberatan
- Curas : Pencurian Dengan Kekerasan
- Curanmor : Pencurian Kendaraan Bermotor
- Bandung Umar Solo : BUS
- Medan-Medan : Metro Mini
- Pati Demak Irian : Jam/Waktu
- Solo Medan Pati : Pelajar
- Solo Medan Ungaran : Mahasiswa
- Solo Timur Medan : Rumah/Kediaman
- Opak Kendal Jepara : Kantor/Tempat Kerja
- Opak Pati Solo : Derek
- Lombok Pati : Kantor Polisi
- Lombok Irian : Surat
- Lombok Demak : Antena Pendek (HT)
- Bandung-Bandung : Barang Bukti (BB)
- Bandung2 Padat : Makan
- Bandung2 Medan : Bahan Bakar Minyak
- Lampiran/Ambon : Istri
- Monik : Anak
- Solo Bandung : Stand By
- Solo Garut : SiaGa
- Medan Demak : Meninggal Dunia
- Pati Ambon Medan : Pengamanan
- Ambon Pati-Pati : Apel
- Palang Hitam : Mobil Jenazah
- Demak Pati Kendal : Dinas Pemadam Kebakaran

Sandi Pangkat Kesatuan
 - Kresna : Presiden
- Bima : Wakil Presiden
- Timor Bandung I : Kapolri
- Metro I  : Kapolda
- Timor I : Kapolres
- Jajaran 1 : Kapolsek
- Jajaran 2 : Wakapolsek
- Jajaran 3 : Serse
- Jajaran 4 : Sabhara
- Jajaran 5 : Bimas/Babinkamtibmas
- Jajaran 6 : Lantas/Lalu Lintas

- bandung bandung padat = makan
3-0-1: lagi kawin
anggota polisi d jogja...
75.x(x=1-10)
itu istilah untuk adanya cewek, 1-10 adalah skor untuk cewek

Ada lagi yang umum diucapin di penjara lapas/polsuspas
Posko=komandan regu
Posko 2=wadanru
01=pas 1= kalapas
02=pas 2=ka kplp
Palkam = Kepala Kamar
Bebek = pendatang baru
Istilah umum di penjara ‘88' itu sedang sibuk/jangan diganggu api 88 kadang diartikan : napi lagi intim sama pembesuk mungkin istri atau pacar. Yah saya pikir ini manusiawi. Yang tidak manusiawi adalah adanya pemaksaan/pemerkosaan antar napi karena adanya bahaya AIDS. (*)

Selasa, 23 Oktober 2012

Profesi Dosen





Pekerjaan sebagai Dosen tentu banyak suka dan dukanya, seperti halnya profesi yang lain. Saya kebetulan menjalani dua profesi, sebagai dewan editor pada susunan redaksi (editor) https://pewarta-indonesia.com
dan juga saya menjadi dosen. Untuk profesi dosen sendiri, sebenarnya syaratnya juga sudah tertuang dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen.
Dalam Pasal 1 ayat 2 UU No 14 th 2005 Tentang Guru dan Dosen sudah dijelaskan definisi dosen. Yakni ayat (2) : Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Jadi jelas bagi khalayak umum bahwa Dosen adalah sebuah profesi yang diatur oleh undang-undang, termasuk juga kualifikasi Dosen itu sendiri. Kemudian siapa yang bisa menjadi dosen ? maka diterangkan dalam Bab V UU No 14 th 2005 tentang Dosen.
Kualifikasi, Kompetensi, Sertifikasi, dan Jabatan Akademik diatur dalam Pasal 45 yang berbunyi :
Dosen wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, dan memenuhi kualifikasi lain yang dipersyaratkan satuan pendidikan tinggi tempat bertugas, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Dijelaskan pula dalam Pasal 46 ayat (1) Kualifikasi akademik dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 diperoleh melalui pendidikan tinggi program pascasarjana yang terakreditasi sesuai dengan bidang keahlian.
Pada ayat (2) Dosen memiliki kualifikasi akademik minimum:
a. lulusan program magister untuk program diploma atau program sarjana; dan
b. lulusan program doktor untuk program pascasarjana.
ayat (3)  Setiap orang yang memiliki keahlian dengan prestasi luar biasa dapat diangkat menjadi dosen. 
Ayat (4) Ketentuan lain mengenai kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dan keahlian dengan prestasi luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditentukan oleh masing-masing senat akademik satuan pendidikan tinggi.
Ditambah lagi aturan tentang Dosen yang dimuat dalam UU no 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (Dikti) dimana pada ayat (3) berbunyi : Program sarjana wajib memiliki Dosen yang berkualifikasi akademik minimum lulusan program magister atau sederajat.
Untuk itu sebaiknya pemerintah melalui Kemendiknas, tidak hanya tinggal diam menunggu dalam hal sertifikasi Dosen. Kemendiknas harus mendorong, membantu, dan mempercepat proses para Dosen yang belum mendapat sertifikasi agar segera dapat memperoleh sertifikasinya. (*)
(oleh : Mung Pujanarko, S.Sos, M.I.Kom Dewan Editor di https://pewarta-indonesia.com)

Sabtu, 20 Oktober 2012

Profesi Wartawan


Saya sependapat dengan tulisan saudara Syahreddy yang sehari-hari merupakan Kepala Biro Jambi pada sebuah Situs Berita.

Dalam tulisannya, Syahreddy membahas tentang fenomena wartawan yang hanya berbekal kartu pers namun rajin ‘keliling’ instansi baik birokrasi mapun swasta untuk mencari ‘sesuatu' yang jelas 'sesuatu' itu bukanlah berita.

Dalam tulisan saudara Syahreddy yang dimuat itu bisa dibaca bersama bahwa temuan Syahreddy menyatakan bahwa masih ada wartawan yang tidak bisa membuat karya jurnalistik, bahkan tidak punya media, namun selalu gentayangan dan meresahkan kalangan pemerintah serta kalangan swasta.

Kenapa meresahkan ?
Karena wartawan abal-abal itu memaksa meminta mulai dari kelurahan, sekolah. Wartawan abal-abal itu tak mencari berita, karena banyak dari mereka yang nulis berita saja tak bisa.

Apalagi ilmu jurnalistik. Aduh...jauh. Wartawan abal-abal tak paham dalam ilmu jurnalistik.

Menurut hemat saya, kini wartawan bukanlah era wartawan jaman dulu. Era kini adalah era konvergensi media. Wartawan, siapapun dia, hendaknya membuat karya jurnalistik yang sesuai dengan standar keilmuan jurnalistik.

Adapun menurut ketentuan Undang-undang Pers no: 40 tahun 1999, dijelaskan pada Pasal 1 ayat (1) : Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
Kemudian pada Pasal 1 ayat (4) : Wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik.
  Dijelaskan pula pada Pasal 7 ayat (1) : Wartawan bebas memilih organisasi wartawan. Dan pada ayat (2) Wartawan memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik.

Ilmu jurnalistik berjenjang, ada S1, S2 bahkan sampai S3 Jurnalistik, baik itu ilmu jurnalistik di dalam negeri maupun di luar negeri. Di Amerika, lulusan ilmu jurnalistik sangat dihargai, karena kapasitas keilmuannya yang menjangkau ranah komersial dan ranah penelitian akademis.
Di Indonesia, era kebebasan pers barulah lebih kurang dua dasawarsa, dan ilmu jurnalistik kini haruslah menjadi tuan rumah di negeri dunia media massa nasional.

Di luar negeri, media massa sudah lebih menghargai lulusan ilmu jurnalistik untuk menduduki posisi-posisi penting dan strategis, karena memang kompetensi keilmuan jurnalistik yang tidak sekadar '5W dan 1H' saja, namun lebih dari itu adalah analisa mendalam kerhadap konstruksi karya jurnalistik baik melalui discourse analysis maupun reality construction base on journalism.

Ilmu jurnalistik hendanya tidak dipelajari secara main-main. Karena jika mahasiswa Ilmu Jurnalistik benar-benar membaca semua buku Jurnalistik pegangannya, serta menerapkan semua metodologinya, maka dia akan mudah diterima dalam masyarakat kapitalisme media.
Pun, jika lulusan jurnalistik ingin berdiri sendiri sebagai Solo Journalist maka kemungkinan itu selalu ada bagi para wartawan yang memang memiliki disiplin ilmunya.

Jadi segala disiplin ilmu apapun ilmu itu, patutlah dihormati dan dihargai. Dari segi mana dihargainya ? yakni dari segi kompetensi lulusannya, dari kompetensi sarjana keilmuan itu sendiri. (*)

(Oleh : Mung Pujanarko,S.Sos, M.I.Kom alumnus magister ilmu komunikasi kekhususan bidang jurnalistik IISIP,  Dewan Redaksi https://pewarta-indonesia.com/)

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Printable Coupons