Narkoba adalah zat yang dirasa menyenangkan bagi pemakainya, yakni para drug abuser atau penyalah guna narkoba. Sebenarnya Narkoba bisa digunakan untuk tujuan medis yakni menyelamatkan nyawa manusia dengan pemakaian yang sah/legal dan terukur secara medik. Tapi bila disalahgunakan, maka narkoba menjadi ‘permen’ untuk memuaskan nafsu bersenang-senang para penyalah gunanya.
Cara ber-Komunikasi dengan pengguna narkoba baru atau early drug abuser ditujukan bagi para orang tua, guru, dan pihak mana saja yang ingin menjalin komunikasi dengan early drug abuser atau penyalah guna baru narkoba yang telah diketahui mulai mencicipi narkoba sebagai sarana untuk bersenang-senang.
Cara berkomunikasi dengan pengguna baru narkoba dapat dilakukan dengan penerapan Teori Sikap atau Stand Point Theory (Nancy Hartsock, 1997 dalam West and Turner, 2010). Dalam teori sikap (Stand Point Theory) komunikator harus telah terlebih dahulu memahami keadaan sosial ekonomi yang melatar belakangi komunikan, karena dalam Teori Sikap diteliti setiap individu pada dasarnya adalah bagian sebuah kelompok (group), dan ketika kehidupan material distrukturkan dalam kelompok yang berbeda latar belakang ekonominya, terlihat bahwa masing-masing individu selalu berada dalam sebuah kelompok kelas masyarakat yang terpisah berdasarkan lingkungan pergaulannya.
Dalam asumsi Teori Sikap atau Stand Point Theory, Hartsock mengemukakan pemikiran bahwa lokasi individu dalam struktur kelas membentuk dan membatasi pemahaman mereka akan hubungan sosial (Hartsock dalam West and Turner 2010). Jadi bila asumsi ini dilekatkan pada pengguna baru narkotika, maka setiap inividu pengguna pada dasarnya mengerti bahwa hubungan sosial mereka (early drug abuser) terbatas pada satu kelas sosial saja dan sulit untuk bergaul lintas kelas sosial. Dalam alur pergaulan dalam satu persamaan kelas sosial, maka pembentukan group atau peer group menjadi lebih mudah terjadi. Bahkan bila di Amerika misalnya, pembentukan sebuah kelompok dalam persamaan status sosial dan lokasi dapat berkembang menjadi terbentuknya sebuah Gang (kelompok).
Saya hanya ingin mengemukakan bahwa dengan memahami teori komunikasi yakni yakni Teori Sikap (Stand Point Theory) seorang pelajar ilmu komunikasi dapat terlebih dahulu mengidentifikasi masalah terikatnya individu pada sebuah kelompok atau peer group.
Terikatnya seorang anak remaja atau individu ke dalam sebuah peer group akan menimbulkan efek loyalitas pada peer group dan keterikatan khusus pada peer groupnya. Grup atau kelompok sebaya ini menjadi identitas sosial seorang individu.
Yang patut diwaspadai jika dalam peer group ini muncul kecenderungan untuk hanya berkumpul untuk bersenang-senang, bersama tanpa melakukan hal- hal yang positif seperti belajar, berolah raga, berkesenian, ber-religius bersama dan hal- hal yang konstruktif lainnya, maka sebuah group akan mudah terintroduksi oleh kesenangan memakai narkoba. Karena efek senang (fun) dengan narkoba sepanjang pengamatan saya adalah bersifat speed (cepat) dan sudden/ seketika, juga inter-dimensional (lepas dari alam nyata).
Bagi early drug abuser, perasaan terlindung dalam sebuah peer group dalam satu lingkungan kelas sosial yang sama, membuatnya aman berbuat apa saja asalkan bersenang-senang bersama. Ini-lah yang orang tua, guru dan siapa saja yang peduli, bisa mendeteksi apakah anak-anaknya mulai mengenal narkoba atau tidak dari peer groupnya. Kata orang banyak biasanya adalah : karena pergaulan.
Kata- kata “karena pergaulan “ inilah yang diselidiki lebih jauh dengan Stand Point Theory atau Teori Sikap. Bagimana sikap individu dan kecenderungan-kecenderungannya bila berada dalam sebuah ikatan kelompok sosial yang sama.
Jika dirunut akar teori ini, bahkan Hegel sebelum Hartsock telah mendefinisikan alur Teori Sikap ini dengan menggunakan asumsi bahwa individu pada dasarnya terbagi dalam kelas-kelas sosial yang memiliki sikap yang berbeda dalam memandang kehidupan ini berdasarkan sikap dan cara pandang kelas sosial dimana individu itu berada.
Memang ada yang bilang, : “lho kan individu itu bisa bergaul dalam lintas kelas sosial yang berbeda?”
Jawab : “Kenyataannya memang bisa, tapi apakah mayoritas individu bergaul dengan kelas sosial yang berbeda?” Coba pikirkan dulu jawabannnya. Dan lihat saja anak-anak remja kita, apakah mayoritas kawannya adalah teman-teman dalam lingkup kelas sosial yang sama ataukah mayoritas bergaul dengan kelas sosial yang timpang ?
Stand Point Theory dalam ilmu komunikasi hanya membantu menjelaskan bahwa jika kita akan melakukan komunikasi maka pahami dulu beberapa asumsi Teori Sikap. Untuk membaca kecenderungan sikap Individu dalam kelompok sosial yang tersedia untuk individu teresebut.
Early drug abuser -tak terbantahkan- bahwa mereka biasanya mendapatkan pasokan narkoba dari mulai dikenalkan oleh kawan. Ingat, dikenalkan oleh kawan, oleh pergaulan. Maka sebaiknya kita teliti sejauh mana anak-anak remaja kita terikat dengan peer groupnya ? kalau peer group positif tak perlu dibahas, tapi jika peer group terpolusi oleh beberapa anasir pengembang kegiatan ‘teler bersama’ ini yang repot. Apalagi jika peergroup negatif tadi solid, maka kalau bisa sebaiknya ditarik saja individu itu dari peer groupnya.
Pada dasarnya sikap setiap individu adalah ingin mendapatkan respek dari sesama anggota kelompok pergaulannya. Respek yang keliru adalah jika dianggap ‘berani’ jika mencoba rokok, miras dan narkoba, awalnya untuk memperoleh impresi dari kelompok sebaya. Harus ditanamkan bahwa respek itu jangan asal ingin mendapat respek dari kelompok sebaya saja, namun respek bisa diperoleh dari hal yang sederhana misalnya, sadar bahwa masa depannya bukanlah tergantung peer groupnya semata, tapi tergantung pada sikap individu/ remaja itu sendiri untuk berani menjalani safe life atau hidup secara aman bagi jiwa dan tubuhnya sendiri. (Oleh : Mung Pujanarko)
0 komentar:
Posting Komentar