cari kata

Kamis, 08 Desember 2016

Wisata untuk menyimpan Waktu

Menulis tentang pengalaman trip atau perjalanan wisata kita, tentu tidak semua orang mampu menuliskannya.

Kebanyakan orang akan menjawab : 

"Untuk apa sih saya repot amat menulis perjalanan wisata saya? Toh upload ke medsos saja seperti instagram atau bbm atau whatsapp dll sudah beres? Ngapain lagi kok susah kita menuliskan, yang penting pamer kan ?"

Itulah yang agak keliru ketika kita hanya mengupload foto wisata kita hanya sekedar untuk menunjukkan pada lingkaran seputar teman-teman kita.

Pula pada saudara kita dan handai tolan kita, mungkin para fans penggemar anda, yang nama-namanya sudah ada dalam daftar kontak whatsapp group, sudah ada nama-nama kontaknya dalam lingkaran pertemanan medsos kita.

Bahwa kemudian kita mengupload foto wisata sambil menuliskan sebaris (sebaris saja) teks yang mengumumkan kita sudah wisata ke mana saja.

Karena dalam media sosial seperti : whatsapp, line, bbm, instagram dll yang melihat aktivitas kita kan hanya relatif terbatas pada group, dan nama kontak handai tolan sahaja.

Namun kalau di web log seperti ini, maka yang mengakses adalah bukan hanya sekadar relasi kita saja, bahkan mungkin relasi handai tolan, teman-teman kita tidak akan melihatnya, karena mereka tidak tahu kalau kita menulis pengalaman kita saat wisata.

Sebaliknya, yang melihat tulisan kita adalah orang yang mencari lewat kata kunci mungkin, atau, hanya kesasar mampir di blog karena faktor LSI atau Latent Symantex Index semata. 

Tadinya tidak ingin menuju mencari informasi berdasar kata kunci, namun mesin pencari tetap mengindeks tulisan kita karena ada hubungan index saja.

Namun justru itulah maknanya.




Saya, misalkan menulis perjalanan saya bukan hanya sekadar bahwa nanti teman-teman saya atau saudara akan melihatnya, tidak sama sekali. Karena mereka semua tidak tahu kalau saya memiliki blog untuk menulis. 







Lagipula saya juga bukan peserta medsos yang aktif. Saya bukan aktivis medsos. Kalau aktivis  web log seperti ini mungkin iya, sebulan nulis satu-dua tulisan saja.

Kalau di medsos kesan pamer kepada para handai-tolan semesta, teman setaman semasa smu, teman setaman semasa sd atau semasa smp, semua itu adalah audiens-captive kita yang kita ciptakan lingkaran audiens itu ketika kita bergabung dalam sebuah grup pertemanan, keluarga atau handai tolan.

Massa yang captive exclusive seperti hanya terbatas pada teman, handai tolan dan hanya saudara-saudara sahaja sepert kawan sepermedsosan atau seperti saudara seperinstragraman saja.

Orang yang mengejar snsasi hanya bisa berharap jika pesan atau foto itu viral, dan nantinya dibahas di media massa.

Maka kesan pamer akan kuat berlangsung.
Karena pula sejak kecil kebanyakan orang sudah diasuh dengan pola asuh yang mendorong kompetitif dalam segala hal.

 Dari semenjak masa kecil sudah dibanding-bandingkan dengan anak teman, anak saudara, anak family, anak-anak handai tolan seumuran yang lain, maka hal ini akan kebawa sampai usia dewasa secara psikologis.

Ketika sudah dewasa maka dengan laten orang akan terus dalam suasana kompetitif yang kental.
Teman sekantor dianggap kompetitor, teman semasa sd semasa smp dan semasa smu juga masih dianggap sebagai kompetitor sejati pesaing saja, bukan sekadar teman belaka. Jiwa ini ingin terus melakukan pembuktian, karena mungkin merasa inferior pada jaman SD, SMP atau SMUnya, dulu belum punya apa-apa, kurang mampu bergaul, introvert, juga mungkins tipis  memendam envy perlahan pada para teman yang dianggap lebih populer, maka setelah dewasa, dengan ajang alasan teman sepermedsossan atau kawan seperinstagraman, maka kesempatan balas dendam pamer akan mudah dilampiaskan.

Diantaranya adalah dengan mengupload secara serial foto-foto wisata, mungkin untuk eksistensi, mungkin untuk pembuktian diri kepada orang lain, untuk menutup lubang kekosongan jiwa yang memang harus menuntut untuk ditambal setiap hari dengan aktualisasi diri.

Hal ini didasari atau tidak masih melekat dalam jiwa. 

Jadi ketika kita mengupload foto-foto wisata kita, di sebuah group medsos yang massa audiens-nya sudah diciptakan secara captive, tercipta secara circle limited, sebatas pada group teman, handai tolan dan saudara ini, kebaynakan juga masih ada terbalut suasana kompetitif.

Maka yang muncul dalam benak kawan, handai tolan, saudara anda adalah : “Oh dia sudah ke wisata itu, oh dia sudah ke sana, wah sukses mapan nih anak, aduh aku ga mau kalah ah kapan nanti akan aku balas, aku juga bisa wisata seperti dia, di tempat itu, nanti pasti akan aku balas upload di medsos, tunggu saja.”

Jiwa kompetitif-jiwa persaingan yang sudah dikondisikan mendarah-daging semenjak masa kanak-kanak, yang dipacu harus bersaing dengan teman sekelas, bahkan sejak teman sekelas TK, bahkan banyak ibu-ibu rela nyogok agar anaknya jadi juara kelas TK / PAUD...bayangkan, agar dapat rengking di sekolahnya, nyogok lagi agar keterima sekolah favorit, padahal ya sama saja kuliahnya pun harus bersaing lagi, dan hal ini masih berlanjut di kantornya harus bersaing dengan rekan-rekan sekerja. 

Kondisi persaingan hidup ini secara alam bawah sadar akan terbawa pula saat berwisata.
Terjadilah persaingan halus saling upload foto wisata karena nuansa persaingan, ajang saling unggul-unggulan.

Hal ini tentu akan disambut hangat para travel biro yang memang jualan sensasi wisata, bahwa jika anda suka upload foto di medsos akan segera ditangkap sebagai kesempatan bagi travel biro untuk jualan.

Kini paket wisata yang laku adalah yang menawarkan spot foto yang indah yang akan bergengsi ditampilkan di medsos.

Jadinya, karena hanya sibuk ber selfie dan unggah foto saja jadi justru tidak nulis perjalanan apa-apa malah yang penting hanya foto di tempat wisata karena dengan satu tujuan: Ingin terlihat sudah wisata di tempat yang eksotis, apalagi jika komentarnya para teman yang dulunya mungkin tidak melirik anda, adalah : “Wuihh kerenn, aduh jengg... pingin juga aku ke sana...” atau “ Aduh jengg... bikin iri saja, aduh mantap loh....” disertai icon jempol like dari handai tolan.

 Woow hati ini serasa melayang... serasa mendapat charge energi penuh, padahal dulu jangankan menyapa, melirik anda pun kawan anda itu enggan.

Dan foto anda itu secara telak menunjukkan pada lingkaran perkawanan anda kalau anda sudah ke sana tempat wisata itu, dan yuppp.... anda jadi perbincangan hangat pada medsos pada lingkaran handai tolan-teman dan sanak saudara saja.

Esensi wisata jadi melenceng.

Menurut saya pribadi (Mung Pujanarko) saya tidak perlu mengutip siapapun juga, dan anda juga tidak perlu mengutip saya. 

Esensi wisata adalah :

Wisata dalam bahasa sansekerta adalah sebuah makna peziarahan diri untuk memaknai kehidupan di tempat visata atau wisata yang sedang dikunjungi, esensi kehidupan di tengah waktu anda saat itu. Keheningan diri, adalah esensi wisata.

Tapi aduh jengg... jaman kekinian ini siapa mau hening diri sihh... sedangkan ibadah religius ke luar negeri saja sudah marak berubah jadi ajang pembuktian kesuksesan materialis duniawi diri, jadi ajang mencari like dan sensasi kekaguman sanak saudara, teman dan handai tolan.

Lah terus dimensi ‘afterlife’ setelah kehidupan dunia ini, apa berpengaruh dan terpikirkan ?

Maka itu ketika saya ketik pengalaman perjalanan ini dengan niat bahwa saya ingin tetap menyimpan (keeping) memory ini karena semuanya karena keterbatasan saya yang tidak mampu lagi mengingat secara rinci apa saja yang sudah saya lalukan di masa lampau. 

Karena faktor usia diri ini jadi mudah lupa.
Saya tulis ini ya untuk saya baca sendiri, tentang pengalaman saya, karena saya jika saya tidak mengetikkan pengalaman saya maka saya mudah lupa akan pengalaman saya.

Mungkin jika ada pembaca yang daya ingatnya tajam, ya saya sarankan tidak perlu repot menulis dan memotret wisata anda karena dengan ingatan fotografis anda yang luar biasa, saya yakin anda akan ingat segala-galanya tanpa repot-repot menulis dan memoret lagi. Untuk apa ? Kalau ingatan saya memang harus ditopang dengan tulisan yang kelak bisa saya baca sendiri.

Kalau saya ya, ini tulisan perjalanan memang saya perlukan, untuk memback-up memory saya yang terbatas sebagai manusia biasa.
-       
Esensi wisata adalah saving time dan time keeping.

Kebalikan dari wasting time, yang berarti membuang waktu, wisata bagi saya adalah saving time dan keeping time.  

Menyimpan waktu.

Kebisaan dan kebiasaan menulis, merekam dan mengunggah dalam website online pengalaman wisata kita akan berguna bagi diri sendiri, keluarga dan orang lain. 
Dengan review kita pada tempat wisata, kemudian kita bisa menerangkan rute, jalan, akomodasi dan hal-hal penting lainnya, maka informasi tentang wisata ini akan tersimpan oleh mesin pencari, tersimpan di web log kita masing-masing.


(Mung Pujanarko)

Rabu, 30 November 2016

17 Kelebihan Handphone Jadul yang Tidak Bisa Dinikmati di Smartphone





Saya heran kenapa kalau saya pakai handphone kuno yang seringkali disebut handphone jadul dianggap kurang gaul. Tetapi tahukah Andabahwa ada banyak kelebihan feature phone yang tidak bisa dinikmati di smartphone?





1. Hemat Baterai


Handphone lama rata-rata bisa menyala 2 – 6 hari dengan penggunaan normal. Tentu ini sangat berbeda dengan smartphone yang bahkan dalam satu hari harus melakukan charging beberapa kali.

Kamu tidak perlu pusing lagi memikirkan low-bat, baik itu saat bertelepon lama ataupun saat melakukan perjalanan panjang.



2. Hemat Uang



Handphone jadul memiliki harga yang sangat murah jika dibandingkan dengan smartphone, meskipun itu adalah feature phone keluaran terbaru. Rata-rata kamu bisa menebus handphone tersebut dengan harga hanya ratusan ribu saja.



3. Tanpa Biaya Tambahan




Berbagai kelebihan dan kekurangan smartphone biasanya membuat pemiliknya harus rela merogoh kocek lebih. Baterai yang cepat habis membuat banyak orang membeli powerbank, takut layar mulusnya tergores juga membuat sang pemilik membeli screenguard — yang terkadang harganya lebih mahal dari sebuah featured phone! Belum lagi kebutuhan untuk terus ON membuat sang pemilik berlangganan paket internet bulanan.

Dengan handphone jadul kamu tidak perlu mengeluarkan itu semua.



4. Tidak Membuat Kecanduan



Pernahkah kamu mendapati seseorang yang terus saja melihat smartphone nya dimanapun dia berada? Mungkin dia sudah kecanduan smartphone — baik itu melalui game, sosmed, browsing, dsb. Feature phone aman dari pengaruh kecanduan seperti ini.



5. Hubungan Sosial Lebih Hangat


Sudah bukan pemandangan asing lagi jika kita mendapati sebuah keluarga dalam satu ruangan, tetapi mereka tidak ngobrol satu sama lain karena sibuk dengan smartphone nya masing-masing.

Tidak hanya dalam hubungan keluarga, ketika hang out bersama teman-teman pun seringkali terjadi hal yang sama. Kita hanya ngumpul tetapi tidak saling ngobrol karena sibuk sendiri dengan smartphone nya masing-masing.

Pengguna feature phone tidak mengalami hal ini. Ketika bertemu dengan teman-teman atau keluarga, biasanya mereka aktif bercengkerama dan mengobrol dengan hangat.



6. Dalam Beberapa Kasus, Lebih Produktif


Smartphone memang dibuat untuk meningkatkan produktivitas, karena pengguna bisa melakukan pekerjaan dimanapun dan kapanpun secara mobile.

Namun dalam banyak kasus smartphone malah membuat orang tidak produktif. Facebookan pas di sekolah, ngegame waktu bekerja, dan berbagai aktivitas lainnya.

Keterbatasan fitur di feature phone yang hanya bisa untuk SMS dan telepon seringkali malah membuat orang lebih produktif dengan fokus pada pekerjaan dan aktivitas yang dia lakukan.



7. Lebih Awet dan Tahan Banting



Sudah bukan rahasia lagi kalau smartphone jadul jauh lebih awet dan tahan banting dibandingkan smartphone kebanyakan. Firmware nya yang sederhana sangat tahan terhadap kerusakan software, dan bentuknya yang rigid seringkali membuatnya tetap berjalan normal meskipun terjatuh ke lantai berkali-kali.



8. Bentuk Tidak Membosankan


Kalau kamu perhatikan, bentuk smartphone saat ini terbilang monoton dengan layar lebar touchscreen berukuran kotak. Kalaupun ada inovasi paling-paling hanya di ujungnya yang rounded atau tajam, perbedaan warna, serta curved display yang baru populer akhir-akhir ini.

Hal itu sangat berbeda dengan feature phone yang bentuknya bervariasi, mulai dari slide, flip, kotak, panjang, dsb.



9. Mengetik Tanpa Harus Melihat Layar



Masih ingatkah kamu betapa mudahnya dulu kita mengetik di handphone jadul tanpa harus melihat layar karena sudah hafal dengan tombol-tombolnya? Kita bisa mengetik sambil ngobrol, nonton TV, bahkan sambil mendengarkan guru mengajar. *eh

Hal seperti ini sulit kita lakukan dengan smartphone yang hampir semuanya menggunakan keyboard touchscreen.





10. Tidak Terganggu Iklan



Terganggu dengan banyaknya iklan di aplikasi smartphone? Di feature phone kamu tidak akan mendapatkannya.



11. Aman dari Virus, Malware, ataupun Adware

Dulu memang ada beberapa kode-kode tertentu yang bisa mengganggu pengguna handphone jadul, tetapi untuk saat ini sang pembuat virus, malware, ataupun adware sudah fokus menyerang pengguna smartphone. Hasilnya pengguna feature phone bebas dari ancaman virus, malware, maupun adware.



12. Praktis

Tidak perlu lagi repot-repot memasang screenguard, backcase, cover, flip case, blah blah blah. Tinggal ambil saja dan kantongin. Feature phone memang praktis!



13. Tidak Crash atau Ngelag



Windows Phone sudah jarang sekali nge-lag, tetapi feature phone jauuuh lebih jarang lagi. Bahkan bisa dibilang dia tidak pernah nge-lag saat digunakan.



14. Mudah Diajarkan ke Orang Tua

Seberapa banyak diantara kamu yang harus bersusah payah mengajarkan cara menggunakan smartphone ke orang tua? Hmmm…daripada bersusah payah, coba belikan feature phone dan ajarkan. Dijamin dalam hitungan hari orang tua kamu langsung mahir menggunakannya.



15. Tidak Mudah Panas

Seberapa sering kamu merasakan smartphone menjadi panas karena telepon, bermain game, atau browsing dalam waktu lama? Pasti sangat sering.

Di feature phone a.k.a handphone jadul, kamu bisa telepon sepuasnya tanpa khawatir handphone menjadi super panas seperti yang sering terjadi di smartphone.



16.Tidak Mudah Kepencet

Entah kamu pernah mengalaminya atau tidak, tetapi saya sering ketika telepon menggunakan smartphone tiba-tiba kepencet tombol hold ataupun End call karena touchscreen tertempel di pipi.

Hal ini sangat jarang terjadi di feature phone yang kebanyakan memang menggunakan keypad alias tombol fisik.



17. Tidak Pusing Update dan Upgrade

Selain menyenangkan karena rutin mendapatkan fitur baru, tetapi terkadang melelahkan juga untuk melakukan update dan upgrade OS di smartphone. Kuota internet pun seringkali menjadi korban karena update OS maupun berbagai aplikasinya tidak jarang memiliki ukuran file yang besar.



Di handphone jadul, kamu tidak bakal pusing memikirkan update dan upgrade. Bahkan diu hampir semua kasus, kamu tidak akan diminta untuk update ataupun upgrade — sejak handphone tersebut baru sampe menjadi rusak.



Itulah 17 kelebihan handphone jadul yang sulit untuk bisa kamu nikmati di smartphone masa kini. Ada satu lagi sebenarnya yang terlewatkan, yaitu handphone jadul itu multi-fungsi — yaitu selain berfungsi sebagai handphone, di saat-saat terdesak kamu bisa menjadikannya sebagai senjata pertahanan untuk menimpuk orang-orang yang menjahati kamu, serius!

he he he....


Selasa, 22 November 2016

Pelepasan Wisudawan FIKOM Jayabaya 2016






Workshop Travelling Photography di FIKOM Jayabaya 2016


Fakultas Ilmu Komunikasi (FIKOM) Universitas Jayabaya, Jakarta bekerja sama dengan Ezy Travel menggelar Workshop Fotografi.

tema Workshop ini adalah "Travelling Photography".
Tampil sebagai pembicara dalam Workshop ini adalah Roderick, seorang fotografer di kompas.com.

Berikut poster untuk event Workshop Fotografi di Universitas Jayabaya yang telah dilaksanakan pada hari Jumat, 11 November 2016 pukul 13.00 - 16.00 WIB.




Dalam ulasannya, Roderick mengajarkan agar para mahasiswa jangan ragu-ragu untuk membuat banyak foto saat travelling.
"Karena moment saat travelling adalah moment yang berharga," ujar Roderick.



Mewakili pihak FIKOM Jayabaya, Wakil Dekan III bidang kemahasiswaan Mung Pujanarko, S.Sos, M.I.Kom juga memberi motivasi kepada para mahasiswa FIKOM agar memiliki karya fotografi yang bisa ditampilkan dalam media massa, baik media massa online maupun media massa offline.


Peserta Workshop fotografi ini juga berhak untuk mengikuti lomba foto yang diadakan oleh pihak Ezy Travel. (*)

Jumat, 18 November 2016

200 siswa Pesantren Ma’had Rahmaniyah belajar Jurnalistik Quick News



Sebanyak 200 siswa pesantren Ma'had Rahmaniyah mengikuti workshop jurnalistik Quick News.

Workshop ini dilaksanakan di lokasi Ma’had Rahmaniyah di kawasan, Cilodong, Cibinong, Bogor.

Acara ini berlangsung selama kurang lebih 2 jam pada hari Jumat (18/11).


Dalam pelatihan atau workhsop ini siswa Ma'had Rahmaniyah diajarkan untuk jangan ragu menulis berita tentang apa saja, terutama tentang prestasi sekolah.

Menurut seorang guru di Ma'had Rahmaniyah yakni Fikri Azhari (30) menyatakan bahwa dengan workshop ini dimaksudkan agar, anak-anak siswa setingkat SMP sudah mengenal ilmu jurnalistik.



Sedangkan ilmu jurnalistik sebenarnya memang baru akan ditekuni ketika duduk di bangku kuliah atau di bangku sekolah menengah atas.

Salah seorang peserta yakni bernama Rachmatia (14) mengatakan bahwa dirinya nantinya ingin menjadi seorang sutradara, maka itu siswi SMP yang bernama Rachmatia ini ingin terus belajar menulis.

“Karena saya sudah sering menulis cerita,” papar Rachmatia dengan penuh semangat.


Menurut coach atau pelatih yakni Mung Pujanarko menyatakan bahwa belajar ilmu jurnalistik, yang penting harus niat dan semangat. (*)

Sabtu, 12 November 2016

Perjalanan ke Timika

Hari senin 7/11 saya berangkat ke Timika, Papua.




Perjalanan via pesawat Garuda terbang malam hari pukul 21:00 tiba di bandara internasional Mozes Kilangin Timika hari Selasa 8/11 pukul 6 pagi waktu setempat.



Saya memutuskan menginap di Grand tembaga Hotel Timika.


Selanjutnya saya menuju ke pelabuhan Amamapare.

Di pelabuhan ini saya sempat melihat aktivitas pelabuhan kecil ini yang menjadi pelabuhan operasional perusahaan tambang.

Saya juga sempat diajak oleh petugas KPLP atau kesatuan penjaga laut dan pantai untuk menyusuri muara sepanjang hutan bakau dengan naik speed boat milik KPLP.

Hutan bakau yang indah sejauh mata memandang.

Hari rabu saya pergi melihat pelabuhanPomako di Timika.
Pebuhan Pomako ini meski kecil namun sangat sibuk dengan aktivitas bongkar muat barang dan juga kapal penumpag yang hendak ke Agats dan pula ada tujuan ke Yahukimo.

Sempat melihat penduduk asli Suku Kamaro yang juga tinggal di sekitar pelabunan.
Hari kamis sebelum balik ke Jakarta saya sempat membeli beberpa cendera mata di Timika

Pada kamis siang pukul 14:20 saya pulang balik ke jakarta via Garuda, tiba di cengkareng pukul 18:30. dan lanjut naik taksi ke Bogor.



Jumat, 28 Oktober 2016

Lintasan-lintasan lagi




Melihat gambar data di atas, dengan total penduduk hampir 260 juta jiwa, pengguna internet diperkirakan antara 40- 80 juta jiwa, perkiraan kasarnya. timbul lintasan pemikiran saya, yang segera saya tangkap dan langsung tulis, biar tidak lupa ingatan.

Karena jika ada yang mengklaim bahwa pengguna internet 80 juta jiwa, selalu saya asumsikan 50%nya yang benar-benar aktif. 

Karena saya tak tahu maksud data di atas diunggah untuk apa. 


Dunia teknologi informasi akan sangat berkembang, dan hal ini mendukung bisnis eknomomi kreatif untuk berkembang memanfaatkan teknologi informasi.


Dunia kreatif, jelas membutuhkan orang yang rajin.

Rajin menulis dalam ranah ilmu jurnalistik dapat membantu seseorang yang menekuni dunia jurnalistik untuk selalu mengunggah informasi terutama di ranah new media dan media online.

Saya berpesan pada para mahasiswa ilmu jurnalistik bahwa yang membedakan pelakon ilmu jurnalistik dengan ilmu lainnya adalah jika praktisi ilmu jurnalistik ini mau tak mau diharapkan  lebih rajin menulis dan mengunggah informasi baik teks, audio atau video  lebh dari mereka yang tidak belajar jurnalistik.

Jurnalis Online biasa mengunggah sekitar 8 artikel perhari, jika 10 artikel per hari, maka dia sudah luar biasa.

Dalam ilmu jurnallstik, sering saya berikan tips menulis dengan cepat untuk melawan rasa malas menulis.

Pada akhirnya orang yang banyak menulis, bahkan hingga 20 tulisan per hari, adalah orang yang luar biasa menurut saya, karena saya hingga sekarang belum bisa mencapai angka tulisan 20 tulisan per-harinya.

Menulis dalam media online memiliki sejumlah kelebihan, diantaranya adalah informasi kita akan mudah diakses orang, lebih banyak dan sering dari jika kita hanya menulis di media cetak saja.


Untuk itu bila Anda mampu menulis hingga 20 artikel perhari, untuk generasi muda apalagi, maka saya anggap sebagai hal yang bagus dan luar biasa.

Karena stamina anda sebagai jurnalis yang mampu mengunggah artikel di  media online dengan jumlah yang cukup banyak seperti halnya anda menebar kail yang banyak atau jala yang lebar.

Teman saya ada yang mengatakan : "Mas kalau kita sebagai jurnalis cetak, kita gak  mau dipatok kuantitatf jumlah tulisan, karena yang kita pentingkan adalah kedalaman fakta dan data, jadi kalau jurnalis cetak itu satu tulisan per bulan atau perminggu kalau itu mendalam dan news in depth, maka itu lebih kami cari mas..." tukasnya.

Iyalah, terserah jika Anda di media cetak  karena kapasitas daya tampung media cetak meski harian amat terbatas pada lembaran koran yang hari itu diterbitkan, juga majalah kertas, jadi in depth itu penting.

In depth di mana-mana penting.

 Namun perhatikan dalam ranah media online, yang berkaitan dengan lintasan informasi, maka semakin banyak  konten artikel yang dinaikkan  atau diunggah-terbitkan oleh sebuah media online maka lebih baik bagi meda online itu, karena demi  mengejar traffic dan hit stattstic atau jumlah viewer.

Bila In depth, tapi....bila cuma sekadar dalam, namun di mata masyararakat banyak tak penting, dan tak menarik, ya ibarat danau angker... dalam, tapi massa khalayak ramai enggan berkunjung ke situ.

Mungkin ada juga yang tertarik yang biasanya tingkat intelektualnya lebih tinggi dari rata-rata untuk mencerna in depth report tadi.

 Namun secara hukum alam yang tingkat intelektualnya tinggi selalu lebih sedikit dalam jenjang piramida sosial.

Lain halnya bila bukan danau dalam yang angker, tapi bila itu kolam-kolam renang yang murah meriah dan meriah benar di dalamnya maka dimungkinkan khalayak banyak bisa suka mengunjunginya.

Pengunjung media online di Indonesia rata-rata masih belajar untuk menyukai media online, karena mungkin baru saja punya smartphone selama 2-3 tahun belakangan. 

Juga mereka mungkin tak akan membuang kuota pulsa dan waktunya untuk sebuah in depth reportase yang bahasanya membuat kening berkerut,... mikir negara-mikir negara lagi, mikir politik lagi, aduh ini kasus korupsi yang sudah ngoyo ditulis indepth, ujung-ujungnya hanya pengadilan saja yang memutuskan,...biasanya juga koruptor hukuman 4 tahun, potong masa tahanan, potong remisi 17-an, remisi idul fitri, 2 tahun kurang sudah jalan-jalan ke mall lagi.

 Sudah kasus korupsinya ditulis indepth -inipun jarang, karena jurnalisnya kadang gamang juga-, kecuali liputan in depth di beberapa majalah, -yang harga majalahnya juga amat mahal untuk ukuran masyarakat banyak, - ya mereka memang  jualan in depth news.

Kadang saya lihat kalau di online hanya iklan potongan tulisan in depth ini  saja, maunya masyarakat jangan baca di online secara gratis tapi beli majalahnya.

Terus masyarakat bertanya, kalau nggak baca liputan in depth di majalah itu gimana?  ya ga apa-apa kan ? ya lihat televisi saja yang gratis, di mana kadang ada juga mata acara yang cukup in depth yang tayang, dengan banyak iklannya.

Jadi angka 88 juta pengguna internet di atas memang membuka peluang besar bagi praktisi ilmu jurnalistik, mau nulis in depth atau mau nulis ikut selera pasar saja, ya itu kan hukum penawaran dan permintaan saja.

Ngotot mau nulis in depth aja deh, ya kalau in depth kan sebulan mungkin satu tulisan, karena harus mengikuti people trail dan menyusuri paper trail, investigasi mendalam, selama berhari-hari baru jadi  tulisan indepth sepanjang 5000 kata.

Lha terus kasus yang ditulis itu sudah disidangkana atau belum ? Kalau belum masuk ranah hukum, ya resiko bagi sang jurnalis itu sendiri.

Kalau sudah masuk ranah hukum, ya masyarakat pastinya sudah lihat televisi pula....  juga sudah punya keyakinan bahwa koruptor itu paling hukumannya tipis, rata-rata 4 tahun diskon ini-itu, dengan fasilitas penjara yang bukan napi biasa.

Kan begitu ?



















 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Printable Coupons