Dalam ilmu Komunikasi, dikenal adanya Social Exchange Theory atau SET. Teori Pertukaran Social (Social Exchange Theory) ini diperkenalkan oleh John Thibaut dan Harold Kelley (2008). Sebenarnya secara tanpa sadar antar kekasih maupun pasutri menerapkan teori SET dalam hubungan antar pribadi mereka.
Teori Pertukaran Sosial atau Social Exchange Theory (SET) dari John Thibaut dan Harold Kelley ini menganggap bahwa bentuk dasar dari hubungan sosial adalah sebagai suatu transaksi dagang, atau sebagai bentuk metafora ekonomi (Thibaut & Kelley dalam West & Turner, 2008). Di mana orang berhubungan dengan orang lain pada hakekatnya karena mengharapkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam teori pertukaran sosial juga dijelaskan bagaimana kekuatan hubungan antar pribadi mampu membentuk suatu hubungan interaksi dan menghasilkan suatu usaha, untuk mencapai keseimbangan dalam hubungan tersebut.
Thibaut dan Kelley dalam West dan Turner (2008) menyatakan sebenarnya manusia selalu menghitung antara pengorbanan (cost) yang mereka lakukan dan hasil (reward) yang akan mereka dapatkan dalam berhubungan dengan orang lain. Dalam hal ini Thibaut dan Kelley menjelaskan ada 5 (lima) unsur yang berperan dalam SET (Social Exchange Theory) yakni :
1. Pengorbanan (cost), dijelaskan pada hakekatnya setiap individu selalu memperhitungkan pengorbanan dalam sebuah hubunngan antar pribadi. Thibaut dan Kelly menjelaskan bahwa unsur pengorbanan termasuk elemen negatif dalam hubungan antar individu
2. Penghargaan (reward), penghargaan yang dimaksud adalah sebuah keuntungan dalam hubungan. Reward bisa berupa apa saja mulai dari keuntungan fisik dan non fisik. Fisik bisa berarti materi yang diperoleh dan non fisik bisa berupa dukungan, waktu dan penerimaan sosial. Thibaut dan Kelley memandang reward sebagai elemen positif.
3. Hasil akhir atau Outcome. Hasil akhir di sini adalah value (nilai) dari semua pengorbanan dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh. Dijelaskan bahwa setalah individu memperoleh outcome dari sebuah hubungan, maka bisa dipertimbangkan apakah hubungan ini diteruskan atau ditinggalkan.
4. Level Perbandingan (Comparison Level) menunjukkan adanya proses berpikir seseorang dalam memperbandingkan antara semua cost dan reward yang dia terima dalam menilai hubungan antara individu.
5. Level Perbandingan Alternatif (Comparison Level for Alternative). Disingkat (CLalt) adalah bagaimana seorang individu mengevaluasi sebuah hubungan setelah dibandingkan dengan alternative realistis dari hubungan tersebut.
Selain itu, dalam SET dijelaskan pula oleh Thibaut dan Kelley bahwa ada 2 jenis kekuasaan yang berlaku dalam hubungan antara individu yakni :
1. Pengendalian Nasib (Fate Control), adalah kemampuan individu untuk mengambil keputusan apakah hubungan antara individu sebaiknya diteruskan atau diputuskan.
2. Pengendalian Perilaku (Behavioral Control) yakni sebuah kekuatan untuk mengubah perilaku orang lain dan perilaku diri sendiri. Saya mencontohkan bahwa dalam setiap hubungan asmara misalnya, dari dua individu sepasang kekasih, pasti ada pihak yang merasa bisa merubah perilaku pasangannya, dan juga ada pasti adalah salah satu pihak yang ingin merubah perilakunya sendiri.
Karena itu maka bukan hanya reward dan sacrifice saja yang terbentuk dalam sebuah hubungan asmara. Namun lebih jauh lagi sebenarnya dalam hubungan intepersonal pasangan, guna meneguhkan posisi masing-masing, terdapat elemen-elemen dalam SET yani reward, cost, outcome, comparison level dan comparison level alternative di atas.
Jalannya sebuah hubungan pasangan sejatinya adalah sebuah proses alamiah.
Hubungan akan menjadi rumit jika masing-masing pasangan memiliki comparison level alternative yang tinggi. Adalah bisa dipastikan dalam SET bahwa jika skor masing-masing pasangan memiliki comparison level alternative yang tinggi, maka hubungan tidak akan langgeng. Bentuk tak langsung dari comparison level alternative ini adalah satunya jika salah seorang pasangan banyak menemukan substitutes, pelampiasan dan kompensasi dalam diri orang ketiga. Mudahnya menemukan pihak ketiga yang dapat dijadikan sebagai pelarian dan kompensasi, menjadikan ikatan dalam sebuah hubungan perkawinan amatlah rapuh.
Bentuk hubungan yang dikaji dalam SET dalam sebuah hubungan pernikahan bisa menyentuh pada fenomena paranoia asmara. Paranoia asmara ini terjadi pada salah satu pasangan yang telah mengalami berulang kali kegagalan dalam membina hubungan asmara.
Traumatis asmara ini menyebabkan pengalaman mental yang menimbulkan bayangan mental negatif dalam menjalani sebuah hubungan. Ini lebih kompleks dari permukaannya. Kondisi ini jelas memerlukan perawatan ahli jiwa.
Nilai trust yang rendah antara pasangan akan menyebabkan pasangan itu mudah bubar di tengah jalan.
Dalam tata masyarakat individualistis, adanya fenomena media sosial juga menambah adanya saluran untuk saling berkomunikasi dan menerapkan SET antar individu.
Jejaring sosial menyalurkan need of self actualization atau kebutuhan untuk menyalurkan aktualisasi diri masing-masing sehingga social media akan mendukung pula ego individualisme seseorang. Individualisme yang dipupuk hebat dapat menghasilkan pribadi egomania.
Rendahnya self esteem pada diri salah seorang pasangan memicu berkembangnya pola SET dalam sebuah hubungan. Jika yang satu lebih bergantung pada yang lain maka jelas pihak yang lebih berkuasa akan mampu menetapkan fate control atau kontrol akan nasib pasangan.
Jangan salah, self esteem yang tinggi bukan berarti narsistik, bahkan bisa sebaliknnya jika seorang narsistik bisa menandakan bahwa dia low self esteem, artinya narsis tidak berarti pede (percaya diri) dan pede juga berarti narsis. Orang narsis bisa jadi bahkan percaya dirinya rendah, terutama dalam sebuah pola hubungan asmara. Orang yang memiliki self esteem lebih rendah akan merasakan banyak makan hati dalam sebuah hubungan asmara, lebih banyak cemburunya, lebih banyak takut ditinggalin dan lain sebagainya.
Sedangkan pihak yang self esteemnya tingggi dia akan mengendalikan hubungan, bahkan mengendalikan nasib pasangannya (fate control). “Take me or leave me” yang berarti “ambil (bertahan) dengan aku atau tinggalkan aku”, merupakan pesan dari seorang yang lebih mapan dan dominan dalam sebuah hubungan. SET terutama mengkaji bahwa dalam satu titik tertentu orang akan memiilki pilihan : akan bertahan dengan pasangan atau meninggalkannya. Jika lebih banyak cost-nya maka hubungan pasti akan berakhir tapi bila ada reward yang di dapat secara simbiosa mutualis, maka hubungan akan berlanjut.
Untuk itu biasanya orang-orang awam menilai dari siklus 5 tahunan usia sebuah pernikahan. Karena dimungkinkan dalam lima tahun pertama terjadi penerapan SET, dan pasangan akan mulai beradaptasi dan memikirkan antara cost dan reward, serta elemen-elemen dalam SET dalam hubungan asmara mereka. (*)
(Oleh : Mung Pujanarko)
Teori Pertukaran Sosial atau Social Exchange Theory (SET) dari John Thibaut dan Harold Kelley ini menganggap bahwa bentuk dasar dari hubungan sosial adalah sebagai suatu transaksi dagang, atau sebagai bentuk metafora ekonomi (Thibaut & Kelley dalam West & Turner, 2008). Di mana orang berhubungan dengan orang lain pada hakekatnya karena mengharapkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam teori pertukaran sosial juga dijelaskan bagaimana kekuatan hubungan antar pribadi mampu membentuk suatu hubungan interaksi dan menghasilkan suatu usaha, untuk mencapai keseimbangan dalam hubungan tersebut.
Thibaut dan Kelley dalam West dan Turner (2008) menyatakan sebenarnya manusia selalu menghitung antara pengorbanan (cost) yang mereka lakukan dan hasil (reward) yang akan mereka dapatkan dalam berhubungan dengan orang lain. Dalam hal ini Thibaut dan Kelley menjelaskan ada 5 (lima) unsur yang berperan dalam SET (Social Exchange Theory) yakni :
1. Pengorbanan (cost), dijelaskan pada hakekatnya setiap individu selalu memperhitungkan pengorbanan dalam sebuah hubunngan antar pribadi. Thibaut dan Kelly menjelaskan bahwa unsur pengorbanan termasuk elemen negatif dalam hubungan antar individu
2. Penghargaan (reward), penghargaan yang dimaksud adalah sebuah keuntungan dalam hubungan. Reward bisa berupa apa saja mulai dari keuntungan fisik dan non fisik. Fisik bisa berarti materi yang diperoleh dan non fisik bisa berupa dukungan, waktu dan penerimaan sosial. Thibaut dan Kelley memandang reward sebagai elemen positif.
3. Hasil akhir atau Outcome. Hasil akhir di sini adalah value (nilai) dari semua pengorbanan dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh. Dijelaskan bahwa setalah individu memperoleh outcome dari sebuah hubungan, maka bisa dipertimbangkan apakah hubungan ini diteruskan atau ditinggalkan.
4. Level Perbandingan (Comparison Level) menunjukkan adanya proses berpikir seseorang dalam memperbandingkan antara semua cost dan reward yang dia terima dalam menilai hubungan antara individu.
5. Level Perbandingan Alternatif (Comparison Level for Alternative). Disingkat (CLalt) adalah bagaimana seorang individu mengevaluasi sebuah hubungan setelah dibandingkan dengan alternative realistis dari hubungan tersebut.
Selain itu, dalam SET dijelaskan pula oleh Thibaut dan Kelley bahwa ada 2 jenis kekuasaan yang berlaku dalam hubungan antara individu yakni :
1. Pengendalian Nasib (Fate Control), adalah kemampuan individu untuk mengambil keputusan apakah hubungan antara individu sebaiknya diteruskan atau diputuskan.
2. Pengendalian Perilaku (Behavioral Control) yakni sebuah kekuatan untuk mengubah perilaku orang lain dan perilaku diri sendiri. Saya mencontohkan bahwa dalam setiap hubungan asmara misalnya, dari dua individu sepasang kekasih, pasti ada pihak yang merasa bisa merubah perilaku pasangannya, dan juga ada pasti adalah salah satu pihak yang ingin merubah perilakunya sendiri.
Karena itu maka bukan hanya reward dan sacrifice saja yang terbentuk dalam sebuah hubungan asmara. Namun lebih jauh lagi sebenarnya dalam hubungan intepersonal pasangan, guna meneguhkan posisi masing-masing, terdapat elemen-elemen dalam SET yani reward, cost, outcome, comparison level dan comparison level alternative di atas.
Jalannya sebuah hubungan pasangan sejatinya adalah sebuah proses alamiah.
Hubungan akan menjadi rumit jika masing-masing pasangan memiliki comparison level alternative yang tinggi. Adalah bisa dipastikan dalam SET bahwa jika skor masing-masing pasangan memiliki comparison level alternative yang tinggi, maka hubungan tidak akan langgeng. Bentuk tak langsung dari comparison level alternative ini adalah satunya jika salah seorang pasangan banyak menemukan substitutes, pelampiasan dan kompensasi dalam diri orang ketiga. Mudahnya menemukan pihak ketiga yang dapat dijadikan sebagai pelarian dan kompensasi, menjadikan ikatan dalam sebuah hubungan perkawinan amatlah rapuh.
Bentuk hubungan yang dikaji dalam SET dalam sebuah hubungan pernikahan bisa menyentuh pada fenomena paranoia asmara. Paranoia asmara ini terjadi pada salah satu pasangan yang telah mengalami berulang kali kegagalan dalam membina hubungan asmara.
Traumatis asmara ini menyebabkan pengalaman mental yang menimbulkan bayangan mental negatif dalam menjalani sebuah hubungan. Ini lebih kompleks dari permukaannya. Kondisi ini jelas memerlukan perawatan ahli jiwa.
Nilai trust yang rendah antara pasangan akan menyebabkan pasangan itu mudah bubar di tengah jalan.
Dalam tata masyarakat individualistis, adanya fenomena media sosial juga menambah adanya saluran untuk saling berkomunikasi dan menerapkan SET antar individu.
Jejaring sosial menyalurkan need of self actualization atau kebutuhan untuk menyalurkan aktualisasi diri masing-masing sehingga social media akan mendukung pula ego individualisme seseorang. Individualisme yang dipupuk hebat dapat menghasilkan pribadi egomania.
Rendahnya self esteem pada diri salah seorang pasangan memicu berkembangnya pola SET dalam sebuah hubungan. Jika yang satu lebih bergantung pada yang lain maka jelas pihak yang lebih berkuasa akan mampu menetapkan fate control atau kontrol akan nasib pasangan.
Jangan salah, self esteem yang tinggi bukan berarti narsistik, bahkan bisa sebaliknnya jika seorang narsistik bisa menandakan bahwa dia low self esteem, artinya narsis tidak berarti pede (percaya diri) dan pede juga berarti narsis. Orang narsis bisa jadi bahkan percaya dirinya rendah, terutama dalam sebuah pola hubungan asmara. Orang yang memiliki self esteem lebih rendah akan merasakan banyak makan hati dalam sebuah hubungan asmara, lebih banyak cemburunya, lebih banyak takut ditinggalin dan lain sebagainya.
Sedangkan pihak yang self esteemnya tingggi dia akan mengendalikan hubungan, bahkan mengendalikan nasib pasangannya (fate control). “Take me or leave me” yang berarti “ambil (bertahan) dengan aku atau tinggalkan aku”, merupakan pesan dari seorang yang lebih mapan dan dominan dalam sebuah hubungan. SET terutama mengkaji bahwa dalam satu titik tertentu orang akan memiilki pilihan : akan bertahan dengan pasangan atau meninggalkannya. Jika lebih banyak cost-nya maka hubungan pasti akan berakhir tapi bila ada reward yang di dapat secara simbiosa mutualis, maka hubungan akan berlanjut.
Untuk itu biasanya orang-orang awam menilai dari siklus 5 tahunan usia sebuah pernikahan. Karena dimungkinkan dalam lima tahun pertama terjadi penerapan SET, dan pasangan akan mulai beradaptasi dan memikirkan antara cost dan reward, serta elemen-elemen dalam SET dalam hubungan asmara mereka. (*)
(Oleh : Mung Pujanarko)
0 komentar:
Posting Komentar