cari kata

Jumat, 26 Januari 2024

Horology pribadi

 Tadinya postingan ini draft. WebBlog saya ini mirip jurnal pribadi. Tidak ada yang baca ya bagi saya tidak ada masalah 😄

Bukan tujuannya untuk dibaca massal.

Hanya untuk journalling pribadi intinya.

Ok hari ini saya ingin tuangkan horologi pribadi saya.

Kecintaan saya pada arloji atau jam tangan.

Mula-mula saya ingat secara samar-samar, pertama kali dalam hidup saya memakai jam tangan, maklum waktu itu tahun sekira tahun 1984an, saya waktu SD saat itu dibelikan oleh ibu saya pertama kalinya jam tangan merk Casio. Saya tidak tahu typenya, hanya ingat tipis jamnya, dan saya pakai dengan senang hati karena untuk penanda waktu, maklum anak SD. Sayang saya tidak tahu typenya, tapi digital.

Penting bagi saya untuk mengingatnya. Bagi anak SD tahun 1980-an pakai digital Casio tentu menyenangkan pada jaman itu.😄

Kemudian saat tahun 1990 saat saya SMA saya pernah pakai juga jam Casio, typenya lupa.😌 tapi jam itu ada bullbar pelindungnya.

Kemudian jaman kuliah sekira tahun 1995 saya pakai Casio G-shock GT-001-1 G. 

Jam tersebut saya pakai hingga saat saya sudah menikah dan bekerja sebagai jurnalis sampai tahun 2005 kemudian jam itu hilang. 

Karena G Shock itu hilang, maka saya kemudian beli Casio G-Shock G-300-3AVDR Digital Analog Black Resin Band pada tahun 2007.

Jam Casio G Shock G-300-3A ini Release pertama oleh Casio pada tahun 2005. Module 3750, Series : 300, subseries : G-300.



Kemudian mulai tahun 2018 saya pakai Seiko 5 Sports SNZG09K1 Military Automatic Green Dial Green Nylon Strap. Automatic movement ini impresif bagi saya yang saat itu baru memakainya. 

Seiko automatic ini handal. Tidak perlu baterai. Cukup gerakan tangan sudah membuat jam ini beroperasi normal.

Seiko automatic 5, awet sekali. Beli sekali untuk selamanya😁


Seling pakai, pada tahun 2020 saya beli Casio Duro MDV-107-1A2 Diver. 



Seling pakai juga beli tahun 2021 Casio AE-1200WH-1AV.


Casio AE-1200WH-1AV ini daily saya pakai karena ringan dan durable.

 Ketiganya berperforma baik dan masih tetap saya pakai tanpa ada keluhan. Mungkin ya karena segi originalitasnya, bukan kw atau fake. Benar mungkin kata netizen bahwa pakai jam kw /fake sama dengan menipu dan merendahkan diri sendiri.🧐



Horology pribadi ini kenapa saya tulis di jurnal  pribadi, karena sebagai penanda kecintaan pada horologi😊🙂

Saya bukan kolektor, bukan penggila jam kelas berat (berat di harga) 😆, cuma tahu horologi dari pengalaman pribadi saja dan suka pada Casio dan Seiko.

Masih menjadi pertanyaan pribadi dimana pribadi saya juga tak bisa jawab : "kenapa walau punya tiga buah jam tangan yang performanya sangat handal, tapi kok masih ngiler lihat inceran jam lagi😅"

Bukankah jam cuma penunjuk waktu ?

Kenapa jadi ada rasa hawa nafsu ingin punya type baru lagi ?🙄🥲

Ini pertanyaan yang tetap jadi kontemplasi saya. Apakah karena ada rasa kompensasi tertentu yang membekas di hati ?

Jawabnya mungkin pernah pengalaman kehilangan jam G-shock GT-001-1 pada tahun 2005 membuat masih ada rasa lubang dalam hati yang butuh ditambal.😇😁

Atau memang secara jurus marketing dikatakan ada jam "entry level". 

Lah  kalau entry level kan berarti bisa level up dan seterusnya kalau nuruti bunyi iklan jam.😁

Kamis, 18 Januari 2024

Mental Setting

 Mind set itu mengatur setting otak

Di setting tertentu dengan tujuan tertentu

Mental setting adalah mengatur mental agar sesuai dengan kondisi yang tengah dihadapi.

Makin memaksa makin terjerat

Mental harus di atur sejak awal sebelum melakukan hal.

Mental harus mendalami ilmu.

Tidak dalam maka mental tidak siap.

Dalami ilmunya agar mental siap.


Kamis, 04 Januari 2024

Beda nge-blog dan Bermedsos

 Blog ini tergolong awalnya sebagai media sosial yang 'anti social' mengapa ?

Blog bukan medsos yang populer.

Web log mirip seperti log book pribadi yang bisa diakses siapa saja, namun siapa saja yang mengakses tak bisa leluasa berinteraksi meski ada kolom komentar. Blog dipandang kurang hype dan kurang seru untuk saling bertukar komunikasi secara langsung, secara multimedia, dan dengan banyak pengguna sekaligus. Tidak seperti aneka platform medsos yang populer.

Di blog tidak bisa asyik intens berinteraksi seperti halnya medsos yang lain.

Media sosial merupakan platform yang telah menjadi bagian integral dari kehidupan kita sehari-hari. Semisal yang populer adalah :

WhatsApp. ...

Instagram. ...

Facebook. ...

Tiktok. ...

Telegram. ...

Twitter. ...

Facebook Messenger...

Itu semua adalah deretan media sosial yang populer dan banyak penggunanya.

Web log atau blog  seperti halnya log note atau log book yang ditulis oleh satu orang atau lebih namun hanya berisi pesan komunikasi yang mirip manifesto-manifesto acak, atau catatan-catatan informasi yang terkumpul dalam sebuah laman web log.

Mengapa ada web log ?

Singkatnya manusia dalam hidupnya yang singkat terkadang dalam hidupnya dia punya buku resep masakan keluarga, punya catatan-catatan nasehat, punya catatan-catatan info yang dulunya ditulis di buku note atau berserak di catatan-catatan random. Dengan ditemukannya web log , semua resep, catatan-catatan, memory, peristiwa yang dialami, dan sebagainya bisa dituangkan secara online.

Tidak lagi takut hilang bahkan bisa ditemukan oleh orang lain melalui mesin pencari.

Para jurnalis online juga rara-rata berlatih menuangkan jurnalnya sebagai bentuk komunikasi baik itu sekadar berita atau feature di laman web lognya. Itulah mengapa menulis di web log penting untuk mengasah ketrampilan jurnalis.

Bagi saya ngeblog ini benar-benar membebaskan.

Begini saya sebagai manusia sosial tentu juga ingin bercerita, berbagi kisah. Mencurahkan pengalaman dan pengetahuan.

Kadang juga saya setelah mengunjungi sebuah lokasi ingin juga berbagi atau share foto.

Tapi berbagi foto video dan kisah ini bagi saya, saya pikir dalam-dalam lagi.

Seandainya saya punya medsos atau katakan saya betbagi foto-foto di status whatsapp. Saya berpikir apakah sy nanti dianggap pamer oleh para kontak saya ?

Nah, di blog ini saya bebas dari anggapan pamer itu 😂😅😁



Selasa, 02 Januari 2024

Oversharing

 


Saya menonton film "Bokeh" yang merupakan film fiksi ilmiah arahan Geoffrey Orthwein dan Andrew Sullivan. Bercerita tentang sepasang kekasih, Jenai dan Riley, yang berlibur ke Islandia. Namun, perjalanan mereka tiba-tiba berubah ketika mereka bangun satu pagi dan menemukan bahwa seluruh populasi manusia di planet ini telah menghilang. 



Mereka ditinggalkan dalam keheningan dan kehampaan, menghadapi pertanyaan-pertanyaan besar tentang arti hidup dan kehidupan mereka yang baru.

Film berjudul "Bokeh" ini saya renungkan benar, karena si Jenai yang mendadak tidak bisa men-share ke orang-orang atau membagikan apa-apa di medsosnya ke orang-orang terdekatnya, karena tak ada lagi siapa-siapa lagi.

Rupanya sebelumnya Jenai ini suka sharing apapun juga di medsosnya.

Jenai terlihat memang sudah tak bisa hidup tanpa media sosial. Hampa terlihat hidupnya ketika dia tak bisa dapat respon dari postingan medsosnya

 Mau sharing ke siapa dia lhawong tak ada siapa-siapa lagi.

Itu gambaran film Bokeh yang saya tonton.

🏝🏜🏞⛰️

Saya menarik nafas sejenak, saya ingat benar sebuah filsafat dari ayahnya ayah saya yakni kakek saya adalah : mingkem.

Ya cukup satu kata : mingkem. Filsafat mingkem ini ditunjukkan oleh kakek saya dengan isyarat kakek saya yang menunjukkan kepada keluarga terdekatnya dengan sebuah isyarat gesture wajah mengatupkan erat kedua bibirnya. Hal ini terus dinasehatkan bahkan pada saat-saat beliau hendak meninggal. Isyaratnya : jagalah lisan-mu. Mingkem. Sunyilah. Menepilah dari keramaian saling menunjukkan. Karena lebih baik diam daripada bicara, over bicara, over sharing, over pamer yang tak ada kebaikannya sama sekali.

Mingkem ini sekarang di era oversharing medsos tentu sulit dilakukan. Semua aspek kehidupan di share.

Makan di-share, tidur di-share, mandi di-share, olahraga di-share, kerja di-share, prestasi di-share, achievement wow ya di-share sampai licin tandas, semua di-share di medsos. Bahkan muncul istilah pula sharenting atau parenting yang di-share di medsos.

Bahkan hal terpenting untuk di-share di medsos adalah : posting foto liburan. Apalagi liburan di luat negeri

Jaman dulu, jaman saya kecil hingga jaman saya SMA dan kuliah, foto-foto liburan itu hanya ditaruh di album foto dan ditaruh di lemari saja 😄. Ya jaman pre-medsos, album foto bukan untuk dilihat umum bahkan foto liburan bukan untuk seluruh umat manusia. Karena jaman album foto itu, keluarga memotret liburan untuk keluarga melihatnya di album foto saja. Sayapun masih bisa lihat foto-foto liburan keluarga di album foto konica yang ditaruh di rak lemari buku. Hahaha...maklum saya lulus S1 th 1998.

Semua hal di-share sekarang di medsos.

Semua ingin kita pamerkan. Kebutuhan dasar untuk pamer ini belum pernah terjadi sebesar dan se-massif ini dalam sejarah umat manusia sebelum medsos ditemukan 😁

Semua hal yang menurut kita baik dan lucu atau unik, atau keberuntungan kita yang tidak dipunyai orang lain sangat butuh kita pamerkan. Karena ingin menunjukkan bahwa : kita lebih alim, kita lebih pintar, kita lebih beruntung, kita lebih baik dan segala kelebihan. Mirip situasinya ketika seorang kaya mengarak peti-peti berisi kunci-kunci pintu-pintu dan lemari-lemari harta benda. Peti-peti yang diarak dipanggul ratusan orang itu baru berisi kuncinya loh. Bayangkan peti-peti berisi kunci-kunci pintu perbendaharaan harta itu dipikul diarak di sepanjang jalan dipertontonkan kepada orang orang.

 Pamer intinya.

Sebenarnya oversharing terutama sharing tentang idea kita, kita bisa bebas kita lakukan di blog karena tak ada yang keberatan, tidak ada juga yang komen, karena tak ada yang baca juga 🤣. 

iya Ada sih yang baca (duikiit) atau lihat blog tapi batin yang baca : orang yang ngeblog ini ya bukan buat pamer sih tujuannya. Karena ga ada tujuan pamer juga kalau ngeblog seperti ini, kalau pamer ke teman-teman ya ngapain posting di blog 🤣 kan goblog adanya🤣

Ga ada yang protes atau nyinyir atau komen ketika kita share idea kita di blog, mau ide apa saja tidak ada pengaruhnya. Karena ya tidak ada yang baca 😁😁🤣🤣

Juga bagi yang mau komen julid juga tak seru, karena julid juga butuh mass audience. Julid online adalah api yang butuh minyak bakar dari saling komen yang panas antar netizen.

 Sampai keringetan dan jantung emosi tatkala saling julid-emosi-nyinyir berbalas nyinyir, saling bersautan di hutan medsos. 

Saya tak punya insta, fb, x dan aneka permedsosan, saya hanya punya blog ini untuk share secara searah, tapi saya bisa membayangkan suasana hutan medsos dengan suara riuh saling bersahutan.

 ...dan membayangkan saja sudah cukup bagi saya...

Para komentator julid tak ada yang mau komen di blog. Bagi hater atau julider komen julid karena negative, maka butuh ingin impak besar juga.

Kalau komenan hater atau julider ya ga ada yg posting di blog, rugi. Karena hate dan julid butuh energi, butuh perlawanan. Di blog ngapain komen julid ga ada lawannya🤣🤣

Di blog ini tak ada mass audience yang interaktif. Ga ada. Ga ada yang seru perang komenan saling berbalas pro dan kontra. Ga ada. Ini seperti kita teriak di lembah sunyi yang gaung gemanya ya kembali ke si blogger nya lagi.🤣

#saya tak punya akun medsos.😄

Bukan berhenti medsos, melainkan saya memang tidak pernah punya akun medsos (media sosial) seperti Facebook, Twitter (X), Instagram, atau Path, atau medsos2 kekinian baik itu untuk memamerkan aktivitas harian, atau sekadar iseng. 


Oversharing yang super garing adalah :

1. Your goals. 

2. Your relationships. 

3. Your finances. 

4. Your problems. 

5. Your weaknesses. 

6. Your lifestyle. 

7. Your philosophy towards life. 

8. Secrets and gossip!

9. Keluhanmu !

10. Resahmu dan gelisahmu !


80% ga ngurus, 20% selintas info😄

80% orang ga pduli 20% orang mensyukuri. Mirip anak - anak kecil bilang : sukur kon, sukurin luh!

😆😅🤩

Post 2

Shadow character people ya sedapat mungkin pura2 simpati pada oversharing mu🙃

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Printable Coupons