cari kata

Sabtu, 09 Agustus 2014

Blogger sebagai Solo Journalist

Mung Pujanarko (40) bersama anaknya yang kedua Kayla Putri Maharani, siswi kelas 2 smp



Era komunikasi modern semakin membuka peluang bagi para blogger untuk bekerja mandiri sebagai seorang Solo Journalist. Jika bukan kini atau belum saat ini, tapi pasti nanti akan menuju kepada kemungkinan bahwa seorang blogger mampu menjadi solo journalist yang mengisi celah niche dalam pasar informasi.

Solo journalist sejatinya adalah mengasah kemampuan jurnalistik  yang tidak perlu secara muluk-muluk mumpuni, karena menjadi mumpuni adalah proses panjang, namun yang dapat diterima oleh publik sebagai fakta dan data yang nyata. Karyanya bisa dibaca oleh publik sebagai karya yang informatif dan kreatif.

Jika mengikuti tegangan para pakar old journalism yang mungkin kini telah mapan duduk dalam sistem jurnalisme mainstream yang dibayar oleh perusahaan media tempatnya bernaung, maka tentu pemahamannya sedikit berbeda. Saya menyebutnya sebagai ‘tegangan’ pendapat. Karena setiap kali saya berdiskusi dengan para pakar jurnalistik di Indonesia yang kini telah mapan duduk di struktrur perusahaan media, mereka ini selalu tegang dan berintonasi tinggi saat ‘membela’ dan beradu argument dalam memihak sistem jurnalistik yang bersistem : ‘digaji untuk memberitakan’ atau disebut pula jurnalis profesional.

Pemahaman saya, seorang Solo Journalist adalah seorang jurnalis yang bisa dan sangat mungkin untuk memproduksi karya jurnalistiknya secara gradual non regular. Yang saya maksud dengan gradual non reuler itu adalah seorang Solo Journalist dapat kapan saja mengunggah karya jurnalistiknya tanpa mengikuti mentah-mentah aturan old journalism.
Aturan old journalism adalah gradual terstrukur seperti report by minute or by hour (laporan dalam hitungan per berapa menit dan per berapa jam/ pada news dot com) report by daily (harian), weekly (mingguan), biweekly (dua mingguan), monthly (bulanan), dan annually (tahunan).

Sistem pemberitaan jurnalisme ini mengacu pada umumnya sistem kerja wartawan yang digaji. Jadi harus senantiasa berkarya secara reguler untuk memperoleh gajinya. Wartawan yang bekerja di kanal news dotcom tentu harus mengunggah berita dalam hitungan menit atau jam yang telah ditentukan oleh perusahaan, dan berita yang diunggahnya adalah bukti dirinya bekerja dan berhak mendapatkan gaji. Wartawan yang bekerja di koran harian seperti yang penah saya alami dahulu adalah membuat beritanya perhari, sekian berita per-hari, dan berita itulah sebagai absensi kita, membuktikan jika sang wartawan layak memperoleh gaji dan tunjangan prestasi utuk julah berita yang ditulisnya dan dimuat.

Di televisi yang lebih rigid, jurnalis juga diwajibkan untuk bekerja dengan disiplin jurnalistik dalam waktu yang telah dipilih oleh kantornya untuk dilakukan oleh sang wartawan.

Sementara gradual non regular itu adalah Jurnalis memiliki kebebasan waktu untuk mengungah karya jurnalistiknya, kapan saja dia mau mengunggahnya dan memilih persitiwa yang hendak diunggahnya secara mandiri. Blogger sangat memungkinkan untuk memiilki kebebasan ini, blogger dapat dengan bebas dan kapan saja sesuai waktu yang dimilikinya menulis artikel atau berita laporannya di dalam blog-nya dan menjadi Solo Journalist bagi media blognya sendiri.

www.mung-pujanarko.blogspot.com sebagai salah satu media blog/dotcom yang diundang dalam salah satu acara

Blogger sebagai solo journalist kelak adalah konsekuensi masa depan era Technology Information. Seperti halnya Citizen Journalist adalah konsekuansi logis dari demokrasi yang semakin berkembang dan era kebebasan berekspresi melalui saluran informasi.

Saya kerap mendengar para pakar berteriak bahwa kebebasan berekspresi  melalui kebebasan bermedia harus dibatasi.
Saya sepakat dengan pembatasan asalkan pembatasan berinformasi ini sesuai pembatasan dalam segala jenis Undang-undang yang telah berlaku. Misalnya untuk yang bernuansa pemecah belah dan penghasutan atas SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan) kemudian informasi bertendensi kriminal seperti pencemaran nama dan fitnah dan pornografi seperti yang telah diatur dalam segala UU mulai UU ITE, UU KUHP, atau UU no 40 th 1999.

Namun saya tidak sependapat jika kebebasan berekspresi melalui saluran jurnalistik dibatasi hanya milik media yang besar secara ekopol (ekonomi politik) media. Kemudian mendorong kesombongan tidak logis dari jurnalis yang digaji oleh media besar, dan jurnalis yang digaji oleh media besar ini biasanya dengan congkak mengusir jurnalis yang lebih independen, jurnalis yang berasal dari media belum ternama.

Atas fenomena ini saya sedikit paham, karena saya pernah bekerja di sebuah harian ternama di Surabaya dan Jawa Timur dan kemudian bekerja sebagai jurnalis di biro Jakarta yang memungkinkan saya bertemu dengan berbagai jurnalis dari berbagai media.

Jurnalis dari media besar kemudian biasanya menjadi congkak dan di beberapa kesempatan berani mengusir jurnalis dari media yang tak terkenal. Pengusiran ini kerap terjadi  jika ada kepentingan tertentu menyangkut ala kadarnya yang diberikan. Namun jika liputan biasa saja tanpa ada embel-embel imbalan, maka pengusiran tidak terjadi. Intinya bisa jadi sebatas primal insting rebutan resorces.

Atas aktifitas jurnalistik yang pernah saya lakukan, saya kerap ditanyai oleh rekan sesama jurmnalis, "Mas dari media mana?" saya jawab "Saya dari www.mung-pujanarko.blogspot.com, media milik saya sendiri".

Rekan wartawan tadi menatap bingung dan curiga, "Media apa ? Kok bisa diundang? kok boleh meliput ?" Yah terpaksalah saya menjelaskan tentang pasal 28 F UUD 1945, tentang prinsip elemen journalism, tentang citizen journalist di negara maju dan kini tengah berkembang di Indonesia, tentang solo journalist, akhirnya beberapa rekan wartawan mendengarkan penjelasan saya, seperti halnya kuliah dadakan dengan durasi 2 sks.

Saya tidak menjelaskan jika saya adalah magister jurnalistik lulusan IISIP Jakarta dan juga dosen jurnalistik di sejumlah universitas, dimana para alumni mahasiswa saya juga telah menjadi jurnalis di berbagai media, juga editor dan kolumnis di www.pewarta-indonesia.com milik PPWI (Persatuan Pewarta Warga Indonesia) sebuah organisasi citizen journalist/ pewarta warga yang diakui oleh NKRI. Buat apa saya menjelaskan hal yang justru membuat para  rekan wartawan makin bengong?

 Saya hanya memaparkan bahwa kegiatan jurnalistik mungkin dilakukan oleh orang yang telah paham ilmu jurnalistik, kegiatan jurnalistik secara solo juga mungkin dilakukan oleh seorang blogger sesuai dengan UU dan konstitusi yang berlaku. 

Karena setuju atau tidak, pada hakekatnya kebebasan berekspresi adalah juga milik rakyat yang tengah belajar jurnalistik meski proses belajarnya panjang, pula milik para blogger yang semangat menulis.

Kebebasan ini memang bisa dibendung, namun bendungan itu akhirnya nantinya toh jebol juga karena air dari kebebasan indvidu ini semakin deras. Sebuah negara totaliter dapat membendung  kebebasan indvidu untuk berpendapat, namun negara itu menjadi tempat yang tidak enak untuk ditinggali bagi para kreator informasi yang kreatif. (*)




Jumat, 25 Juli 2014

Bahaya laten Narkoba

Disebut narkotika berbahaya, karena jenis farmasi narkotika yang disalahgunakan (abused) pemakaian dosisnya dan tujuannya sehingga tidak ada kendali bagi pemakainya, sehingga berbahaya. Berbahaya tidak hanya bagi diri pemakai namun juga berbahaya bagi orang-orang di sekitarnya, masyarakat umum, yang dirugikan karena pemakai narkoba yang telah kecanduan akan mungkin sekali berbuat kriminal seperti merampok dan mencuri,melacur untuk  memenuhi kebutuhan membeli narkoba.
 
Awalnya bagi seorang anak muda yang memakai narkoba jenis apa saja, tujuan awalnya adalah langsung mencari kesenangan, dan awalnya mungkin tidak terasa serius akibatnya, terasa hanya recreational drugs, narkotik untuk rekreasi. Yang dicoba untuk entry point umumnya jenis pil oral (telan), untuk rekreasi, dan merasakan sensasinya. Setelah lambat laun, tentu makin serius keadaannya, anak muda itu akan memakai segala macam narkoba dan segala macam cara memperoleh uang demi membeli narkoba. Paling mudah adalah minta uang ke orang tua terus menerus dengan cara berbohong.
 
Jika orang tuanya kaya plus terlalu sayang anak, maka anak muda penyalah guna narkoba akan lebih leluasa. Karena uang selalu ada untuk membeli narkoba. Tujuan hidupnya adalah selalu senang, narkoba bisa dibeli, dan hidup masa muda selalu dalam keadaan senang, gembira tak terkira. State of happiness.
Tak lama kemudian, anak muda itu kemudian menjadi mahasiswa, dan karena pasokan uang tetap lancar, maka level bersenang-senang saat kuliah pun meningkat dengan hiburan malam, dan miras, narkoba juga seks bebas.

Semua anak muda tentu ingin senang, ada yang senang secara wajar saja, ada senang secara ekstrem. Kategori senang secara ekstrem inilah yang mudah menembus batas kewajaran. Tapi toh batas itu sudah kabur (blur) seiring perkembangan jaman, permisivisme masyarakat, pergeseran budaya dan norma.
 
Yang dicari kesenangan  
Hidupnya kemudian hanya memburu kesenangan semata. Senang terus di dunia fana ini. Tapi apakah mungkin senang terus di dunia ini ?
 
Beberapa orang yang memiliki pasokan keuangan yang bagus, mungkin akan tetap dalam kondisi senang selama beberapa dekade. Dan tak lama kemudian anak muda tadi dari mahasiswa kemudian harus bekerja.
Bekerja inginnya gaji besar, tapi apa daya karena kuliahnya hanya membru kesenangan dan lupa rasa kerasnya belajar, maka kemudian rela menempuh jalan apa saja agar bergaji besar, termasuk menyogok agar menjadi aparat negara, nyogok untuk kerja di BUMN bergengsi. Intinya,  tetap saja ingin dalam kondisi yang senang (happy) dan easy terus-menerus.
 
Kemudian tibalah saat berkeluarga. Karena dari mulanya adalah hanya kenal senang, maka jika kondisi rumah tangga goyah sedikit dan kesenangan makin sulit didapat dari pasangan, maka segeralah pemburu kesenangan ini mencari exit atau jalan keluar, escape from reality that bites.
 
Dunia ini dianggapnya adalah tempat kesenangan terus-menerus. Jika sedih atau depresi maka narkoba menjadi jalan pintas, memintas kesedihan menuju kesenangan, melupakan kesedihan. Karena pengalaman awalnya narkoba jenis apa saja adalah obat kesenangan, pemintas segala kesakitan, pemintas segala kesedihan.
 
Narkoba yang awalnya ketika remaja adalah obat rekreasional, menjadi obat pelarian. Dosis pun makin meningkat tak terkendali, apalagi ada jenis narkoba untuk stimulan fisik yang luar biasa (jenis meth), ada yang untuk mendongkrak kemampuan seksual meski beresiko tinggi terhadap kesehatan
Segala macam cara hidup di dunia ini dimaksimalkan untuk memburu kesenangan. Tujuan hidup menjadi satu : senang. Kesedihan menjadi momok yang menakutkan, tragedi, tragis sedapat mungkin dihindari.
Larut terlalu terfokus menghindari kesedihan, maka jika sedih sedikit maka cepatnya mencari obat pemintas kesedihan lagi.
 
Contohnya (subyektif) :
-Suami yang mendapat sedikit kesedihan dari istri, lalu segera   lari ke wanita lain, paling mudah ke PSK. Pulang-pulang mendapat AIDS dan PMS (penyakit menular seksual). Atau pulang-pulang langsung mengumumkan ada alternatif wanita lain yang dirasa mampu memberi kesenangan lebih.
-Anak muda yang sedih karena apa saja, lalu lari ke narkoba, kisahnya akan berulang lagi dari atas tulisan ini.
-Sebagian Pekerja, bisnisman yang mengenal narkoba sebagai stimulan pereda kesakitan hidup, stimulan menuju kesenangan.
 
Maka sejak mental hanya cari kesenangan sesat, narkoba adalah bahaya laten. 
Evolusi Narkoba 
Peredaran narkoba semakin deras saja, data ini bisa ditengok di BNN. Lebih saya khawatirkan adalah jaman informasi deras ini, membuat orang jadi lebih mudah bikin narkoba secara mandiri.
Pada tayangan NGC (national geography channel) yang saya saksikan menggambarkan bagaimana orang di negara maju telah mudah ‘mengocok’ meth. Meth di sini dikenal sebagai shabu-shabu (methamphetamin). Digambarkan mengocok meth dapat dilakukan secara mandiri seorang saja, tanpa butuh pabrik narkoba canggih.
Hanya seotol botol plastik, obat flu yang diambil pseudo efedrinanya, lithium, dan aneka bahan kimia yang dapat mudah diperoleh karena terkandung dalam produk house holds. Resikonya adalah keracunan uap beracun dan terbakar karena reaksi kimia.
Ngeri-lah kalau sudah makin mandiri bikinnya seperti ini. Bagaimana derasnya kalau kemudian dengan adanya evolusi (kalau tak mau disebut revolusi) narkoba ini dalam pandangan saya di Indonesia dalam 5 tahun kedepan. Bukan tak mungkin evolusi narkoba ini membuat Narkoba semakin deras, terdiversifikasi 
(seperti ragam designer drugs seperti yang pernah saya tulis di blog ini juga), makin gampang dibuat mandiri, dan makin menyebar menyasar pengguna anak muda, dan kalangan produktif yang rentan.
 
Maka sejak mental hanya cari kesenangan sesat, narkoba adalah bahaya laten. 
Renungan ini saja dulu yang bisa saya tuliskan, berdasar keprihatinan akan semakin meningkatnya penyalah-guna narkoba di Indonesia. Di saat ekonomi negara makin turun. ---Maaf bukan turun dalam arti perhitungan makro ekonomi yang muluk-muluk-, karena ini mudah dibantah oleh ahli ekonomi, “Mana enggak turun, ini ekonomi negara naik,?” iya naik tapi kan bukan sektor riil kemampuan rakyat, tapi investasi uang yang masuk naik.
 
Data yang saya baca dari data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyebutkan bahwa realisasi investasi modal baik lokal maupun asing (combined) pada triwulan II 2014 ini mencapai Rp. 116,2 Triliun, naik drastis bahkan sebagai rekor, namun hal ini tidak diimbangi oleh penyerapan tenaga kerja.
Berdasarkan data BKPM realisasi penyerapan tenaga kerja Indonesia pada triwulan II 2014 mencapai 350.803 orang. Sedangkan pada tahun 2013 pada periode yang sama lalu penyerapan tenaga kerja mencapai 626.376 orang.
 
Dengan begitu, maksudnya,  turun secara sederhana saja, artinya bagi rakyat kemampuan ekonominya turun, pendapatan mayoritas tetap, namun harga kebutuhan naik, entah harga naik karena kalah valuta, atau  kesenjangan neraca ekonomi yang makin jauh, ini berarti membuat kemampuan ekonomi rakyat turun. Di sisi lain iming-iming konsumerisme nyata di depan mata rakyat.
 
Biasanya jaman semacam ini akan lebih memicu sakit frustasi di masyarakat. Dan jaman ini adalah jaman sekarang ini. Saat ini meski telah ganti pemerintahan, namun bisa dirasakan aura endapan kemarahan dan frustasi masih menggema di jalan-jalan raya kota besar.
 
Misal, di Jakarta, kemacetan parah menyebabkan kualitas hidup menurun. Dan rakyat di jalan raya pun makin emosional, tidak ada lagi saling menenggang rasa. Yang bermobil mendesak sepeda motor. Yang bermobil lebih mewah malah mendesak transportasi umum jalur bus, karena sok kuasa.
 
 Kelompok masyarakat yang rentan tak dapat menahan kesakitan, frustasi berkepanjangan, akan beresiko lari pada narkoba, klenik bahkan kriminal.
 
Maka sejak mental hanya cari kesenangan sesat, narkoba adalah bahaya laten. (*)

 
Tinggalah kita orang tua memberikan bekal Agama, secara jawaban aman pastilah balik ke Agama.   

Minggu, 20 Juli 2014

Senat Mahasiswa FIKOM Jayabaya mengadakan Buka Puasa bersama dengan Anak Yatim

Suguhan marawis dari para anak yatim undangan

Sahur On The Panti Asuhan, acara khas anak FIKOM Jayabaya


Sebanyak 40 anak yatim diundang ke FIKOM Jayabaya untuk buka puasa bersama. Dalam acara buka puasa bersama ini, para anak yatim yang diundang juga  berkesempatan mementaskan kesenian marawis.

Acara buka puasa bersama dengan anak yatim ini dilakukan pada hari Sabtu (19/7) di Kampus FIKOM Jayabaya di Jl Pulomas, Jakarta Timur, acara buka puasa dengan anak yatim telah biasa dilakukan sebagai agenda tahunan senat FIKOM Jayabaya.

Menurut Ketua Pelaksana acara yakni Syalwa Irhamna (19) menyatakan bahwa selain mengadakan buka puasa bersama dengan anak yatim, mahasiswa FIKOM juga melaksanakan kegiatan sahur bersama di lokasi panti asuhan.

 Syalwa mengutarakan, yang pertama mahasiwa FIKOM Jayabaya mengundang anak yatim karena  ingin menunjukkan kepedulian terhadap para anak yatim. Dan juga memberikan uang saku terhadap anak-anak yatim yang diundang. Dan kedua, mahasiswa FIKOM ganti mendatangi anti asuhan untuk sahur bersama dan kembali memberikan santunan.

“Dengan datang ke Fakultas dan juga mementaskan kesenian marawis di lobby kampus, maka anak yatim yang kami undang dapat mengetahui wawasan tentang bagaimana  kehidupan kampus, karena Insya Alloh para anak yatim ini kan nantinya ada yang menjadi mahasiswa, dan diharapkan setelah mereka menjadi mahasiswa kelak, atau nantinya mereka sudah bekerja, maka juga terbangun kepedulian terhadap sesamanya yang membutuhkan, dan bagi kami mahasiswa yang datang ke panti asuhan anak yatim, memberikan wawasan bahwa di Indonesia masih banyak yang membutuhkan uluran tangan, tanpa kami mengharap pamrih,” tutur Syalwa.

Ketua Badan Perwakilan mahasiswa, Muhammad Raffi juga menjelaskan bahwa acara ini diharapkan dapat memberikan pengalaman positif kepada para mahasiswa terutama mahasiswa FIKOM Jayabaya. "Acara buka puasa bersama atau acara sahur bersama anak yatim ini, lebih pada pengalaman batin, dan memberikan semacam perlawanan terhadap sikap apatis, cuek dan kesombongan yang mungkin masih menghinggapi individu mahasiswa, namun kebersamaan dengan kawan sekampus dan lingkungan yang membutuhkan uluran tangan bisa melawan penyakit hati yang mungkin masih menghinggapi individu yang mungkin merasa telah mapan, telah nyaman berkuliah, padahal semua ini kan milik Alloh semata," pungkas Raffi. (*)





Selasa, 20 Mei 2014

Pemenang Lomba penulisan Esai UNJ dan PPWI


Mung Pujanarko bersama para Dosen FIS di UNJ



Dewan Juri dari PPWI (Persatuan Pewarta Warga Indonesia) bekerja sama dengan panitia "Lomba Menulis Esai Mahasiswa se-Indonesia, dari Himpunan Mahasiswa Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Ilmu  Sosial - Universitas Negeri Jakarta (UNJ)  mengumumkan para pemenang lomba.
Pengumuman sekaligus penyerahan penghargaan kepada para pemenang dilakukan dalam lingkup acara "IPS Festival 2014" di Gedung K, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Jakarta, Jl. Rawamangun Muka, Jakarta, hari selasa (20/5).

Proses seleksi naskah esai dan penjurian Lomba Menulis Esai Mahasiswa se-Indonesia yang diadakan oleh Himpunan Mahasiswa Pendidikan IPS Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta ini telah berlangsung dari 3 April 2014 sampai tanggal 15 Mei 2014.

Hadir dalam penyerahan penghargaan kepada para pemenang Lomba Menulis Esai adaah Wakil Ketua PPWI Mung Pujanarko, para Dosen UNJ dan Panitia Lomba dari HIMA Pendidikan IPS, yakni Tri Satria dan Nusa.

Setelah Tim Juri dari PPWI melakukan seleksi esa-esai karya mahasiswa se-Indonesia yang masuk, maka pada lomba Menulis Esai Mahasiswa se-Indonesia 2014 kali ini yang menjadi pemenangnya adalah :

-Juara Pertama diraih oleh Dahlia Mumtazah dari Universitas Brawijaya, Malang.
-Juara II diraih oleh Akrima Dewi dari Universitas Negeri Jakarta.
-Juara III diraih oleh Khanza Sanrang dari Institut Pertanian Bogor.
-Juara Harapan I diraih oleh  Meri dari Universitas Gadjah Mada, Jogjakarta.
-Juara Harapan II diraih oleh Tita Setiawati dari Universitas Negeri Jakarta.
-Juara Harapan III diraih oleh Eveline mahasiwa Universitas Diponegoro, Semarang.

Wakil Ketua Persatuan Pewarta Warga Indonesia, Mung Pujanarko memberikan sambutannya dalam IPS Festival UNJ 2014

Dalam sambutannya, Wakil Ketua PPWI Mung Pujanarko memberikan ucapan selamat pada para pemenang, dan sekaligus memberikan apresiasi kepada para mahasiswa FIS-UNJ yang telah berhasil membuat acara lomba tingkat nasional. Mung Pujanarko juga memotivasi para mahasiswa yang hadir dalam kegiatas IPS Festival 2014 ini agar jangan ragu untuk membuat esai, karena karya tulis esai adalah karya tulis yang bermutu baik secara keilmuan dan mudah dibaca oleh khalayak luas.”Mahasiswa  sebaiknya biasa menulis esai sebagai karya tulis yang bermutu keilmuan karena didukung adannya fakta dan data yang dapat disandingkan dengan teori ilmiah, namun masih enak dan ringan dibaca tanpa mengerutkan dahi, intinya sederhana namun cerdas membahas sisi kehidupan,” papar Mung Pujanarko selaku Wakil Ketua PPWI  yang akrab dipanggil Imung ini (*)

Jumat, 16 Mei 2014

FIKOM Days 2014

Mung Pujanarko memberikan sambutan pada pembukaan FIKOM Days 2014

Mahasiswa FIKOM (Fakultas Ilmu Komunikasi) Universitas Jayabaya Jakarta menyelenggarakan kegiatan seni dan budaya berkaitan dengan agenda tahunan yang bertajuk "FIKOM Days" di Kampus Universitas Jayabaya, Pulo Mas, Jakarta.

Acara FIKOM Days ini adalah kegiatan yang dilaksanakan setahun sekali oleh mahasiswa FIKOM Jayabaya, dan pada tahun 2014 ini diadakan pada tanggal 13 Mei hingga 16 Mei 2014.

Dalam kegiatan ini pada hari pertama (13/5) diisi dengan workshop seni dan budaya, kemudian tanggal (14/5) diadakan kegiatan seminar yang menghadirkan para alumni FIKOM Jayabaya untuk membagikan ilmunya sekaligus sebagai ajang tanya jawab seputar lapangan kerja lulusan ilmu komunikasi. Alumni FIKOM Jayabaya kini telah tersebar di berbagai lapangan kerja, serta rata-rata bekerja sebagai jurnalis dan humas.

“Kami memilih menjadi jurnalis karena memang lulusan Ilmu Komunikasi sangat laku di pasar kerja dunia media massa,“ ujar  Aden (21) yang kini bekerja sebagai video jurnalis di "Rajawali Televisi" yang dulu bernama "B Channel". Pengalaman sebagai broadcaster juga dikemukakan oleh alumni FIKOM yang lain yakni Bejo (24) dan Sintya (20) yang kini bekerja di TV One, kemudian ada Yatti Febri yang bekerja di Net TV, Rabon bekerja di situs bola.com, Norman fotografer di media Info Gading, dan beberapa alumni lainnya yang bekerja sebagai praktisi Humas.

Pada kegiatan Fikom Days kali ini yang menjadi Project Officer adalah Garry Akitha (19), dibantu oleh panitia mahasiswa FIKOM Jayabaya dari angkatan 2011, angkatan 2012 dan angkatan 2013.


Sedangkan pada acara yang berlangsung pada tanggal 16/5 adalah acara pentas musik baik musik tradisional maupun modern dan parade Band yang berlangsung hingga petang hari, menghadirkan bintang tamu "Beben Jazz".

Dalam sambutan pembukaan FIKOM Days, Pembantu Dekan III Bidang Kemahasiswaan Mung Pujanarko, S.Sos, M.I.Kom berpesan agar setiap kegiatan kemahasiswaan harus diawali dengan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, agar acara mahasiswa bisa diberikan kelancaran, keamanan dan kemudahan. Selain itu setiap acara mahasiswa haruslah membawa energi yang positif yang dapat dirasakan manfaatnya bagi diri setiap mahasiswa yang mengikutinya.(*)

Selasa, 15 April 2014

Launching e-paper PosKota

orasi Harmoko
Rektor Universitas Jayabaya Prof.H. Amir Santoso, M.Soc,Sc, Phd, duduk di tengah diapit mantan Menteri Harmoko, dan Capres PKB Rhoma Irama

dari Ki-Ka : Indra Sirait Ketua Sema FIKOM, Firdaus Nasril, dan Febryan

Delegasi mahasiswa FIKOM (Fakultas Ilmu Komunikasi) Universitas Jayabaya menjadi satu-satunya delegasi mahasiswa yang diundang dalam launching (peluncuran) e-paper Pos Kota yang  bertepatan dengan HUT ke-44, harian Pos Kota di Gedung Arsip, Jalan Gajahmada, Tamansari, Jakbar, Senin (14/4) malam.
Peluncuran berita versi digital ini dihadiri antara lain oleh pihak Gubernur DKI Jakarta, Kapolda Metro Jaya, hadir pula Rektor Universitas Jayabaya Prof.H. Amir Santoso, M.Soc,Sc, Phd, mantan Menteri Harmoko, Capres PKB Rhoma Irama dan sejumlah tokoh politik.

Menurut Bangkit Nugroho selaku ketua Badan Perwakilan Mahasiswa FIKOM Jayabaya yang hadir dalam acara launching e-paper itu menyatakan bahwa dengan diundangnya para mahasiswa FIKOM Jayabaya ini, diharapkan bisa memetik ilmu tentang penggunaan e-paper sebagai bentuk media massa digital.

”Dalam lingkup ini, FIKOM Jayabaya menjadi satu-satunya delegasi mahasiswa yang diundang dalam acara launching e-paper ini, tentu saja hal ini adalah momen untuk lebih mempelajari e-paper sebagai media massa digital dalam ranah new media,” ujar Bangkit Nugroho yang berkuliah semester 6 jurusan jurnalistik ini.

Sedangkan undangan lainnya yakni Indra Sirait selaku Ketua Senat Mahasiswa FIKOM Jayabaya mengapresiasi e-paper Pos Kota sebagai media yang relatif mudah diakses.

“Pos Kota adalah media mainstream yang signifikan dalam kancah industri media di tanah air, kami sebagai mahasiswa tentu ingin mengetahui lebih dalam tentang e-paper Pos Kota ini karena dilihat dari segmentasi pembaca yang menjangkau semua lapisan, dari bawah hingga atas” tutur Indra Sirait yang juga sebagai mahasiswa semester akhir konsentrasi ilmu jurnalistik ini bersama mahasiswa FIKOM lainnya yakni Febrian Nyeta Rahmad dan Firdaus Nasril.

Salah satu pendiri Pos Kota, Harmoko menyatakan berita di Pos Kota, baik versi koran maupun online disajikan secara detil dan obyektif. “Saya selalu mengingatkan wartawan, harus bekerja secara adil,” ujar Harmoko sambil mempresentasikan buku hasil karya pribadinya kepada mantan menteri Rahardi Ramelan, dan kepada Rektor Universitas Jayabaya Prof. Amir Santoso, M.Soc., Ph.D, artis Rhoma Irama,  dan undangan lainnya. (*)



Minggu, 23 Maret 2014

Tingkatkan Kapabilitas, STKIP Purnama Gelar Seminar Jurnalistik




 Sedikitnya 80 orang mahasiswa STKIP (Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan) Purnama mengikuti pelatihan jurnalistik di Kampus STKIP Purnama di Jl Tirtayasa II, No 5, Jakarta Selatan. Pelatihan yang digelar pada hari Minggu (23/3) ini untuk meningkatkan kapabilitas dan kemampuan mahasiswa di bidang jurnalistik dan pengenalan pers serta pengenalan peta media massa di Indonesia.
Dalam pelatihan itu tampil sebagai pembicara antara lain adalah Mung Pujanarko selaku akademisi dan praktisi media massa.

Menurut Anhar selaku ketua BEM STKIP Purnama dan salah satu panitia menyatakan dengan pelatihan ini diharapkan nantinya mahasiswa STKIP Purnama mampu membuat media sendiri.
“Kami ingin menghidupkan lembaga pers mahasiswa dan bertujuan untuk membuat media massa sendiri,” ujar Anhar
Sementara itu menurut salah satu narasumber yang hadir yakni Mung Pujanarko, menyatakan bahwa dalam menajemen media kemahasiswaan yang paling penting adalah  mahasiswa itu sendiri mampu menjadi konten manajer dan memiliki media massa sendiri.
“Kini punya media massa sendiri tak sulit karena memiliki blog dan memiliki dotcom mudah dilakukan, yang penting dalam kebebasan bersuara adalah mematuhi hukum yang berlaku serta mengisi konten media itu dengan karya sendiri,” ujar Mung Pujanarko.(*)

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Printable Coupons