cari kata

Sabtu, 08 Oktober 2011

Sukses dan Gagal


Saya pecinta Ilmu Dialektika Materialisme dan aksioma - aksioma yang ada di dalamnya, sungguh. Saya bersyukur kepada  Alloh SWT yang  menciptakan alam semesta ini dengan prinsip keseimbangan. Keseimbangan adalah alamiah. Namun  Alloh juga menciptakan manusia dengan membekali manusia dengan sifat kesabaran dan ketergesan-gesaan, dengan sifat ketenangan dan kegelisahan. Dengan sifat kebijaksanaan dan ketidak-matangan.
Seorang kawanku ikut berbagai macam pelatihan untuk mencapai satu tujuan : berhasil dalam hidupnya. Ia tak mau gagal. Dia kejar terus yang namanya kesuksesan. Dan ketika keberhasilan itu datang maka dia mensyukurinya. Dan satu ketika kegagalan menghampiri, kemudian dia ikut pelatihan-pelatihan lagi.
Kebanyakan pelatihan yang diikutinya adalah pelatihan psikologi, program-program motivasi dan semua pelatihan mental yang memberikan obat penawar mujarab berupa : kebangkitan, kesuksesan  dan keberuntungan serta jauh dari berbagai macam kemalangan.  Saya pernah bertanya  kepadanya,“Kenapa anda  gemar sekali ikut pelatihan bergenre motivasi, psikologi, bahasa syaraf, hypno-sugestif dll, yang merupakan program ilmu psiko-mental? Dan bukannya ikut pelatihan program ilmu-ilmu keterampilan untuk  meningkatkan ketrampilan, secara skill misalnya, pertanian, penulisan,  aneka teknik  dan ketrampilan lainnya yang bisa meningkatkan ketrampilan metode skill ?”
Tapi dia mengatakan lebih suka mengisi hidupnya denga pelatihan pelatihan mental (satu, dua sesi pelatihan psiko-mental, motivasi, ini ada yang dipatok sampai 10 juta rupiah sampai mahir). Luarbiasanya banyak peminatnya.
Memang kegagalan yang menerpa membuat manusia sesaat kehilangan keseimbangannya, maka dia membutuhkan untuk mengisi ruang kosong di sisi yang berlawanan untuk memburu kesuksesan lagi.
Padahal perasaan sukses pun pada hakekatnya adalah ketidak-seimbangan. Seseorang yang merasa dirinya sukses berada dalam posisi  ketidak-seimbangan yang sama dengan orang yang merasa dirinya gagal.
Gagal=pahit, sukses=manis.  
Semua orang ingin manis, tapi kebanyakan manis bisa sakit gula juga. Perasaan seseorang yang merasa  cukup pada hakekatnya sama  posisinya ketika perasaanya mengatakan dia sedang kekurangan.
Tuhan Yang Maha Esa telah mengatakan dalam Al Qur’an bahwa Dia akan mencoba manusia dengan sedikit kekurangan dan susah payah. Dan Dia menekankan kata :sedikit. Jadi, Tuhan Yang Maha Esa juga pada hakekatnya telah memberi KhalifahNya kemampuan manajerial yang baik untuk mengelola Bumi ini. Untuk mengelola Bumi ini, Tuhan tidak hanya memberi perasaan sukses dan puas diri tapi dia juga menyuruh untuk membagi kesuksesan dan membagi buah dari hasil jerih payah selama hidup di Dunia.
Bahkan Dia juga berpesan dalam Al Qur’an bahwa  : "Memberilah kamu selagi sempit maupun lapang". Karena  kemampuan memberi pada saat lapang dan sempit itu  pada hakekatnya adalah latihan mental yang baik untuk  tidak terjebak dalam perasaan puas karena sukes, dan kecewa karena gagal.  Memberi tidak hanya materi, bahkan memberi pertolongan pun merupakan pemberian. Memberikan senyuman di saat kita pahit adalah termasuk luar biasa karena mampu memberi di saat sempit. Menolong orang di saat kita kecewa berat merupakan pemberian yang paling sulit dilakukan.
Dengan memberi di saat sempit memberikan perasaan bahwa kita pun sebenarnya masih diberi kemudahan dalam kesulitan. Dan Tuhan memang selalu memberi kemudahan dalam kesulitan, dan hanya kepada Alloh-lah, berharaplah. Amin.
(mung-mung p_blog ini untuk membedah dialektika materialisme secara simple atau prinsip KISS: Keep it simple and stupid...)

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Printable Coupons