Kamis, 24 Januari 2013 19:09
Jurnalistik sebagai Ilmu berjenjang hingga tingkat pasca strata tiga, bukanlah ilmu statis. Suatu ketika ada the old journalist angkatan pers tahun 60-an mengatakan pada saya “Oh Dik, jurnalistik itu ya dari dulu sampai sekarang ya 5W 1H itu, gak ada lagi, sama dik sampeyan kayak saya, saya tahun 1960-an juga belajar teori Harold Laswell itu, habis itu ya tinggal ketik berita kita, bereslah,“ ujar The Oldman itu kepada saya dengan raut wajah senior.
Saya buru-buru menganggukkan kepala sambil nyengir kuda, karena biar bagaimanapun beliau adalah tokoh sepuh jurnalistik Indonesia. Jadi yang yunior atau usia di bawah harus hormat agar kita tak 'kualat' sama orang tua. Apalagi Teori Harold Laswell sudah ada sejak Laswell meluncurkan karya klasik yang ditulisnya pada tahun 1948 yang berjudul "The Structure and Function of Communication in Society".
Sebenarnya jurnalistik sebagai sebuah ilmu jurnal lekat dengan Teori Framing. Teori Framing dikenal oleh kalangan penggiat Keilmuan Jurnalistik dengan 4 (empat) teori besar yakni Teori Framing Murray Edelman (Constable Catagories and Public Opinion (Edelman, 1993), kemudian Teori Framing Robert N Entman dalam “Framing : Toward Clarification and Fractured Paradigm (Entman, 1993), Kemudian Teori Framing milik Wiliam A Gamson yang pasti oleh pelajar jurnalistik dikenal sebagai Agregat Frame, Consensus Frame dan Collective Action Frame. Dan yang paling banyak pengikutnya (termasuk saya) adalah teori Framing Zhongdang Pan dan Gerald M Kosicki atau kerap disebut teori Framing ‘Pan-Kosicki’.
Dalam konsep framing yang kerap saya jadikan acuan ini, saya suka Framing 'Pan-Kosicki' karena lebih cocok dengan alur jurnalisme Asia terutama alur jurnalisme Indonesia yang reasoning-nya berbeda dengan alur Jurnalisme barat.
Dalam framing devices Pan dan Kosicki detail story jelas sekali dibedah dalam 4 (four) devices framing Pan-Kosicki yang tentunya sudah sangat dihafal oleh mahasiswa Jurnalistik berjenjang, yakni : Struktur Sintaksis, Struktur Skrip, Struktur Tematik dan Struktur Retoris, dalam hafalan mahasiswa jurnalistik biasaya disingkat SSTR. Dalam struktur sintaksis, skrip, tematik dan retoris ini bisa ditandai dengan catchphrase dalam story (news / feature).
Dalam jurnalistik yang berkembang sering dengan berkembanganya teknologi informasi, kini dengan framing devices, jurnalis dapat terbantu dalam menggunakan alur yang lebih taktis dalam menyusun sebuah berita atau artikel, tergantung pada media jenis apa berita itu akan dimuat (ex: cetak, audio, auvi, dotcom).
Sebelum saya lanjutkan mungkin pembaca ada yang lebih suka dan cocok menggunakan teknik framing selain Pan Kosicki, mungkin Entman, oke saja, hanya saja saya lebih suka teknik framing Pan-Kosicki. Dalam frame Pan-Kosicki dengan mudah dijelaskan bahwa jurnalis, akan mudah mengorganisasikan ideologi teks, ke dalam struktur story (bisa news atau feature).
Teknik Framing juga dapat dipergunakan oleh jurnalis untuk dengan mudah menggabungkan 5W 1H nara sumber pertama (atau biasa disebut dengan Source 1), dengan 5W 1H nara sumber kedua (Source 2) tanpa ada ‘gronjalan’ (Jawa : ganjalan) dalam tulisan. Menggabungkan dua alur narasumber (bisa saksi berita, bisa alur peristiwa) dengan mulus sehingga terjadi multiple 5W1H secara terkontekstual dalam sebuah story, dapat dibuat dengan membuat Konjungsi. Dalam Jurnalistik, Konjungsi adalah kata yang menghubungkan kata dengan kata, frase (phrase) dengan frase, ataupun kalimat dengan kalimat.
Dimana dalam ilmu jurnalistik dipelajari mendalam tentang konjungsi dan jenis-jenis konjungsi, sebagai pelengkap pemahaman framing. Misalnya jenis-jenis konjungsi : Konjungsi koordinatif, adalah konjungsi yang menggabungkan dua klausa yang memiliki kedudukan setara. Dan empat jenis konjungsi lain (dalam Jurnalistik sekali lagi dikenal adanya 5 Konjungsi), yakni, Konjungsi Antar Kalimat ; Konjungsi Antarparagraf ; Konjungsi Korelatif : Konjungsi Korelatif adalah konjungsi yang menggabungkan dua kata , frase atau klausa dan hubungan kedua unsur itu memiliki derajat yang sama.
Dan Konjungsi Subordinatif, yakni menggabungkan dua klausa atau lebih yang memiliki hubungan bertingkat.
Adalah benar bahwa 5W 1H memang teori dasar Harold Laswell yang dikenal dengan nama 'Formula Laswell', selebihnya ilmu jurnalistik selaku ilmu sosial berkembang mengikuti arah society itu sendiri berkembang, jika society sekarang menuju ke arah perkembangan teknologi komunikasi (pertekkom) terkini dan senantiasa updating, maka dari perangkat-perangkat ilmu jurnalistik terutama Framing dan Semiotika akan menyesuaikan secara alamiah (ilmu adalah natural) bahkan membantu memberikan formula yang pas bagi para jurnalis (terutama jurnalis yang memang berasal dan berlatar belakang pendidikan jurusan ilmunya kompeten yakni : Ilmu Jurnalistik) dengan kemajuan jaman teknologi informasi. (*)
Mung Pujanarko, M.Ikom : Alumnus FISIP Universitas Negeri Jember (UNEJ), Alumnus Program Magister Jurnalistik IISIP Jakarta, Pudek III FIKOM Universitas Jayabaya, Pimred dan Co Founder situs www.suararakyatindonesia.com, Penasehat situs www.newsflashjakarta.com, Anggota PPWI, Dewan Redaksi http://www.pewarta-indonesia.com, Instruktur Jurnalistik Organisasi PPWI, Dosen tidak tetap pada Jurusan Jurnalistik Universitas Bung Karno (UBK), STIKOM Indonesia Maju (STIKOM-IMA) Jakarta, Jurusan Jurnalistik Univ Djuanda-Bogor.
Next >
Saya buru-buru menganggukkan kepala sambil nyengir kuda, karena biar bagaimanapun beliau adalah tokoh sepuh jurnalistik Indonesia. Jadi yang yunior atau usia di bawah harus hormat agar kita tak 'kualat' sama orang tua. Apalagi Teori Harold Laswell sudah ada sejak Laswell meluncurkan karya klasik yang ditulisnya pada tahun 1948 yang berjudul "The Structure and Function of Communication in Society".
Sebenarnya jurnalistik sebagai sebuah ilmu jurnal lekat dengan Teori Framing. Teori Framing dikenal oleh kalangan penggiat Keilmuan Jurnalistik dengan 4 (empat) teori besar yakni Teori Framing Murray Edelman (Constable Catagories and Public Opinion (Edelman, 1993), kemudian Teori Framing Robert N Entman dalam “Framing : Toward Clarification and Fractured Paradigm (Entman, 1993), Kemudian Teori Framing milik Wiliam A Gamson yang pasti oleh pelajar jurnalistik dikenal sebagai Agregat Frame, Consensus Frame dan Collective Action Frame. Dan yang paling banyak pengikutnya (termasuk saya) adalah teori Framing Zhongdang Pan dan Gerald M Kosicki atau kerap disebut teori Framing ‘Pan-Kosicki’.
Dalam konsep framing yang kerap saya jadikan acuan ini, saya suka Framing 'Pan-Kosicki' karena lebih cocok dengan alur jurnalisme Asia terutama alur jurnalisme Indonesia yang reasoning-nya berbeda dengan alur Jurnalisme barat.
Dalam framing devices Pan dan Kosicki detail story jelas sekali dibedah dalam 4 (four) devices framing Pan-Kosicki yang tentunya sudah sangat dihafal oleh mahasiswa Jurnalistik berjenjang, yakni : Struktur Sintaksis, Struktur Skrip, Struktur Tematik dan Struktur Retoris, dalam hafalan mahasiswa jurnalistik biasaya disingkat SSTR. Dalam struktur sintaksis, skrip, tematik dan retoris ini bisa ditandai dengan catchphrase dalam story (news / feature).
Dalam jurnalistik yang berkembang sering dengan berkembanganya teknologi informasi, kini dengan framing devices, jurnalis dapat terbantu dalam menggunakan alur yang lebih taktis dalam menyusun sebuah berita atau artikel, tergantung pada media jenis apa berita itu akan dimuat (ex: cetak, audio, auvi, dotcom).
Sebelum saya lanjutkan mungkin pembaca ada yang lebih suka dan cocok menggunakan teknik framing selain Pan Kosicki, mungkin Entman, oke saja, hanya saja saya lebih suka teknik framing Pan-Kosicki. Dalam frame Pan-Kosicki dengan mudah dijelaskan bahwa jurnalis, akan mudah mengorganisasikan ideologi teks, ke dalam struktur story (bisa news atau feature).
Teknik Framing juga dapat dipergunakan oleh jurnalis untuk dengan mudah menggabungkan 5W 1H nara sumber pertama (atau biasa disebut dengan Source 1), dengan 5W 1H nara sumber kedua (Source 2) tanpa ada ‘gronjalan’ (Jawa : ganjalan) dalam tulisan. Menggabungkan dua alur narasumber (bisa saksi berita, bisa alur peristiwa) dengan mulus sehingga terjadi multiple 5W1H secara terkontekstual dalam sebuah story, dapat dibuat dengan membuat Konjungsi. Dalam Jurnalistik, Konjungsi adalah kata yang menghubungkan kata dengan kata, frase (phrase) dengan frase, ataupun kalimat dengan kalimat.
Dimana dalam ilmu jurnalistik dipelajari mendalam tentang konjungsi dan jenis-jenis konjungsi, sebagai pelengkap pemahaman framing. Misalnya jenis-jenis konjungsi : Konjungsi koordinatif, adalah konjungsi yang menggabungkan dua klausa yang memiliki kedudukan setara. Dan empat jenis konjungsi lain (dalam Jurnalistik sekali lagi dikenal adanya 5 Konjungsi), yakni, Konjungsi Antar Kalimat ; Konjungsi Antarparagraf ; Konjungsi Korelatif : Konjungsi Korelatif adalah konjungsi yang menggabungkan dua kata , frase atau klausa dan hubungan kedua unsur itu memiliki derajat yang sama.
Dan Konjungsi Subordinatif, yakni menggabungkan dua klausa atau lebih yang memiliki hubungan bertingkat.
Adalah benar bahwa 5W 1H memang teori dasar Harold Laswell yang dikenal dengan nama 'Formula Laswell', selebihnya ilmu jurnalistik selaku ilmu sosial berkembang mengikuti arah society itu sendiri berkembang, jika society sekarang menuju ke arah perkembangan teknologi komunikasi (pertekkom) terkini dan senantiasa updating, maka dari perangkat-perangkat ilmu jurnalistik terutama Framing dan Semiotika akan menyesuaikan secara alamiah (ilmu adalah natural) bahkan membantu memberikan formula yang pas bagi para jurnalis (terutama jurnalis yang memang berasal dan berlatar belakang pendidikan jurusan ilmunya kompeten yakni : Ilmu Jurnalistik) dengan kemajuan jaman teknologi informasi. (*)
Mung Pujanarko, M.Ikom : Alumnus FISIP Universitas Negeri Jember (UNEJ), Alumnus Program Magister Jurnalistik IISIP Jakarta, Pudek III FIKOM Universitas Jayabaya, Pimred dan Co Founder situs www.suararakyatindonesia.com, Penasehat situs www.newsflashjakarta.com, Anggota PPWI, Dewan Redaksi http://www.pewarta-indonesia.com, Instruktur Jurnalistik Organisasi PPWI, Dosen tidak tetap pada Jurusan Jurnalistik Universitas Bung Karno (UBK), STIKOM Indonesia Maju (STIKOM-IMA) Jakarta, Jurusan Jurnalistik Univ Djuanda-Bogor.
Next >
0 komentar:
Posting Komentar