cari kata

Jumat, 10 Agustus 2012

Menulis untuk Mengisi Ruang Bathin

Menulis itu pada hakekatnya adalah untuk mengisi ruang bathin pribadi penulis dan pembaca. Ruang bathin manusia pada hakekatnya ‘minta’ diisi terus-menerus secara alamiah. Ada orang yang senang mengisi ruang bathinnya dengan melihat film, menonton acara-acara hiburan, dan ada yang suka mengisi ruang bathinnya dengan bekerja (istirahat aktif), berkesenian, bermain olah raga, dan menulis serta membaca.  Saya memperoleh informasi dari beberapa penulis, terutama dari Ir. Subagyo M.Sc yang punya blog di http://idesubagyo.blogspot.com, beliau mengatakan bahwa di Indonesia ini kebanyakan orang tidak suka membaca. Lebih suka menonton.
Ternyata benar, saya pikir-pikir memang  pada dasarnya manusia itu kurang suka membaca dan lebih suka menonton. Menonton hiburan adalah sarana pengisi ruang bathin no 1 bagi manusia, terutama pada masyarakat Indonesia. Kemudian pada lapisan-lapisan masyarakat tertentu ada yang suka mengisi ruang batinnya dengan menulis atau membaca, tapi jumlahnya tidak sebanyak khalayak aktif penikmat tontonan segala macam hiburan. Televisi menjadi barang wajib yang harus dipunyai oleh semua rumah tangga, atau mereka yang belum berumah tangga sekalipun. Televisi adalah barang yang keramat, tempatnya pun terhormat di dalam sebuah rumah, yakni : di dalam ruang keluarga,  di mana  quality time atau waktu yang berkualitas bagi keluarga dihabiskan sambil menonton televisi bersama.
Tapi, inilah kadang yang menjadi sebuah problem klasik bagi sebuah keluarga, karena setiap anggota keluarga memiliki acara favoritnya sendiri-sendiri. Sang anak lebih suka nonton film kartun atau nonton FTV, ibunya nonton infotaintmen dan sang ayah lebih memilih menonton berita dan olah raga. Ini sudah sangat umum sepertinya. Akhrnya quality time yang diharapkan ada di ruang keluarga ditemani sang televisi menjadi ajang perebutan channel televisi. Apalagi kalau keluarga itu berlangganan TV kabel, kemungkinan besar tak ada acara nonton bersama, yang ada adalah sama-sama nonton TV kabel, tapi  dengan decoder tambahan untuk masing-masing anggota keluarga yang menonton channel favoritnya di kamar dan ruang waktunya masing-masing. Ahirnya, tidaklah sinkron jika dikatakan bahwa quality time keluarga adalah nonton TV bareng.
Sementara seorang kawan saya mengatakan  quality time bagi diri dan keluarganya diperoleh saat makan malam atau waktu sarapan. Di kedua waktu itulah sebuah keluarga membicarakan hal-hal untuk mempererat hubungan keluarga. Namun karena desakan pekerjaan dan studi dari setiap anggota keluarga, maka  makan malam pun kadang tidak sama waktunya. Dan makan pagi juga tidak sama waktunya. Akhirnya quality time didapat keluarga hanya saat hari minggu, itupun jika punya uang pergi wisata bareng, dan jika sedang tidak punya uang, ya di rumah lagi nonton televisi bareng lagi- secara sendiri-sendiri.
Kalau sudah begini maka membaca dan menulis menjadi sebuah sarana tersendiri bagi sebagian orang  guna mengisi ruang bathin. 
Menurut Ir. Subagyo, M.Sc  yang blognya saya ikuti di http://idesubagyo.blogspot.com, beliau mengatakan  bahwa dengan menulis artikel, beliau telah menyalurkan ‘banjir’ ide di kepalanya. Pak Bagyo demikian panggilan akabnya yang sekarang berumur 74 tahun ini adalah seorang pelahap berbagai macam buku, baik berbahasa Russia, Inggris, bahasa Belanda, dan Indonesia. Karena itu blognya dipenuhi dengan artikel-artikel dari hasil bacaannya dan pengamatannya.
Waktu saya wawancarai, Pak Bagyo banyak bercerita bahwa saat mudanya dulu dia suka sekali membaca buku tentang apa saja. Dia menceritakan saat berburu buku dan memperoleh buku pengetahuan yang menarik, maka dia baca dengan senang hati sampai tamat. Jadi saat masa remajanya sekitar umur 11-16 tahun Pak Bagyo punya jadwal tetap, pagi hari bekerja membantu ibunya, kemudian berangkat sekolah, pulang istirahat (ishoma) membaca dan malam belajar. Tak heran setelah lulus SMAN 2 di Surabaya tahun 1956, Subagyo muda kemudian  diterima di Fakultas Kedokteran Hewan UGM, kemudian saat tahun 1959 ada kesempatan test untuk memperoleh bea siswa di Russia, Subagyo muda dinyatakan lulus dan berangkatlah dia belajar pertanian di Russia.
Nyaris tak ada waktu santai apalagi dugem bagi Subagyo muda, di Russia belajar secara spartan. Dan banyak mahasiswa asal Indonesia yang dipulangkan karena gagal studi terutama gagal mempelajari bahasa Russia selama 3 bulan saja. 
Setelah lulus, kemudian pulang ke Indonesia pada tahun 1966, ternyata bukannya tenaganya dipakai oleh pemerintah, malah semua mahasiswa lulusan Russia atau lulusan negara Blok Timur,  dikejar-kejar aparat untuk mengisi ruang penjara dan mengisi kuota Pulau Buru sebagai kamp konsentrasi.  Subagyo muda tabah, dan memilih menyingkir dari dunia ramai untuk bekerja di kebun kopi terpencil di ujung timur Pulau Jawa. “Yang mencari lulusan Russia untuk ditangkapi itu banyak pihak, dulu itu seperti bounty hunter party bagi setiap pihak untuk mencari kami lulusan Russia, kami dikejar-kejar bukan untuk disanjung bak lulusan Amerika, tapi ya untuk dimasukkan kamp konsentrasi di Pulau Buru,”ujar Subagyo seraya tersenyum penuh ketabahan.
Padahal menurut Pak Bagyo, ide pemuda jaman dulu yang sepaham dengan Bung Karno itu ya sederhana saja : berdikari-berdiri di atas kaki sendiri, sedapat mungkin mengurangi/menghindari hutang luar negeri yang ujungnya agar bangsa Indonesia bisa menikmati kekayaan alam Indonesia, bukan dimonopoli asing. Tapi hal itu rupanya mustahil, karena hampir tidak mungkin menghindar dari polarisasi dua kutub besar saat itu. Ide Negara Non Blok yang ingin mandiri gagal total di Dunia ini. 
Pada akhirnya, kegiatan menulis memang mengasyikkan bagi sebagian orang, dan jika tulisannya enak dibaca dan penting bagi pengisi bathin khalayak pembaca maka ada saja respon yang masuk, baik ingin menanggapi, mengkritik atau menyukai (like). Itu semua karena ada orang-orang yang tidak terlampau menyukai menonton hiburan, namun lebih suka menghadap layar komputernya yang sedang blank (putih semua) dan memulai mengetikkan huruf demi huruf memulai menuliskan idenya. 
(Mung Pujanarko, bergabung di PPWI, lihat situs www.pewarta-indonesia.com)

Jumat, 03 Agustus 2012

Komunikasi dengan Pengguna Baru Narkoba


Narkoba adalah zat yang dirasa menyenangkan bagi pemakainya, yakni para drug abuser atau penyalah guna narkoba. Sebenarnya Narkoba bisa digunakan untuk tujuan medis yakni menyelamatkan nyawa manusia dengan pemakaian yang sah/legal dan terukur secara medik. Tapi bila disalahgunakan, maka narkoba menjadi ‘permen’ untuk memuaskan nafsu bersenang-senang para penyalah gunanya.
Cara ber-Komunikasi dengan pengguna narkoba baru atau early drug abuser ditujukan bagi para orang tua, guru, dan pihak mana saja yang ingin menjalin komunikasi dengan early drug abuser atau penyalah guna baru narkoba yang telah diketahui mulai mencicipi narkoba sebagai sarana untuk bersenang-senang.
Cara berkomunikasi dengan pengguna baru narkoba dapat dilakukan dengan penerapan Teori Sikap atau Stand Point Theory (Nancy Hartsock, 1997 dalam West and Turner, 2010). Dalam teori sikap (Stand Point Theory) komunikator harus telah terlebih dahulu memahami keadaan sosial ekonomi yang melatar belakangi komunikan, karena dalam Teori Sikap diteliti setiap individu pada dasarnya adalah bagian sebuah kelompok (group), dan ketika kehidupan material distrukturkan dalam kelompok yang berbeda latar belakang ekonominya, terlihat bahwa masing-masing individu selalu berada dalam sebuah kelompok kelas masyarakat yang terpisah berdasarkan lingkungan pergaulannya.
Dalam asumsi Teori Sikap atau Stand Point Theory, Hartsock mengemukakan pemikiran bahwa lokasi individu dalam struktur kelas membentuk dan membatasi pemahaman mereka akan hubungan sosial (Hartsock dalam West and Turner 2010). Jadi bila asumsi ini dilekatkan pada pengguna baru narkotika, maka setiap inividu pengguna pada dasarnya mengerti bahwa hubungan sosial mereka (early drug abuser) terbatas pada satu kelas sosial saja dan sulit untuk bergaul lintas kelas sosial. Dalam alur pergaulan dalam satu persamaan kelas sosial, maka pembentukan group atau peer group menjadi lebih mudah terjadi. Bahkan bila di Amerika misalnya, pembentukan sebuah kelompok dalam persamaan status sosial dan lokasi dapat berkembang menjadi terbentuknya sebuah Gang (kelompok).
Saya hanya ingin mengemukakan bahwa dengan memahami teori komunikasi yakni yakni Teori Sikap (Stand Point Theory) seorang pelajar ilmu komunikasi dapat terlebih dahulu mengidentifikasi masalah terikatnya individu pada sebuah kelompok atau peer group.
Terikatnya seorang anak remaja atau individu ke dalam sebuah peer group akan menimbulkan efek loyalitas pada peer group dan keterikatan khusus pada peer groupnya. Grup atau kelompok sebaya ini menjadi identitas sosial seorang individu.
Yang patut diwaspadai jika dalam peer group ini muncul kecenderungan untuk hanya berkumpul untuk bersenang-senang, bersama tanpa melakukan hal- hal yang positif seperti belajar, berolah raga, berkesenian, ber-religius bersama dan hal- hal yang konstruktif lainnya, maka sebuah group akan mudah terintroduksi oleh kesenangan memakai narkoba. Karena efek senang (fun) dengan narkoba sepanjang pengamatan saya adalah bersifat speed (cepat) dan sudden/ seketika, juga inter-dimensional (lepas dari alam nyata).
Bagi early drug abuser, perasaan terlindung dalam sebuah peer group dalam satu lingkungan kelas sosial yang sama, membuatnya aman berbuat apa saja asalkan bersenang-senang bersama. Ini-lah yang orang tua, guru dan siapa saja yang peduli, bisa mendeteksi apakah anak-anaknya mulai mengenal narkoba atau tidak dari peer groupnya. Kata orang banyak biasanya adalah : karena pergaulan.
Kata- kata “karena pergaulan “ inilah yang diselidiki lebih jauh dengan Stand Point Theory atau Teori Sikap. Bagimana sikap individu dan kecenderungan-kecenderungannya bila berada dalam sebuah ikatan kelompok sosial yang sama.
Jika dirunut akar teori ini, bahkan Hegel sebelum Hartsock telah mendefinisikan alur Teori Sikap ini dengan menggunakan asumsi bahwa individu pada dasarnya terbagi dalam kelas-kelas sosial yang memiliki sikap yang berbeda dalam memandang kehidupan ini berdasarkan sikap dan cara pandang kelas sosial dimana individu itu berada.
Memang ada yang bilang, : “lho kan individu itu bisa bergaul dalam lintas kelas sosial yang berbeda?”
Jawab : “Kenyataannya memang bisa, tapi apakah mayoritas individu bergaul dengan kelas sosial yang berbeda?” Coba pikirkan dulu jawabannnya. Dan lihat saja anak-anak remja kita, apakah mayoritas kawannya adalah teman-teman dalam lingkup kelas sosial yang sama ataukah mayoritas bergaul dengan kelas sosial yang timpang ?
Stand Point Theory dalam ilmu komunikasi hanya membantu menjelaskan bahwa jika kita akan melakukan komunikasi maka pahami dulu beberapa asumsi Teori Sikap. Untuk membaca kecenderungan sikap Individu dalam kelompok sosial yang tersedia untuk individu teresebut.
Early drug abuser -tak terbantahkan- bahwa mereka biasanya mendapatkan pasokan narkoba dari mulai dikenalkan oleh kawan. Ingat, dikenalkan oleh kawan, oleh pergaulan. Maka sebaiknya kita teliti sejauh mana anak-anak remaja kita terikat dengan peer groupnya ? kalau peer group positif tak perlu dibahas, tapi jika peer group terpolusi oleh beberapa anasir pengembang kegiatan ‘teler bersama’ ini yang repot. Apalagi jika peergroup negatif tadi solid, maka kalau bisa sebaiknya ditarik saja individu itu dari peer groupnya.
Pada dasarnya sikap setiap individu adalah ingin mendapatkan respek dari sesama anggota kelompok pergaulannya. Respek yang keliru adalah jika dianggap ‘berani’ jika mencoba rokok, miras dan narkoba, awalnya untuk memperoleh impresi dari kelompok sebaya. Harus ditanamkan bahwa respek itu jangan asal ingin mendapat respek dari kelompok sebaya saja, namun respek bisa diperoleh dari hal yang sederhana misalnya, sadar bahwa masa depannya bukanlah tergantung peer groupnya semata, tapi tergantung pada sikap individu/ remaja itu sendiri untuk berani menjalani safe life atau hidup secara aman bagi jiwa dan tubuhnya sendiri. (Oleh : Mung Pujanarko)

Selasa, 03 Juli 2012

Pewarta Warga ‘Imbangi’ Berita Tendensius



Menulis berita, artikel, opini atau mengunggah video bagi pewarta warga adalah hal yang bisa dan biasa dilakukan oleh sang pewarta warga (citizen journalist). Upaya ini adalah untuk mengetengahkan fakta yang disaksikannya/dialami di lapangan ke dalam berbagai saluran media, terutama new media (situs website dan bentuk konvergensi media) agar dapat diketahui oleh masyarakat untuk kebaikan masyarakat. Informasi dari pewarta warga umumnya bersifat informasi yang langsung apa adanya dan sejajar, dalam arti sejajar adalah warga yang melaporkan dalam karya jurnalistik baik tulisan dan gambar juga auvi adalah warga biasa yang kedudukannya adalah sama dengan masyarakat  yang mengalami/ menyaksikan sebuah peristiwa.
Jika mungkin di sebuah tempat ada masyarakat yang ‘alergi’ terhadap wartawan, namun  bagi pewarta warga, dia tak memiliki sekat dengan masyarakat karena dia adalah warga biasa yang melakukan kegiatan pewarta warga, jadi sikap alergi terhadap wartawan ini tak bisa dialamatkan bagi Sang CJ atau pewarta warga.
Kini warta berita dari pewarta warga bisa ‘mengimbangi’ sebuah berita yang tendensius yang diusung oleh media besar.  Saya beri tanda kutip ada kata ‘mengimbangi’, karena dalam skala kuantitas dan kualitas mungkin saja warta dari pewarta warga ini tertinggal dari media besar, namun dari segi upaya untuk menyeimbangkan atau check and balances tehadap berita yang diusung oleh media besar, sudah cukup signifikan atas upaya pewarta warga ini.
Contohnya, ketika media Israel yang memiliki akses lebih luas, fasilitas lebih lengkap memberitakan secara tendensius dan parsial tentang ‘kesalahan’ bangsa Palestina yang nota bene adalah musuh Israel. Maka di sisi lain, pewarta warga Palestina dapat ‘mengimbangi’ berita dari media-media besar Israel yang  hampir selalu menyudutkan pihak Palestina.

Contohnya, video  yang dibuat oleh seorang guru bernama Ibrahim Makhlouf. Dalam rekaman itu, seorang tentara Israel menembaki warga desa Aseera al-Qibliya, wilayah Tepi Barat yang diduduki Israel. Peristiwa itu mengakibatkan salah seorang pemuda desa terkena tembakan tentara Israel.

"Kami ingin seluruh dunia melihat apa yang Israel lakukan. Mereka mencuri dan menyerang kami, dan dunia berkata kamilah  teroris dan kriminal," katanya seperti dikutip alarabiya.net, Kamis (24/5/2012).
Tak lama setelah diunggah, Departemen Pertahanan Israel yang melihat video itu segera memerintahkan penyelidikan. Seperti sikap Israel sebelumnya, mereka selalu saja berdalih bahwa ada hal yang dilebihkan warga Palestina terhadap Israel guna menarik simpati masyarakat internasional. "Tampaknya video tersebut tidak mencerminkan kejadian secara menyeluruh," dalih juru bicara Departemen Pertahanan Israel.

Juru bicara pemukim Yahudi mengatakan, bentrokan itu dimulai ketika warga Palestina mulai melemparkan batu. Melihat tindakan itu, tentara Israel segera meresponnya dengan meletuskan tempakan ke arah kerumunan warga Palestina. "Mereka yang memulai," kata dia.

Memang Palestina selama ini bisa dibilang ‘kalah segalanya’ dari Israel yang lebih kaya, kuat dan modern, namun perjuangan pewarta warga di Palestina ini  dapat membuktikan bahwa  potensi pewarta warga Palestina membuat Israel tidak lagi bisa menutup-nutupi tindakan biadab tentara dan warganya terhadap warga Palestina di Tepi Barat. Sebab, warga Palestina mulai mengeliatkan "jurnalisme warga". (Mung Pujanarko, anggota PPWI)

Senin, 18 Juni 2012

Rumpun Pisang Varigata


Saya menyukai jenis Pisang Varigata (Musa varigata). Karena yang pertama rasa buah pisang ini manis. Yang kedua, karena warna daun pisang varigata ini unik. Saya mulai menanam tahun 2012.  Bisa dilihat, warna Hijau pada daunnya bergradasi, mulai dari  hijau tua,  belang hijau muda dan belang putih. Bahkan ada yang putih polos dalam sehelai daunnya.
Di pekarangan, saya cuma menanam satu rumpun saja. Mulanya hanya satu pohon, kemudian beranak jadi satu rumpun.

gradasi warna rumpun pisang varigata, memberi corak tersendiri di pekarangan


satu rumpun pisang varigata, ada yang warnanya putih polos (lihat kanan)

warna gradasi hijau daun pisang varigata

buahnya belum bisa difoto

yang sudah berbuah, rasa buahnya manis

kalau lihat warna daun yang putih polos (kanan), berarti klorofilnya amat sedikit, hampir tak ada, foto tahun 2012

Buah varigata belang sesuai warna daun, foto diambil tgl 19/3/2014


Buah varigata difoto tgl 19-03-2014

 Ketiga foto buah di atas saya upload tanggal 19/03/2014, karena baru berbuah. Memang sempat berbuah sekali, pada tahun 2012, kemudian hampir berbuah tahun 2013 tapi rubuh  karena terpaan angin kencang. Jadi pohon ini memang punya kelemahan, tak tahan angin, dan jarang berbuah, bayangkan setelah 2 tahun tanaman di pekarangan ini, baru berbuah lagi. Lama sekali menunggunya. Tapi apa mau dikata karena anakan generasi sebelumnya rubuh terkena angin kencang yang biasa melanda Bogor.

Anakan pisang ini pun semakin jarang, karena juga rentan penyakit cendawan. Maka untuk rekan blogger yang meminta bibitnya, saya minta maaf belum dapat memberikan anakannya, karena anakannnya juga semakin jarang.



Begitulah, ada beberapa jenis tanaman yang saya sukai yang sengaja saya tanam di pekarangan rumah. Mulai dari aneka Srikaya,  Jambu bol dan biji, juga di sebelah pisang saya tanam Kumis Kucing.
Sedangkan untuk rambutan,ada anakan Rambutan Pulasan. Insya Allah, akan saya naikkan ke blog saya ini juga.

Tulisan ini selain untuk kenangan arsip saya pribadi, juga tulisan ini adalah untuk semua warga yang gemar menanam di pekarangan, tak peduli luasnya. Yang penting ada pekarangan ya tanam apa saja yang kita sukai. Bila tak ada pekarangan, apartemen, ya tanam saja hidroponik kembang atau kaktus, ini bikin kita senang. Saya tak tahu persis kenapa tanaman bikin bahagia, tapi menanam tanaman membuat senang hati. Itu saja.

tekstur warna daun

white leaf, april 2014

white leaf, april 2014

tekstur buah april 2014

white leaf, april 2014

white leaf, april 2014, tekstur


Menanam tanaman buah di pekarangan sejatinya adalah upaya rakyat kecil untuk bisa menikmati buah yang telah diberikan Tuhan YME di bumi Nusantara ini. Jutaan orang di Indonesia baik di Kota dan di Desa juga menanam tanaman buah dan tanaman yang mereka pilih untuk memberikan manfaat dan untuk disyukuri sebagai  kemurahan Tuhan YME (*)

Update posting Bulan Februari 2020






Alhamdulillah pisang varigata di halaman survive dari musim kering th 2019 yg panjang di Bogor.

Bulan februari 2020 berbuah.





Rabu, 13 Juni 2012

Party




Party-party kerap digelar sebagai in house party di diskotik, club malam, cafe dan lain-lain tempat hiburan malam. Kemudian party juga banyak digelar sebagai rave party. Rave party biasanya mengambil tempat di pantai atau di tempat terbuka, bisa di suasana pegunungan maupun di villa-villa di berbagai kawasan wisata.
Di Indonesia sebagai negara dunia ketiga, party kerap menjadi daya tarik wisatawan mancanegara. Ini mirip negara Kuba dan Amerika latin seperti Brazil di mana orang kaya dan wisatawan Amerika kerap mengunjungi negara yang lebih miskin di Amerika Selatan untuk wisata dan party, karena lebih murah dan bergelimang kenikmatan.
Party pada dasarnya adalah menghibur diri. Saya jadi agak tidak connect, mengapa orang yang mapan kok masih menghibur diri, apa dirinya dalam kondisi yang sedih ?
Ada wanita muda bertubuh tambun pulang party kemudian mabuk dalam mengemudi avanza hitam dan menabrak 9 orang sampai tewas di Jakarta beberapa waktu lalu, edannya lagi wanita muda tambun-lajang itu masih mencoba melarikan diri, namun gagal karena menabrak halte bus. Dan banyak juga orang usai party dalam kondisi mabuk berat dan masih mengemudi. 

Ada lagi,  seorang  model cantik majalah dewasa pria juga mengemudi sambil mabuk  dan menabrak tujuh orang di kawasan Tamansari Jakarta Barat dengan menggunakan mobil Honda Jazz merah dengan nomor polisi B 1864 POP Kamis (11/10) sekitar pukul 17.30 WIB, lalu. Model yang memang pekerjaannya adalah me-model-kan wajah dan tubuhnya, -(pakaian dan apa yang dipakai saat berpose jadi model majalah pria dewasa tentu tidak begitu penting)-, itu dalam keadaan mabuk berat saat mengemudi. Dua dari 7 (tujuh) orang korban diantaranya anggota polisi Polsek Tamansari  Jakarta Barat.

Pada dasarnya orang berhak party, tapi tak boleh bunuh orang seusai party hanya karena mabuk mengemudi.

Party menjadi adat kebiasaan sebagian kaum mapan di Indonesia. Oh yeah, prinsip 'enjoy aja' dan 'enak gila' memang menjadi buruan dan sasaran pengejaran kenikmatan hidup bagi kaum mapan. Dalam piramida sosial kaum mapan menempati pucuk piramida sosial, dan kaum menengah serta bawah menempati urutan strata sosial di bawahnya. Strata sosial dibangun atas konstruksi piramida sosial.

Di Indonesia kini tidak mengenal adanya pertentangan kelas, karena kelas bawahpun dicekoki mimpi untuk suatu saat naik ke atas. Tapi piramida sosial secara dialektis bukanlah piramida terbalik, Namun piramida yang curam dan makin ke atas semakin (amat) sempit. Walhasil karena party dianggap sebagai sarana untuk naik kelas, maka kelas menengah yang telah yakin kelak -entah kapan- naik ke atas pun sebagian juga ingin terlibat dalam party agar disebut kelas atas.

Dalam suasana party  yang umum adalah suasana :
1.    Gelap dan cahaya yang menyambar-nyambar sekilas. Gelap, untuk menyembunyikan kondisi diri, menenggelamkan identitas personal, mengaburkan self being,  agar cepat larut masuk dalam suasana party
2.    Musik house, music party yang berirama seperti music voodo Afrika dengan ketukan irama ¼ yang bertalu-talu, menimbulkan efek euforia dan musik house dengan irama tribal, dan ritme yang menghentak merangsang otak untuk bergerak ke arah trance (kebalikan dari musik meditatif), trance adalah satu suasana yang melupakan diri. Volume musik lebih dari 80 desibel, artinya lebih dari volume suara normal yang bisa normal didengar manusia. Volume suara di atas 80 desibel membuat jiwa menjadi terpacu adrenalinenya, jantung berdegup lebih cepat dari normal hanya dengan mendengar musik party ini saja.
3.    Gerakan badan : dalam party badan bergerak tak berirama. Sebenarnya ada baiknya untuk membakar lemak. Tapi waktu party yang tengah malam hingga dini hari justru membuat kondisi fisik dehydrated dan tidak seimbang. Olah raga membakar lemak sebaiknya justru pagi setelah bangun tidur.
4.    Mass hysteria, dalam party dikategorikan sukses jika bisa memancing masa hysteria crowd atau pengunjung yang memenuhi floor atau lokasi party. Massa hysteris dalam party dilakukan secara berjamaah dengan crowd yang bergerak bersama-sama mengikuti irama musik yang mengentak. Dalam tradisi kesukuan (tribal) tarian tribal dance dengan bunyi genderang bertalu dan asupan konsumsi zat halusinogenik bisa memancing kondisi trance. Kondisi  trance bisa diperparah saat pelaku party menggunakan zat psikoaktif adiktif maka efek 'on' akan menjadi lebih kental terasa dan bisa membuat pelaku party serasa melihat alam roh, alam gaib. Ini pula yang menimbulkan efek paranoid.
5.    Party menjadi semakin ‘sik-asyik’ bila beredar narkoba diantara pengunjung yang dapat dibeli secara bebas. Efek narkoba dalam party akan membuat stamina meningkat dan derajat euforia bertambah tajam. Pill party kini sesuai perkembangan teknologi kimia dikenal berbagai macam jenisnya. Karena itu banyak orang bilang party tanpa pill party bagaikan sayur tanpa garam. Maka kompletlah sudah perjalanan 'party goer' menuju alam nirwana dunia.

   Party amatlah lekat dengan sejarah kehidupan manusia.  Kita bisa membaca sejarah pada jaman Kerajaan Singhasari yang didirikan oleh tokoh 'ancient preman' bernama Ken Arok pada tahun 1222.  Kerajaan ini sangat makmur, kemudian pada tahun 1268 Kertanegara naik tahta. Nah saat Kertanegara naik tahta inilah tercatat banyak 'ancient wild party' yang dilakukan oleh raja ini.
  Pada abad ke 12 jaman kerajaan Singhasari, sebuah party gila-gilaan pernah tercatat dalam sejarah Saat itu Singhasari dipimpin oleh Raja Kertanegara yang menganut sekte Bhairawa. Sekte Bhairawa ini melakukan pemujaan terhadap 12 hawa nafsu jasmaniah untuk mencapai nirwana.  

  Keduabelas hawa nafsu jasmaniah yang dimaksimalkan itu adalah : melihat tontonan erotis, menyedot narkotika, menari telanjang bersama, memakan semua jenis makanan, termasuk makan bangkai dan minum darah, mendengar musik dalam suasana trance (mirip diskotik abad ke 12), secara bersamaan melakukan seks secara bebas secara berganti-ganti, melakukan orgy atau pesta seks secara beramai-ramai, melakukan pesta seks AC-DC secara simultan berganti-ganti antar lain jenis kelamin, melaksanakan berbagai fantasy seksual, bahkan yang paling liar di benak peserta sekte Bhairawa, ini semua dengan melakukan seks tantra terbalik, yakni menguras semua energi chakra seksual agar menjadi lemas karena habisnya energi tantric peserta sekte, dilanjut melakukan pesta seks yang paling liar dengan mencampur kondisi halusinogenik dengan minum tuak, nyedot candu, dan secara bebas berperilaku seks (maituna) ditingkah tarian dan nyanyian, semuanya berada dalam tempat yang dipenuhi crowd yang mengalami 'kegilaan' musik trance. Kompletlah sudah keduabelas cara sekte Bhairawa abad ke 12 untuk mencapai nirvana dunia (bukan nirvana akhirat).

  Tampaknya kini cara-cara itu juga kerap dilakukan untuk mencapai derajat kenikmatan puncak duniawi (ultimate satisfaction), terbukti adanya tempat 'one stop entertaintment' yang menjamur, yang secara modern menyediakan pelampiasan untuk 'menghabiskan energi positif' dan memuja semua kenikmatan yang ada di Dunia tanpa tersisa. Foya-foya sekte ini segera mengembalikan manusia ke derajat hewani. Saat manusia kembali lagi ke derajat hewani, tepat sebelum Adam dan Eva beranjak menjadi derajat manusia yang mulia, ada tawa puas dari pihak kegelapan yang telah bersumpah untuk mengembalikan anak-cucu Adam kembali ke derajat hewani.

Demikian sejarah Singhasari  abad ke 12 di Nusantara berulang pada abad ke 21 ini saat cara-cara sekte Bhirawa ini masih terus digunakan semua demi mencapai ‘nirwana’ duniawi.  (*)


Penerapan teori Komunikasi SET dalam Hubungan antar Pasangan

Dalam ilmu Komunikasi, dikenal adanya Social Exchange Theory atau SET. Teori Pertukaran Social (Social Exchange Theory) ini diperkenalkan oleh John Thibaut dan Harold Kelley (2008). Sebenarnya secara tanpa sadar antar kekasih maupun pasutri menerapkan teori SET dalam hubungan antar pribadi mereka.
    Teori  Pertukaran Sosial atau Social Exchange Theory (SET) dari John Thibaut dan Harold Kelley ini menganggap bahwa bentuk dasar dari hubungan sosial adalah sebagai suatu transaksi dagang, atau sebagai bentuk metafora ekonomi (Thibaut & Kelley dalam West & Turner, 2008). Di mana orang berhubungan dengan orang lain pada hakekatnya karena mengharapkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam teori pertukaran sosial  juga dijelaskan bagaimana kekuatan hubungan antar pribadi mampu membentuk suatu hubungan interaksi dan menghasilkan suatu usaha, untuk mencapai keseimbangan dalam hubungan tersebut.
   Thibaut dan Kelley dalam West dan Turner (2008) menyatakan sebenarnya manusia selalu menghitung antara pengorbanan (cost) yang mereka lakukan dan hasil (reward) yang akan mereka dapatkan dalam berhubungan dengan orang lain. Dalam hal ini Thibaut dan Kelley  menjelaskan  ada 5 (lima) unsur yang berperan dalam SET (Social Exchange Theory) yakni :
1. Pengorbanan  (cost), dijelaskan pada hakekatnya setiap individu selalu memperhitungkan pengorbanan dalam sebuah hubunngan antar pribadi. Thibaut dan Kelly menjelaskan bahwa unsur pengorbanan  termasuk elemen negatif dalam hubungan antar individu
2. Penghargaan (reward), penghargaan yang dimaksud  adalah sebuah keuntungan dalam hubungan. Reward bisa berupa apa saja mulai dari keuntungan fisik dan non fisik. Fisik bisa berarti materi yang diperoleh dan non fisik bisa berupa dukungan, waktu dan penerimaan sosial. Thibaut dan Kelley memandang reward sebagai elemen positif.
3. Hasil akhir atau Outcome. Hasil akhir di sini adalah value (nilai) dari semua pengorbanan dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh.  Dijelaskan bahwa setalah individu memperoleh outcome dari sebuah hubungan, maka bisa dipertimbangkan apakah hubungan ini diteruskan atau ditinggalkan.
4. Level Perbandingan (Comparison Level) menunjukkan adanya proses berpikir seseorang dalam memperbandingkan antara semua cost dan reward yang dia terima dalam menilai hubungan antara individu.
5. Level Perbandingan Alternatif (Comparison Level for Alternative). Disingkat (CLalt) adalah bagaimana seorang individu mengevaluasi sebuah hubungan setelah dibandingkan dengan alternative realistis dari hubungan tersebut.
   Selain itu, dalam SET dijelaskan pula oleh Thibaut dan Kelley bahwa ada 2 jenis  kekuasaan yang berlaku dalam hubungan antara individu yakni :
1. Pengendalian Nasib (Fate Control), adalah kemampuan individu untuk mengambil keputusan apakah hubungan antara individu sebaiknya diteruskan atau diputuskan.
2. Pengendalian Perilaku (Behavioral Control) yakni sebuah kekuatan untuk mengubah perilaku orang lain dan perilaku diri sendiri. Saya mencontohkan bahwa dalam setiap hubungan asmara misalnya, dari dua individu sepasang kekasih, pasti ada pihak yang merasa bisa merubah perilaku pasangannya, dan juga ada pasti adalah salah satu pihak yang ingin merubah perilakunya sendiri.
 Karena itu maka bukan hanya reward dan sacrifice saja yang terbentuk dalam sebuah hubungan asmara. Namun lebih jauh lagi sebenarnya dalam hubungan intepersonal pasangan, guna meneguhkan posisi masing-masing, terdapat elemen-elemen dalam SET yani reward, cost, outcome, comparison level dan comparison level alternative di atas.
Jalannya sebuah hubungan pasangan sejatinya adalah sebuah proses alamiah.
   Hubungan akan menjadi rumit jika masing-masing pasangan memiliki comparison level alternative yang tinggi. Adalah bisa dipastikan dalam SET bahwa jika skor masing-masing pasangan memiliki comparison level alternative yang tinggi, maka hubungan tidak akan langgeng. Bentuk tak langsung dari comparison level alternative ini adalah satunya jika salah seorang pasangan banyak menemukan substitutes, pelampiasan dan kompensasi dalam diri orang ketiga. Mudahnya menemukan pihak ketiga yang dapat dijadikan sebagai pelarian dan kompensasi, menjadikan ikatan dalam sebuah hubungan perkawinan amatlah rapuh.

 Bentuk hubungan yang dikaji dalam SET dalam sebuah hubungan pernikahan bisa menyentuh pada fenomena paranoia asmara. Paranoia asmara ini terjadi pada salah satu pasangan yang telah mengalami berulang kali kegagalan dalam membina hubungan asmara.
Traumatis asmara ini menyebabkan pengalaman mental yang menimbulkan bayangan mental negatif dalam menjalani sebuah hubungan. Ini lebih kompleks dari permukaannya. Kondisi ini jelas memerlukan perawatan ahli jiwa.
 Nilai trust yang rendah antara pasangan akan menyebabkan pasangan itu mudah bubar di tengah jalan.
Dalam tata masyarakat individualistis, adanya fenomena media sosial juga menambah adanya saluran untuk saling berkomunikasi dan menerapkan SET antar individu.
  Jejaring sosial menyalurkan need of self actualization atau kebutuhan untuk menyalurkan aktualisasi diri masing-masing sehingga social media akan mendukung pula ego individualisme seseorang. Individualisme yang dipupuk hebat dapat menghasilkan pribadi egomania.
Rendahnya self esteem pada diri salah seorang pasangan memicu berkembangnya pola SET dalam sebuah hubungan. Jika yang satu lebih bergantung pada yang lain maka jelas pihak yang lebih berkuasa akan mampu menetapkan fate control atau kontrol akan nasib pasangan.
Jangan salah, self esteem yang tinggi bukan berarti narsistik, bahkan bisa sebaliknnya jika seorang narsistik bisa menandakan bahwa dia low self esteem, artinya narsis tidak berarti pede (percaya diri) dan pede juga berarti narsis. Orang narsis bisa jadi bahkan percaya dirinya rendah, terutama dalam sebuah pola hubungan asmara. Orang yang memiliki self esteem lebih rendah akan merasakan banyak makan hati dalam sebuah hubungan asmara, lebih banyak cemburunya, lebih banyak takut ditinggalin dan lain sebagainya.
Sedangkan pihak yang self esteemnya tingggi dia akan mengendalikan hubungan, bahkan mengendalikan nasib pasangannya (fate control). “Take me or leave me” yang berarti “ambil (bertahan) dengan aku atau tinggalkan aku”, merupakan pesan dari seorang yang lebih mapan dan dominan dalam sebuah hubungan. SET terutama mengkaji bahwa dalam satu titik tertentu orang akan memiilki pilihan : akan bertahan dengan pasangan atau meninggalkannya. Jika lebih banyak cost-nya maka hubungan pasti akan berakhir tapi bila ada reward yang di dapat secara simbiosa mutualis, maka hubungan akan berlanjut.
   Untuk itu biasanya orang-orang awam menilai dari siklus 5 tahunan usia sebuah pernikahan. Karena dimungkinkan dalam lima tahun pertama terjadi penerapan SET, dan pasangan akan mulai beradaptasi dan memikirkan antara cost dan reward, serta elemen-elemen dalam SET dalam hubungan asmara mereka. (*)
 (Oleh : Mung Pujanarko)

Selasa, 12 Juni 2012

Facebook Sebagai Seni Komunikasi Kontemporer

Facebook.com merupakan salah satu media massa non struktur redaksional. Karena di dalam channel situs  media Facebook.com tidak tercantum secara jelas, struktur hierarkis redaksional seperti : Pimred, Redpel, Wartawan dan Reporter seperti halnya struktur hierarkis media massa redaksional. Facebook.com tetaplah disebut sebagai media massa saja karena fungsinya sebagai media (channel) yang menghubungkan antar massa sebagai partisipan dan khalayak.
Jadi, karena bukan media massa redaksional, di mana tak ada Pimred sebagai penanggung jawab redaksi, maka para pengguna Facebook sendirilah yang merupakan penanggung jawab dari apa yang ditulisnya. Jadi penanggung jawab content bukan pada pendiri Facebook, Mark Zuckerberg, melainkan pada para pengguna Facebook itu sendiri. Orang bisa dipidanakan  jika menulis fitnah di Facebook. Jadi, media massa Facebook bukan media massa konvensional, di mana awak redaksi bisa dipidanakan jika menulis fitnah atau libel.

Facebook lebih cocok diklasifikasikan sebagai media massa kontemporer, karena muncul sesuai tuntutan jaman di era informasi global sebagai genre new media. Sedangkan media massa klasik kita mengenal beberapa jenis, diantaranya media masa cetak yakni surat kabar, majalah,koran serta media massa elektronik yakni radio televisi.
Sedangkan pengertian ‘kontemporer’ itu artinya kekinian, modern atau lebih tepatnya adalah sesuatu yang sama dengan kondisi waktu yang sama atau saat ini. Kata “kontemporer” yang berasal dari kata “co” (bersama) dan “tempo” (waktu).
Karena situs Facebook.com memuat pesan yang disampaikan oleh massa atau publik, maka layak Facebook juga dikategorikan sebagai media massa seperti halnya situs kaskus.com dan situs-situs blog di internet yang pada hakekatnya adalah media (channel) massa.
Saya juga menyebut media massa Facebook sebagai seni komunikasi kontemporer, karena menyangkut beberapa aspek. Pertama dalam pengertiannya, seni kontemporer merupakan salah satu cabang seni yang terpengaruh dampak modernisasi. Jadi, seni kontemporer adalah seni yang tidak terikat oleh aturan-aturan zaman dulu dan berkembang sesuai zaman sekarang.

Seni kontemporer juga berarti :
1.    Tiadanya sekat antara berbagai disiplin seni, alias meleburnya batas-batas antara seni lukis, patung, grafis, kriya, teater, tari, musik, anarki, omong kosong, hingga aksi politik.
2.    Punya gairah dan nafsu “moralistik” yang berkaitan dengan matra sosial dan politik sebagai tesis.
3.    Seni yang cenderung diminati media massa untuk dijadikan komoditas pewacanaan, sebagai aktualitas berita yang fashionable. (sumber pengertian seni kontemporer : wikipedia)
Seseorang yang menggeluti seni memerlukan apresiasi. Inilah yang unik dalam Facebook, karena setiap status dan komentar bahkan tombol like  yang ditulis dalam wall atau dinding pribadi seseorang, para Facebooker (orang yang menggeluti atau tergabung dalam Facebook), bisa memancing apresiasi atau dengan kata lain dapat diapresiasi berupa komentar  oleh pengguna lainnya.  Komentar di dalam Facebook merupakan bentuk apresiasi. Apresiasi merupakan dorongan utama untuk memunculkan eksistensi diri seseorang, yang dapat terpenuhi sebagian ketika bergabung dalam situs facebook.
Untuk itu. motivasi orang yang menulis dalam Facebook umumnya masih dikaitkan dengan 5 teori kebutuhan Maslow.
    Menurut Abraham Maslow manusia mempunyai lima kebutuhan yang membentuk tingkatan-tingkatan atau disebut juga hirarki dari yang paling penting hingga yang tidak penting dan dari yang mudah hingga yang sulit untuk dicapai atau didapat. Motivasi manusia sangat dipengaruhi oleh kebutuhan mendasar yang perlu dipenuhi.
   Kebutuhan Maslow harus memenuhi kebutuhan yang paling penting dahulu kemudian meningkat ke yang tidak terlalu penting. Untuk dapat merasakan nikmat suatu tingkat kebutuhan perlu dipuaskan dahulu kebutuhan yang berada pada tingkat di bawahnya.
   Lima (5) kebutuhan dasar Maslow – disusun berdasarkan kebutuhan yang paling penting hingga yang tidak terlalu krusial :
1. Kebutuhan Fisiologis
Contohnya adalah : Sandang / pakaian, pangan / makanan, papan / rumah, dan kebutuhan biologis seperti buang air besar, buang air kecil, bernafas, dan lain sebagainya.
2. Kebutuhan Keamanan dan Keselamatan
Contoh seperti : Bebas dari penjajahan, bebas dari ancaman, bebas dari rasa sakit, bebas dari teror, dan lain sebagainya.
3. Kebutuhan Sosial
Misalnya adalah : memiliki teman, memiliki keluarga, kebutuhan cinta dari lawan jenis, dan lain-lain.
4. Kebutuhan Penghargaan
Contoh : pujian, piagam, tanda jasa, hadiah, dan banyak lagi lainnya.
5. Kebutuhan Aktualisasi Diri
 Adalah kebutuhan dan keinginan untuk bertindak sesuka hati sesuai dengan bakat dan minatnya.

Dari lima kebutuhan tersebut, para Facebooker atau mereka yang bergabung dalam situs Facebook.com telah berusaha memenuhi 3 kebutuhan melalui komunikasi dalam situs Facebook.com. Diantaranya yakni: kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi diri.
1. Kebutuhan Sosial : Dengan jejaring Facebook dapat diperoleh jejaring sosial baru maupun lama yang bisa terus di up-date sesuai keinginan masing-masing Facebooker.
2. Kebutuhan penghargaan juga didapat oleh para Facebooker melalui respon apresiasi dari Facebooker lainnya, dengan kata lain eksistensi atau keberadaan diri telah terwakili melalui adanya saling berinteraksi dan ber-apresiasi yang bisa saling menunjang eksistensi diri. Ini mendorong alibi berupa reason for being dalam diri psikologis manusia
3. Eksistensi Diri erat kaitannya dengan kebutuhan aktualisasi diri dari para pengguna Facebooker itu sendiri.
Komunikasi dalam Facebook juga tergolong dalam sebuah seni, karena memerlukan adanya unsur apresiasi. Apresiasi di sini, disadari atau tidak tetap menjadi motivasi utama seseorang untuk bergabung dalam situs Facebook.
Sementara kebutuhan manusia untuk terus berkomunikasi pun pada hakekatnya masih terkait dengan 5 kebutuhan Maslow, terutama karena dengan komunikasi orang mampu mendapat rasa aman, memperoleh kegiatan bersosialisasi, memperoleh penghargaan, dan aktulisasi diri.
Jadi kalau kita berbicara tentang komunikasi, pada dasarnya motivasi orang berkomunikasi adalah untuk mencukupi kebutuhan dasar dalam hidupnya di mana telah digambarkan oleh Abaraham Maslow. Apresiasi dalam Facebook menjadi unsur penunjang utama untuk didapatkannya 3 kebutuhan dasar di atas yakni ; sosial, penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi diri.
Karena itu saya menyebut komunikasi dalam Facebook merupakan jenis seni komunikasi kontemporer modern. Disebut seni karena memerlukan apresiasi dari orang  lain berupa komentar maupun kiriman-kiriman bentuk simbol komunikasi lain bisa berupa foto, gambar, ataupun simbol- simbol bahasa. Dan bisa dibayangkan alangkah sedih dan nelangsanya jika seorang Facebooker tidak pernah dikomentari atau berkomentar dalam dindingnya maupun pada dinding orang lain.
Disebut komunikasi, karena jelas merupakan alur pertukaran pesan (message) dari person to person atau group to group melalui channel serta adanya  feed back atau respon. Bedanya komunikasi dalam Facebook, saya katakan sebagai komunikasi kontemporer untuk era sekarang ini, karena sesuai dengan perkembangan jaman, seperti pengertian kontemporer di atas. Namun tetap mengacu pada kebutuhan primer manusia yang digambarkan oleh Abraham Maslow. Jadi, selamat ber-Facebook ria.

(Oleh : Mung Pujanarko, kini Pudek III FIKOM Jayabaya-Jakarta, Kepala Lab di FISIKOM UNIDA- Bogor.  Dahulu penah bekerja sebagai : wartawan SURYA Surabaya,  Redaktur Duta Masyarakat, anggota penyusunan Pedoman Pandemi Preparedness Komnas FBPI bagian Komunikasi Resiko, Wakil Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia –PPWI periode 2007-2012)
 


Senin, 11 Juni 2012

Sindrom Kecantikan

Saya punya rekan dulu di saat mahasiswa yang wajahnya kebetulan cantik. Karena cantik itu banyak pria rekan mahasiswa yang naksir dirinya. Karena dia tinggi, putih dan cantik. Saya sebagai pemerhati ilmu komunikasi menyadari bahwa wanita cantik secara alamiah memiliki beauty awareness atau sikap sadar bahwa dirinya cantik, dan dengan awareness itu dia sadar pasti mendapat perhatian banyak pria. Namun sikap awareness itu malah kebanyakan berujung pada Beautiful Women Syndrome (BWS).
Sindrom Wanita Cantik atau dikenal sebagai Beautiful Women Syndrome (BWS) adalah istilah yang diciptakan oleh Pick-Up Artists, untuk mengambarkan kondisi psikologis yang tidak diinginkan yang mempengaruhi orang-orang dengan penampilan luar biasa bagus. Istilah ini awalnya sebuah parodi. Karena tidak semua wanita cantik dilabeli dengan BWS.
Namun demikian, kebanyakan orang akan memiliki pertemuan dekat dengan seseorang yang menderita BWS. Serta paling tidak akan mengenali gejala-gejala, dan biasanya mereka tidak akan peduli sampai mereka secara pribadi terluka atau tersinggung oleh BWS-er.

Karakteristik Sindrom Wanita Cantik (BWS) :

 - Kadang sedikit sekali kadar intelektual pengembangan dan kepribadian. Mereka yang menderita sindrom tersebut digunakan untuk mendapatkan kehidupan dengan bertumpu hanya pada penampilan mereka sendiri. Karena mereka tidak pernah ditekan untuk mengembangkan kualitas pribadi, percakapan dengan seseorang yang menderita BWS adalah membosankan.
-  Penderita BWS akan merasa bahwa orang yang mereka anggap kurang menarik (less attractive) adalah seolah-olah lebih rendah dari BWS. Hubungan sosial, mayoritas dibangun terutama atau hanya dengan orang-orang yang menurut mereka semenarik mereka, atau dari kelas sosial yang sama.
-  Meskipun kurangnya pengembangan, akibat menganggap kualitas fisik mereka terlalu tinggi, maka BWS cenderung mengabaikan kualitas pribadi seperti kecerdasan, pesona keramahan, dan kerendah-hatian.
- Penderita BWS kebanyakan mengidap ketidakmampuan untuk menghargai sifat baik pada orang yang kurang menarik; keyakinan bahwa sifat hanya mengagumkan dalam diri seseorang adalah keindahan (atau uang / posisi sosial).
-  Tidak suka kerja keras atau kotor. Para BWS-er berpikir mereka berada di atas bahwa: orang lain harus membantu mereka atau memberikan apa yang mereka inginkan. BWS akan mencari pria penggemar untuk dimanfaatkan dalam mengerjakan pekerjaan atau tugas mereka.
-  Sedikit toleransi untuk perbedaan pendapat. The BWS-er secara samar menuntut bahwa orang lain kudu memperlakukan mereka dengan penuh kagum karena, well, mereka cantik dan jelas lebih unggul .

Jika kita menemukan seseorang yang menderita BWS, tindakan terbaik yang dapat dilakukan adalah memperlakukan mereka seperti Anda perlakukan mereka seperti orang lain. Jangan, terlalu menyanjung, jangan tersandung diri Anda dengan mencoba untuk mendapatkan perhatian mereka, atau memuji mereka berlebihan. Perilaku ini hanya menambah BWS dengan mengkonfirmasi kepada penderita BWS bahwa mereka memang sebagai luar biasa. Sindrom ini hanya bisa disembuhkan oleh BWS-er menyadari mereka adalah fana seperti orang lain.
 Maka kembali pada rekan saya dulu, seiring waktu 15 tahun berselang, kini saya melihat kawan saya yang mahasiswi cantik itu dulu, kini telah menjelang usia 40 tahun, dan terlihat jelas -betapa kini dalam foto di jejaring sosial-, secara alamiah memudar kecantikan dan kesegarannya. Namun, dari berbagai komentarnya pada jejaring sosial dia (BWS-er) masih membanggakan dirinya (atau mungkin ge-er) dengan menyindir banyak sesama kawan pria yang kini bertemu kembali dalam jejaring sosial, bahwa dia dulu dikejar oleh banyak pria rekan mahasiswa.
Komentar dalam jejaring sosial dalam langgam komunikasinya menunjukkan betapa dia masih sadar benar akan banyaknya rekan-rekannya yang dulu naksir dirinya, meski sekarang kawan-kawan pria sudah pada menikah.
 Saya melihat bahasanya pada rekan-rekan pria lain dalam jejaring sosial seperti ini : “Oh kamu kan dulu yang sering menguntit aku (stalker)”, kemudian, “Oh kamu harusnya bangga dong kemeja flanelmu pernah kupinjam, pasti kamu pajang di dinding”. Well, saya merasa geli, juga bercampur kasihan kepada sekumpulan rekan pria kami itu, yang dulu saat kuliah memang dikenal sebagai sekumpulan fans BWS-er itu. Geli dan juga kasihan karena kini 15 tahun berlalu, para rekan pria yang dulu sebagai sekumpulan fans si cantik dulu itu, kini rata-rata sudah berkeluarga. Komentar dari BWS-er itu jelas dan terbuka di jejaring sosial dan dapat dilihat oleh kami semua rekan-rekan sesama alumni. Proses encoding dan decoding message dalam wall  secara eksplisit memperlihatkan betapa dulu para fans pria itu hanya tertarik oleh kecantikan BWS-er.
Ya, memang BWS-er pada akhirnya setelah menjelang usia 40, cukup menggelikan. (*)


Selasa, 05 Juni 2012

Perencanaan Liputan Jurnalistik


Perencanaan Liputan Jurnalistik merupakan hal pokok yang wajib dilakukan oleh seorang jurnalis. Ada pepatah: “Gagal merencanakan, berarti merencanakan kegagalan”. Maka dari itu, untuk mencegah kegagalan ada hal-hal pokok yang yang harus dipersiapkan oleh seorang jurnalis. Yang pertama adalah :

1. Mental
Mental mencakup niatan yang kuat untuk mencapai sesuatu. Untuk melakukan liputan seorang wartawan/jurnalis haruslah memiliki mental yang siap. Dalam arti siap segala-galanya. Kadangkala dalam melakukan liputan ada seorang jurnalis yang belum siap mentalnya, maka saat dia menunggu selama berjam- jam lamanya di depan gedung KPK (Komisi Pemberantasana Korupsi) ataupun di depan Gedung Bundar Kejaksaan Agung, maka sang jurnalis tersebut sudah merasa tidak betah dan mengeluh.

Padahal, sepanjang pengalaman penulis selaku wartawan dan mengamati kinerja rekan wartawan yang lain, diketahui hampir 70 persen pekerjaan wartawan di lakukan di lapangan. Mencari berita seringkali mengharuskan kita menunggu berjam-jam di sebuah pos liputan yang ditentukan ataupun target target liputan yang sudah direncanakan bersama oleh kantor redaksi. Contoh: Menunggu berjam-jam di depan kantor Bareskrim Mabes Polri di Jl Trunojoyo, Jakarta sudah merupakan bagian dari keseharian tugas wartawan yang mendapat pos liputan di lingkungan Mabes Polri. Menunggu di depan kantor Bareskrim pada kenyataannya selalu lebih efektif daripada hanya menunggu berita sambil duduk-duduk santai di kantor Humas Mabes Polri. Karena baik tersangka, atau pengacara yang berkaitan dengan kasus besar selalu bisa ditemui.

Contoh yang lainnya adalah saat wartawan menanti masuk serta keluarnya para tersangka yang ditangkap oleh KPK. Sudah lazim apabila KPK memeriksa tersangka hingga 12 jam lamanya. Maka selama itu pula, apabila tidak ada pergantian shift- maka seorang jurnalis harus siaga di depan kantor KPK, agar tidak kehilangan momen penting. Kemudian contoh yang masih segar dalam ingatan kita, ketika ratusan wartawan menunggu dengan “harap-harap cemas” di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP), saat mantan Presiden Soeharto sedang dalam kondisi kritis, hingga akhirnya menghembuskan nafas yang terakhir. Tak ayal, semua hal itu membuat wartawan selalu siaga 24 jam. Karena berita mengejutkan bisa muncul pada waktu-waktu yang “berat”, seperti tengah malam hingga menjelang dini hari. Untuk itu dengan persiapan mental sebaik- baiknya dapat mendukung pula kesiapan fisik, untuk tugas yang tak terduga.

2.Materi People trail dan Paper trail
Dalam liputan jurnalistik ada dua materi bahan yang harus dicari yakni people trail (jejak orang) atau mencari nara sumber dan paper trail (jejak data dokumen) atau mencari data pendukung.
Dalam persiapan materi ini kemudian dapat disusun pertanyaan serta bahan-bahan pendukung untuk melakukan wawancara, dan mengajukan pertanyaan kepada pihak-pihak yang berkompeten dalam penanganan sebuah masalah. Hindari mencari keterangan yang “asal dapat” dari orang-orang yang kurang kompeten seperti misalnya, kepada seorang staf yang kurang berpengalaman ataupun kepada orang-orang yang memang kurang paham terhadap situasi yang sedang berkembang. Misalnya saat wartawan menunggu di KPK, tentu saja tidak mungkin menanyai kepada staf-staf biasa KPK. Carilah orang-orang kunci yang berwenang memberi informasi.

3. Persiapan tool atau alat
Persiapan wartawan kini mencakup semua gadget yang diperlukan. Dari semua kecanggihan gadget yang ada, bisa dibagi menjadi  4 (empat) jenis.
1.Recorder data : (laptop, notebook, HP, kertas catatan )
2.Recorder voice :(Cassete recorder, MP3, voice recorder HP)
3.Recorder auvi :(camera handycam, mini divi, camera advance)
4.Picture Camera : (DSLR, pocket, prosumer)
Persiapan alat ini menjadi penting, apalagi kini di lapangan 90% wartawan adalah wartawan usia muda. Baru lulus kuliah dan mendapat tugas di lapangan. Jangan meremehkan kesiapan semua gadget anda. Dan hati-hati kehilangan gadget di tempat liputan karena banyaknya wartawan yang meliput serta orang-orang yang berkerumun, serta resiko kerusakan gadget di tempat liputan yang selalu sering terjadi.
 
4. Guiding Technique 
Jika akan meliput di tempat yang jauh misal luar kota atau luar negeri, maka ada persiapan-persiapan ekstra. Antara lain yang umum dilakukan adalah mendapatkan cetakan buku guide ataupun justru mendapatkan guide itu sendiri. Guide lazim diperlukan jurnalis, saat meliput di negri/ tempat asing yang rawan konflik. Biarpun tidak bisa menjamim aman 100 % dari resiko penyanderaan dan resiko lain, namun lebih baik ditemani pemandu daripada tidak sama sekali. Dengan pemandu, kendala bahasa, lokasi, dan nilai tukar uang bisa teratasi.

5. Conflict Area
Terutama untuk wartawan yang meliput konflik maka persiapan juga mencakup karakteristik kerawanan daerah (kakerda), P3K (emergency), dan mendapatkan pelatihan khusus untuk meliput di hostile area atau daerah rawan. Seringkali bahaya bisa berupa perang, kerusuhan, demontrasi, atau bahkan bencana alam semisal :tsunami, gempa bumi dan Gunung meletus. Contohnya ketika wartawan meliput kondisi siaga di Gunung Merapi, Jawa Tengah, maka karakteristik kerawanan Gunung bisa diperoleh dari pos pemantau dan hanya petugas yang profesional saja yang wajib didengar, kemudian mempersiapkan P3K guna mengantisipasi kondisi asap, -namun fatal sudah, bila terkena awan panas (wedhus gembel)- ini sama dengan mati. Beberapa wartawan asing senantiasa ingin mencapai titik terdekat dari kondisi bahaya. Namun hal ini harus pula disertai dengan akal sehat. Biarpun tidak ada yang berhak melarang seorang wartawan untuk nekat meliput hingga mendekati titik bahaya.
 
6. Safety
Persiapan yang keenam bagi jurnalis, yakni biasakan mencari safe passage in and out atau jalan masuk dan keluar yang cepat dan aman dalam setiap masalah. Bila kita meliput dalam sebuah gedung atau kantor maka hal tersebut bukan masalah, namun bila anda meliput sebuah kerusuhan atau konflik, maka carilah jalan masuk dan keluar yang aman dan sudah anda kenal sebelumnya. Jangan sampai terjebak pada situasi yang tidak menguntungkan. Ingat ada pepatah dalam jurnalisme yang berbunyi “Tidak ada sebuah berita yang terlampau bagus, jika wartawan harus mengorbankan nyawanya,” (BBC-Panduan Jurnalis 2001). Karena bisa-bisa wartawan itu sendiri yang menjadi bahan berita karena tewas saat meliput.
 
7. Life first
Jaman dahulu saking jarangnya wartawan, banyak wartawan yang nekat untuk mencari liputan hingga mengorbankan nyawa. Mengorbankan nyawa untuk karir wartawan tentu hal yang sangat glorius, heroic dan mengagumkan (amazing) bagi sejumlah perusahaan pers, karena berhasil mendidik wartawannya menjadi wartawan militan yang tak segan mengorbankan nyawa demi berita. Tapi cobalah untuk bijaksana. Lain halnya jika terkena kecelakaan namanya juga kecelakaan yang tidak bisa dihindari, lain ceritanya.
 Jadi, bijaksanalah, apalagi kebanyakan wartawan lapangan di Indonesia adalah wartawan muda usia, lajang, produktif, cerdas, dan berada dalam stamina fisik yang bagus. (*)

Minggu, 27 Mei 2012

99 Juta Orang Jawa

Sampai Juli 2011 menurut  "CIA - The World Factbook" ada sejumlah 40% orang dari etnis Jawa dari total jumlah penduduk Indonesia sebesar 245,613,043 (July 2011 est.). Lengkapnya demografi Indonesia yang terangkum dalam CIA - The World Factbook  adalah : Javanese 40.6%, Sundanese 15%, Madurese 3.3%, Minangkabau 2.7%, Betawi 2.4%, Bugis 2.4%, Banten 2%, Banjar 1.7%, other or unspecified ethnic 29.9% (2011 census).
Yang ingin saya kemukakan adalah; dalam pergaulan sehari-hari kini semakin banyak saja orang Jawa yang lupa Jawa-nya, bahkan malu dengan etnis ke-Jawa-an yang melekat dalam dirinya sebagai orang Jawa.
Dalam berbagai percakapan sehari-hari, saya dengar dan lihat sendiri, semakin banyak orang Jawa yang terlibat percakapan yang menjelek-jelekkan sukunya sendiri, dengan idiom-idiom bahasa yang bernuansa  stereotype yakni misalkan, "oh kalau orang Jawa itu, begini, begitu, suka begini, begitu” padahal yang terlibat aktif menjelek-jelekkan suku Jawa nya, ya dialah orang Jawa itu sendiri.
Orang Jawa yang ada di Jakarta misalkan banyak terlibat percakapan yang menjelek-jelekkan ciri khas Jawa ketika bercakap cakap dengan rekan-rekannya dari etnis suku lain, hanya karena ingin diterima dalam pergaulan kantornya, pergaulan lingkungannya.
Pepatah : "Wong Jowo lali Jawane" adalah pepatah yang telah dikumandangkan nenek moyang orang Jawa, saat membaca tanda-tanda akhir jaman. Tanda-tanda akhir jaman, berarti tidak adanya lagi sopan santun orang Jawa, tak ada lagi toleransi khas Jawa dengan ditandai dengan "Wong Jowo lali Jawane”
Tentu saja hal ini amat saya sayangkan, karena selama seumur hidup ini saya selalu berusaha bersikap toleran terhadap saudara-saudara saya yang berlainan etnis. Saya mencegah diri saya untuk tidak menjelek-jelekkan etnis lain dengan idiom dan sandaran stereotype, dan saya tidak pula (apalagi) menjelek-jelekkan suku Jawa dimana saya memiliki identitas etnis, apalagi berkata buruk tentang suku Jawa hanya supaya diterima di lingkungan yang non Jawa.
Dengan jumlah 99 juta jiwa, orang Jawa tentu saja signifikan mewarnai kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam bidang politik saja, ada politikus capres (calon presiden 2014) non Jawa harus berjuang setegah mati dengan iklan-iklannya agar mencitrakan dirinya sebagai orang non Jawa namun dekat dengan orang Jawa. Misalnya dalam komunikasi komodifikasi iklan bernuansa etnis, ada Capres 2014 yang beriklan dengan  dialog : “Matur suwun bapak Capres”, dimana yang mengatakan matur suwun adalah orang Jawa kepada Capres 2014 yang nota bene adalah  bukan dari etnis Jawa. Saya meneliti sebentar, lho kok tidak dibalik saja dialognya yakni sang Capres 2014 yang non Jawa mengatakan pada orang Jawa pemeran iklan politiknya dengan  dialog :"Matur suwun poro sedulur". Jadi kenapa bukan dialog yang meletakkan diri sang Capres 2014 berterimakasih kepada etnis Jawa, dan bukan etnis Jawa yang harus berterimakasih kepada sang Capres 2014 itu. Ini kalau memang tujuan iklan itu adalah ingin mendapatkan dukungan penuh dari etnis Jawa dalam Pilpres 2014 mendatang, tapi kalau itu hanya iklan politik biasa saja tanpa meaning yang jelas, dan hanya ingin sang Capres 2014 dalam posisi diatas dan dipandang hebat oleh wong Jowo (di bawahnya), ya pakai saja dialog lama itu.
Dalam  harapan sang Capres 2014 (calon presiden) itu dengan menggambarkan orang Jawa matur suwun terhadap dirinya yang non Jawa maka otomatis orang Jawa yang jumlahnya 99 juta, yang sudah berusia pemilih, mau memilih dirinya sebagai orang yang bukan Jawa sebagai presiden Indonesia. Ini adalah tetap posisi siapa di atas dan siapa di bawah dalam sebuah posisi dialog dalam komunikasi iklan politik itu. Kemudian pada tahun 2013, Sang capres ini secara unik justru mengeluarkan jurus jargon baru yakni " Jika rakyat memberi kesempatan, maka kamipun rela berbagi". Hal ini bisa diartikan jika rakyat memberi kesempatan maka sang Capres pun rela berbagi, ini adalah politik transaksional yang telanjang, dimana ada timbal balik. Jelas sekali watak niagawannya. Ya sudah, tidak apa-apa kan ini semua juga hak asasi manusia, hak asasi dia. Terserah dia saja. Toh, pada tahun 2014 sejarah membuktikan tokoh ini gagal mencapreskan diri, ditambah mendapat kritikan pedas dari dalam partainya sendiri tentang perilakunya.

 Di sisi lain banyak pula iklan-iklan produk barang jasa yang juga sering menggunakan penanda dan petanda ciri-ciri Jawa dalam iklan produknya. Misalnya menggunakan bintang iklan dari Jawa, menggunakan event yang bernuansa Jawa, dan menggunakan busana atau kostum adat Jawa. Bahkan ada beberapa iklan yang menggunakan jargon bahasa Jawa. Ini semua karena memperebutkan jumlah konsumen signifikan sebanyak 99 juta orang Jawa.
 Namun, sekali lagi sayangnya kini banyak orang Jawa yang tergolong mayoritas elemen bangsa Indonesia ini yang malu, bahkan tidak mau mengaku sebagai orang Jawa. Alasannya beragam, ada alasan keamanan, misalnya etnis Jawa di sebuah daerah kerap menjadi sasaran kekerasan bahkan sasaran tembak (senjata) oleh etnis lokal setempat. 
Definisi muhajirin (orang yang berhijrah) dan anshor (lokal yang menolong) sudah tidak ada lagi. Yang penting ada pendatang yang terlihat maju sedikit maka akan ditembak mati, atau bila perlu di-parang.
Kalau begini terus maka dis-integrasi bangsa ini benar-benar di depan mata. Jumlah orang Jawa siginifikan sebanyak 40,6 % dari total populasi Indonesia sebanyak  245,613,043 jiwa orang Indonesia, yakni sejumlah 99.718.895  jiwa (dibaca sembilanpuluh sembilan koma tujuh juta jiwa).
Jika katakanlah bila terjadi pengusiran besar-besaran dari etnis pribumi terhadap pendatang yang etnis Jawa maka Indonesia akan mengalami disintegrasi bangsa. Dan menurut kacamata saya selaku pelajar ilmu komunikasi, potensi disintegrasi bangsa ini bukanlah isapan jempol, melainkan nyata adanya.
Bila dipetakan maka ada kemungkinan beberapa daerah yang berkeinginan merdeka, dan berdiri sebagai independent state. Indonesia pada dasarnya adalah  NKRI. Republik kesatuan yang sistem pemerintahannya terdiri dari kawasan-kawasan propinsi yang otonom. 
Demikian pula Amerika disebut United States pada terjemahan sebenarnya adalah negara-negara bagian yang bersatu (united states), negara kesatuan. Negara bagian di Amerika juga dipimpin oleh seorang Gubernur.
Potensi perpecahan dalam sebuah regional negara, baik united states mapun negara kesatuan republik (sebenarnya hanya beda istilah saja) potensi perpecahan itu tetap mungkin terjadi. Dikarenakan terutama meruncingnya masalah kesenjangan kesejahteraan ekonomi antara wilayah yang  makmur, dan wilayah yang tertinggal. Perbedaan ekonomi ini bisa symptom-nya (gejalanya) berwujud perselisihan antar etnis, antar ras dan antar agama. Symptoms (gejala-gejala) ini sebenarnya bukan penyakit utama, penyakit utamanya adalah kesenjangan ekonomi dan infrastruktur yang menyolok dari pusat dan daerah.
Amerika telah selesai dan tidak ada masalah antara pusat dan daerah, bahkan di ibu kota Washington DC (district columbia) tidak ada perbedaan dalam hal kualitas ekonominya dengan states lainnya yang bukan DC. Perselisihan antara pusat federal dan daerah (states lainnya) itu sudah diselesaikan duaratus tahun lampau pada saat civil war terjadi. Kini bahkan tak soal lagi mana pusat dan daerah di Amerika. Sedang di Indonesia issue / topik kesenjangan, perbedaan, dan kualitas infrastruktur pusat dan daerah masih selalu menghantui sampai puluhan tahun ke-depan, dan -bila korupsi berlanjut- ya sampai ratusan tahun ke-depan. (*)

Senin, 30 April 2012

Ojo Gumunan lan Ojo Kagetan Decoded

Orang Jawa yang telah jawa (mengerti) biasanya cukup berpesan pada orang-orang terdekatnya dengan sebuah frasa nasehat : “ojo gumunan lan ojo kagetan”.
Apa meaning dari message falsafah Jawa yang sudah berusia ribuan tahun ini ?
 Gumunan dalam bahasa Indonesia berarti adalah mengagumi atau suka/gampang terlalu mengagumi,-bisa gampang kagum pada seseorang atau pada benda-, dan kagetan berarti suka terkaget-kaget.
Falsafah Jawa ini sangat dalam mengupas kecenderungan hati manusia.
Bila kita teliti, frasa kalimat falsafah ini selalu didahului dengan frasa “ojo gumunan” terlebih dahulu, baru kemudian “ojo kagetan” yang mengikutinya. Frasa ojo gumunan diletakkan terlebih dahulu dari frasa ojo kagetan, ini decode-nya memiliki makna sebab-akibat.
Pada penanda ojo gumunan artinya jangan mudah terampasnya perhatian untuk kekaguman pada seseorang atau sesuatu. Gumunan atau mengagumi seseorang/sesuatu dapat mereduksi kesadaran diri akan kebesaran Yang Maha Kuasa, karena mengagumi kepada makhluk ciptaan-Nya.
Terlalu berat? Oke yang ringan saja ; jika kita kagum kepada seseorang pada hakekatnya juga melupakan potensi diri yang diciptakan sama oleh Sang Maha Pencipta. Memetik hikmah dari seseorang boleh, terlampau kagum, sebaiknya jangan.
 Dan kagetan adalah efek ketika yang dikagumi ternyata mengecewakan atau ternyata tidak sesuai dengan harapan yang mengagumi.
Bulan April 2012 ini ada contoh yang baik sekali ketika artis Justin Bieber asal Amerika tiba-tiba merendahkan Indonesia dengan pernyataannya “some random country” dan merendahkan kemampuan musik studio rekaman Indonesia dengan mangatakan “mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan”.
Selanjutnya reaksi orang yang mengagumi Justin Bieber menjadi terkaget-kaget, "lho kok bisa ?", "Lho kok gitu?!" dan bahkan banyak yang balas menghujat artis muda Amerika ini di jejaring sosial.
 Dalam falsafah Jawa sebenarnya sikap atau reaksi yang datar-datar saja dari orang Indonesia bisa dicapai ketika orang tidak terlalu gumun kepada Justin Bieber, tidak teramat mengagumi, maka tidak akan terkaget-kaget ketika artis muda itu berkata bernada negatif. 
Menanggapinya datar, karena kita tidak gumun pada artis itu, maka tidak akan kaget dengan apa saja ucapan dan tindakannya sebagai sifat manusia biasa. Rasa sebal mungkin iya, tapi kaget bahkan shock tidak sama sekali.
Gumunan dan kagetan adalah dua sifat yang saling susul-menyusul, sebagai rangkaian dari sebab dan akibat. Setelah gumun pada seseorang, maka akan diikuti dengan kaget, ketika yang dikagumi meleset dari harapan. Jika beberapa waktu lampau ada marak khalayak gumun terhadap seorang penceramah yang berwajah tampan dan pandai bertutur kata dan pandai menyanyi, namun kemudian ketika penceramah tersebut melakukan poligami, maka khalayak menjadi kaget, tercengang.
Padahal kalau khalayak biasa-biasa saja dan hanya menyimak baik-baik apa yang didakwahkan, tanpa terlampau mengagumi sosok orangnya, maka dimungkinkan tidak akan terkaget-kaget ketika penceramah tersebut ternyata menikah lagi. Kita sebagai khalayak akan bersikap biasa saja, karena kita tidak mengagumi orangnya, melainkan hanya menyimak seruan Tuhan, dalam dakwahnya, tidak lebih dari itu.
Dalam penanda yang tertuang dalam frasa ojo gumuman lan ojo kagetan mengingatkan orang agar tidak mudah gumunan (mengagumi) seseorang atau mengagumi sesuatu, untuk kemudian tanpa rasa kaget ketika yang dikagumi ternyata ya manusiawi yang tidak luput dari sifat-sifat manusia biasa dan bendawi biasa yang mudah binasa.
Jadi begitulah ‘ojo gumunan lan ojo kagetan’ sebagai penanda dalam falsafah Jawa decoded. (*)

Minggu, 29 April 2012

Babahan Hawa Sanga Decoded


Hawa/Howo bahasa Jawa dapat berarti lubang, dan Hawa dalam bahasa Arab dapat pula berarti keinginan atau kehendak. Hawa nafs berarti keinginan jiwa (nafs = jiwa). Jiwa dalam ilmu jiwa (psikiatri) dibedakan dengan pengertian nyawa atau ruh. Jiwa adalah manifestasi kesadaran manusia dengan kecenderungan-kecenderungan yang dapat dipelajari baik secara kaidah ilmu ilmiah (psikiatri) dan kaidah ilmu psikologi.
Dari penanda dalam bahasa Jawa : Babahan Hawa Sanga, yang biasanya kalimat lengkapnya adalah sebuah nasihat : “Nutupi babahan hawa sanga” ini mari kita coba decode Babahan Hawa Sanga.
 Babahan Hawa Sanga artinya 9 keinginan jiwa (hawa nafs) yang harus diwaspadai agar tidak salah arah, akibat dibukanya secara tak terkendali 9 jendela lubang (howo) pemicu hawa (keinginan) dalam diri jiwani manusia.
Percaya atau tidak,  9 lubang  yang ada pada fisik manusia ini pada hekatnya juga mempengaruhi batiniah manusia.
Orang Jawa yang sudah jawa (mengerti) biasanya cukup berpesan kepada anak cucunya untuk sedapat mungkin menutupi babahan hawa sanga dalam arti berusaha tidak menyimpangi (mengerem dari menyimpangi) hawa nafs atau keinginan jiwa yang bersumber dari 9 lubang jendela dalam diri manusia.

Hawa (2-dua) pertama adalah mata kanan dan hawa kedua adalah mata kiri, penanda ini adalah perwujudan keinginan jiwa yang bersumber dari dibukanya jendela mata. Bisa dengan istilah gaul lapar mata. Keinginan jiwa (hawa nafs) yang berasal ketika jendela mata dibuka dengan ‘diafragma lebar’ dan membiarkan mata terpapar/tereksposure oleh pemandangan yang menyebabkan hati menjadi memiliki keinginan syahwati. Syahwati artinya bisa macam-macam, pemenuhan lubang jiwa, bisa punya keinginan untuk menikmati suatu hal, keinginan memiliki dan mencoba suatu hal dari sumber informasi ke otak dari hasil pandangan mata. Pandangan mata bila diarahkan ke hal-hal yang arrousal maka akibatnya bisa menjurus ke arah maksiat.
Pandangan mata mudah melekat pada lawan jenis, dan justru karena ini banyak yang ingin memuaskan pandangan matanya untuk menyaksikan eksplorasi tubuh lawan jenis. Jika ke istri/suami sendiri maka sah saja, tapi bila jendela mata dibuka lebar untuk menyimpang ke arah sajian baik yang live maupun media visual yang mengarahkan libido, maka ini lain halnya.

Hawa (2-dua) ketiga adalah lubang telinga kanan dan hawa keempat adalah lubang telinga kiri. Telinga kadang mendengar apa yang kita sukai saja, dan bila jendela telinga dibuka dengan ‘diafragma lebar’ untuk terpapar gosip, dengar asyik gunjing-menggunjing maka telinga akan semakin menikmati untuk mendengar yang tidak semestinya dibuka lebar untuk didengar, apalagi bila telinga suka digunakan untuk mendengar hal-hal yang mengarah pada persekongkolan jahat, dan yang mengarah ke perbuatan maksiat. Keinginan yang bersumber dari 2 jendela telinga dapat merasuk dalam jiwa (hawa nafs) berarti keinginan jiwa.

Hawa (2-dua) kelima adalah lubang hidung kanan, dan hawa keenam adalah lubang hidung kiri. Indra penciuman dapat merefleksikan sinyal kimiawi ke otak dan akan direspon dengan memicu aneka hormonal jika mencium sesuatu. Bila mencium bau yang wangi, misalkan wangi parfum maka akan benar bila dalam kondisi tidak dibangkitkan oleh hawa nafs atau keinginan jiwa yang menyimpang. Sebaliknya, keinginan jiwa (hawa nafs) yang menyimpang akan semakin mendapat dorongan jika pembukaan lebar lubang hidung diproses untuk mencium wangi atau aneka bau yang membangkitkan keinginan untuk melakukan maksiat, katakanlah mencium wangi parfum seorang pedagang seks, -tidak akan berakibat apapun pada orang yang tidak membiarkan keinginan jiwanya (hawa nafsnya) menyimpang-. Sebaliknya, jika telah ada goresan dalam hati untuk berbuat menyimpang menuju kemaksiatan, maka mencium wangi parfum pedagang seks atau  pasangan ilegal, akan dapat mengantarkan hawa jiwa lempang menuju ke arah yang menyimpang, yang memang diinginkan. Ada guyonan pada jaman edan ini : ‘hal-hal yang memang diinginkan’.

Hawa (1-satu) ketujuh adalah mulut. Banyak keinginan jiwa (hawa nafs) yang bersumber bila jendela mulut dibuka lebar, sehingga terpapar atau terekspose oleh hal-hal yang bersifat memenuhi unsur rakus (gluttony dalam seven deadly sins). Rakus adalah makan tanpa ingat orang yang lapar. Mulut juga merupakan salah satu jendela hawa sanga yang rawan untuk mengantarkan orang menuju ke kebinasaan. Mulut yang berkata bohong, mulut yang makan barang dilarang, dan yang diperoleh dari barang yang dilarang. Mulut yang mengeluarkan perkataan yang menyakitkan, dan yang mengeluarkan kata-kata yang rusak (alias cangkem letrek dalam bahasa Jawa kasar).
Hawa nafs atau keinginan jiwa memang bisa dipenuhi oleh mulut, namun orang Jawa yang telah jawa (mafhum) memandang harus sedapat mungkin menutup keinginan mulut, dan hanya membukanya untuk maksud-maksud yang baik saja.

Hawa (1-satu) yang kedelapan adalah lubang kemaluan. Banyak unsur keinginan jiwa (hawa nafs) yang bersumber dari dibukanya jendela lubang kemaluan menjadi terpapar atau terekspose hal-hal maksiat yang sejatinya merugikan. Ada orang yang bilang mengapa merugikan ?, kan menguntungkan bila dibuat maksiat?
Well, saya bukan orang yang suci, tapi setidaknya ada pengetahuan umum yang menyatakan kalau freesex pada akhirnya akan merugikan kesehatan mental, dan kesehatan fisik dan akhirnya merugikan kehidupan. Kalau tidak percaya ya jangan mencoba, hanya lihatlah saja gejala orang-orang di sekitar  yang menjalankan free sex.

Hawa (1-satu) kesembilan adalah lubang dubur. Keinginan yang bersumber dari lubang dubur ini adalah keinginan buta kaum Nabi Luth yang ada di kota Sodom dan Gomorah. Kedua kota (ancient city) ini telah hancur luluh dipecut (whiplas) oleh bencana alam. Kita memang tidak dapat menghakimi orang yang cenderung mengeksploitasi anal sebagai sumber kenikmatan hawa (keinginan) jiwa/ (hawa nafs) nya, tapi, logikanya kalau tidak murka, mengapa Sodom dan Gomorah dihancurkan oleh Nya ? Bukan hanya sekedar bencana alam kemudian bangun kembali seperti bencana jaman sekarang, tapi bencana yang membinasakan (total annihilation) dan hanya Nabi Luth atau Nabi Lot yang disisakan, kecuali perempuan tua yang menjadi istrinya yang suka akan tabiat menyimpang tersebut jadi abu.
Dewasa ini banyak terjadi sodomi oleh orang yang memiliki penyakit dalam hatinya terhadap anak-anak kecil, anak jalanan dan korban-korban yang rentan. Hal ini amat bahaya bila tidak ada pihak yang berbicara akan bahaya pengumbaran kejahatan ini.

Demikian “Nutupi Babahan Hawa Sanga” decoded. (9*)

Sabtu, 14 April 2012

MoLimo Decoded



   Dalam literatur Jawa Kuno dikenal adanya jalan gelap yang disebut MoLimo. MoLimo adalah satu jalan gelap dalam kehidupan manusia yang wajib dihindari.

Secara harfiah MoLimo/ MaLima adalah : Madat, Madon , Minum, Main, Maling.

   Karena saking pentingnya untuk diketahui, Kakek-nenek saya sering berpesan kepada saya agar menghindari MoLimo dalam hidup yang singkat ini. Pesan ini didapat kakek, dari kakek buyut saya dan seterusnya sampai ke atas nenek moyang.

   Pada remaja dan usia muda dulu, saya tahunya bahwa MoLimo adalah sebuah kiasan yang menandakan adanya perbuatan-perbuatan 'Mo' yang terpisah seperti di atas, tanpa tahu apa sebenarnya kode-kode dari istilah MoLimo.

   Setelah kini saya pikir, ternyata MoLimo adalah lebih dari sekedar rambu-rambu terpisah yang harus dijauhi.

Hal ini saya dapati setelah saya coba decode MoLimo sebagai sebuah message (pesan). Belajar pada konsep penanda dan petanda dalam Semiotika oleh Ferdinad de Saussure (1916), maka dalam pengertian saya Mo Limo adalah sebuah penanda bagi adanya sebuah fenomena lingkaran setan yang tidak berujung. Sampai di pengertian ini saya mulai tertarik mengurai (decode) isi  pesan (message) Mo Limo sebagai idiom penanda untuk 5 tanda 'Mo'.

   Lingkaran setan yakni sebuah circle atau lingkaran siklus yang bisa dengan mudah dan halus menjebak manusia. Manusia yang tersedot dalam lingkaran setan akan menghabiskan umurnya dalam kerugian dan senantiasa dalam kondisi merugi ketika manusia terseret dalam lingkaran setan MoLimo itu.

Mo Limo saya ibaratkan sebagai sebuah komidi putar, di mana ada lima kuda yang berputar dalam sebuah komidi putar (merry go round), jika kita naik satu di antaranya maka kita dengan mudah akan senantiasa berganti kuda, dan tidak bisa keluar dari komidi putar itu. Sungguh mengerikan lingkaran MoLimo ini jika kita pahami.

Seorang kawan diskusi saya menyatakan bahwa MoLimo tidak berbentuk lingkaran (circle) melainkan tindakan '5 Mo' yang terpisah secara independen. Dia berargumen orang bisa saja stick pada satu kegiatan 'Mo' tanpa terpengaruh '4 Mo' yang lain.

Namun saya berargumen padanya, bahwa meski terlihat terpisah (separated) namun Molimo pada hakekatnya ibarat "five sisters" yang saling memanggil satu sama lain.

Taruhlah misal seseorang hanya mencoba satu Mo saja misal berbuat Maling, maka percaya atau tidak '4 sisters Mo' yang lain akan segera  'memanggilnya', untuk melengkapi  MoLimo. Atau seorang pemadat hanya Madat saja, namun '4 Mo' yang lain pun akan segera menggodanya untuk melengkapi lingkaran MoLimo.

Atau seseorang selama puluhan tahun hanya melakukan 1 Mo berupa Minum (alkohol) saja, karena sifatnya MoLimo ini yang bak magnet, maka percaya atau tidak dorongan untuk melakukan Mo yang lainnya pun akan selalu mengikuti.

Apalagi kalau minum alkoholnya  di tempat hiburan malam, sudah jelas Mo yang lain akan segera datang menghampiri guna melengkapi tindakan komplit MoLimo.

Ini bukanlah hal yang remeh, karena hanya melakukan '1 Mo' saja akan segera memanggil '4 Mo' yang lain untuk melengkapinya.

Itulah sebabnya seseorang yang telah mencoba melakukan '1 Mo' cepat atau lambat pasti akan melakukan '4 Mo' yang lain. Ini bukanlah hal yang simpel terpisah. Ini adalah disain lingkaran yang menjebak jutaan manusia di muka bumi.

Jutaan orang? ah masak tidak percaya ?
Lihat saja pada kenyataan anda pada masyarakat Anda sekeliling dalam sehari-hari.


   Jika orang Eropa abad pertengahan mulai mengenal adanya ‘seven deadly sin’ sebagai penanda adanya tanda-tanda 7 dosa mematikan. Maka kearifan nenek moyang kita juga telah memberitahukan bahwa MoLimo pada hakekatnya adalah sebagai idiom penanda dari 5 (lima) tanda perbuatan tidak baik. Nenek Moyang kita berusaha memberi nasihat bahwa Mo Limo adalah merupakan penanda adanya lingkaran setan yang hidup dan aktif dalam 5 (lima) tanda 'Mo'.

   Sejak setan bisa berupa dalam diri manusia dan juga makhluk dimensi lain (bisa jin) yang membisik-bisikkan pada hati manusia, maka di situlah MoLimo hadir dalam peranannya sebagai penanda lingkaran setan. Oh ? apa penulis percaya adanya Jin ? Tentu saja, dan maaf untuk pembaca yang berkeyakinan lain, secara tegas saya selaku penulis sangat percaya dengan adanya makhluk Jin sebagai makhluk penghuni dimensi kelima atau keempat.

   Mo Limo sebagai penanda saya sebut sebagai lingkaran setan yang berbentuk siklus/pulsar, karena ada  Petanda-petanda berjumlah lima sebagai berikut :

-    Pada Mo yang pertama yakni Maling apabila seorang telah melakukan perbuatan nista maling. Maling bisa berarti korupsi atau mencuri, dan semua perbuatan yang disebut mencuri, maka orang tadi sudah bisa dibilang melakukan perbuatan Mo yang Pertama yakni : Maling.
Setelah maling dan Korupsi mengembat duit Negara serta duit rakyat jelata miliaran serta ratusan juta atau mengembat uang serta harta benda milik orang lain, maka orang itu akan cenderung tergoda untuk melangkah pada step (tahap) Mo kedua yakni : Main.

-    Main sebagai Mo Kedua dalam istilah Jawa adalah : judi, gambling, taruhan, dan aneka perbuatan yang intinya berjudi. Setelah saya pikir, aspek mengundi nasib dalam kegiatan judi inilah yang merusak mental manusia. mengapa mengundi nasib merusak mental?

Dengan kegiatan kegiatan judi, maka pada hakekatnya adalah nasib kita yang sedang kita undi sendiri.
Orang yang berjudi (mengundi nasibnya) dengan probabilitas, maka yang merusak mental adalah ketika orang ini percaya bahwa nasibnya sedang baik atau nasibnya sedang jelek, dipermainkan oleh probabilitas, bukan atas dasar usaha yang dipupuk oleh kesabaran.

Bayangkan jika berhari-hari orang ini percaya nasibnya sedang baik atau sedang jelek, maka dia akan jauh dari mental yang sehat.

Mental yang sehat tumbuh dari kesabaran dan pengendalian atas dirinya sendiri.

Orang yang sering mengundi nasibnya, maka mental orang ini akan jauh dari sehat. Mental orang ini akan sakit. Sebenarnya bukan materi yang sedang dia undi, melainkan adalah nasibnya sendiri yang diundinya, padahal  nasib itu tidak perlu diundi.

Artinya, nasib manusia tidak perlu diundi lagi dengan maksud mencari keuntungan.

Berjudi menjadi lebih mengasyikkan bagi orang yang telah maling, karena toh bukan uang halal yang dibuat judi, jadi beban mental untuk berjudi tidak seberat ketika memakai uang gaji atau keuntungan bersih dagang yang halal. Berjudi ketika memakai uang hasil korupsi akan terasa lebih ringan karena kalau habis, kan bisa korupsi lagi.

   Setelah melakukan Main sebagai Mo Kedua dalam komponen 'Lingkaran Setan MoLimo', maka orang yang telah berjudi memerlukan tambahan stamina untuk tetap ‘on’ dalam bersenang-senang dalam kemaksiatan yakni dengan melangkah pada tahapan atau stage/ step Mo yang ketiga yakni : Minum.

-    Mo Ketiga dari satu lingkaran setan MoLimo adalah Minum. Minum adalah istilah dalam bahasa Jawa untuk minum Miras (minuman keras). Dalam Mo ketiga ini otak akan dibawa larut oleh suasana lebih rileks dan gembira saat dalam kondisi Mo Kedua yakni Main/berjudi, karena kalah-menang pun akan tetap gembira karena pengaruh alkohol. Derai tawa selalu membahana di tengah kesukaan dan keriaan tenggelam dalam lingkaran setan MoLimo.

   Bila tubuh dan keinginan telah menagih untuk mencapai derajat teler yang lebih tinggi sebagai kenikmatan berikutnya, maka telah sampailah pelaku pada step Mo yang Keempat yakni : Madat.

-    Mo Keempat adalah Madat. Madat dalam istilah bahasa Jawa adalah memakai opium, opiate dan obat bius (dulu), kalau sekarang adalah menyalah-gunakan narkotika dan aneka produk turunannya. Madat sebagai step/stage keempat pada lingkaran setan merupakan rangkaian dari perbuatan ‘enak gila’ dan ‘enjoy aja’ setelah orang tadi melakukan step Mo Pertama yakni korupsi, maling, kemudian beranjak pada Mo Kedua: main judi, dan step Mo Ketiga ketiga yakni : minum. Lazim didapati sebuah efek menagih setelah tubuh ringan oleh alkohol maka muncul keinginan kuat untuk menambah derajat kenikmatan menjadi kenikmatan narkoba.

   Dalam Mo Keempat dalam lingkaran setan ini orang akan mengkonsumsi narkoba. Kini lazim diketahui berbagai jenis narkoba bisa menggiring otak ke arah sensasi luar biasa, apalagi jenis shabu dan methamphetamine (crystal meth) sebagai stimulan pemicu 'ultimate satisfaction' maka orang yang telah sampai pada step Mo Keempat, akan segera mencari step Mo yang Kelima yakni : Madon.

-    Madon adalah Mo Kelima juga sebagai Mo yang akan menghantarkan pada Mo awal yakni Maling lagi. Maka dari seluruh prosesi rangkaian 'Lingkaran Setan MoLimo' yang dilakukan orang, dan tersedia luas di muka Bumi. Namun, sejak setan adalah musuh yang nyata, maka kita harus senantiasa waspada.

   Mo Kelima adalah Madon. Apa hubungannya Madon dengan Madat ? Jawabnya : kerap kali orang memakai narkotika jenis Meth dan aneka narkotika jenis baru untuk menghantarkan pada step berikutnya yakni stimulan kuat guna memuaskan diri dalam hal hasrat seksual. Pada tahapan step Mo Kelima dalam ihkwal rangkaian MoLimo sebagai lingkaran setan yang tak terputus ini, Madon adalah istilah lain untuk main perempuan (nakal). Madon secara umum dalam bahasa Jawa adalah : berzina, selingkuh, melacur, main dengan pelacur.      

   Istilah Madon dalam bahasa Jawa digunakan sebagai penanda untuk kegiatan berzina baik untuk lelaki dan perempuan.

   Sampai pada step yang Kelima yakni Madon ini, maka pelaku bukannya berhenti, tapi karena MoLimo pada hakekatnya adalah sebuah circle, sebuah siklus dan sejatinya adalah lingkaran setan, maka pelaku akan kembali lagi pada step/ stage yang pertama yakni Maling lagi, korupsi lagi.

   Maling yang paling gampang adalah korupsi miliaran dan ratusan juta, mark up, dan mencolet uang dari kegiatan tidak sah lainnya. Kegatan rutin Korupsi ini bagi sebagian orang amat mudah dilakukan karena berkaitan dengan jabatan dan posisi dalam ketatanegaraan.

    Dalam Mo Pertama terdahulu dalam rangkaian kegiatan lingkaran setan MoLimo, pada pengertian Maling termasuk : menipu, manipulasi, mark-up, korupsi, memeras, jambret, copet, memalak, rampok, culik, curanmor dll, pokoknya aneka kejahatan yang telah ada dalam pokok hukum pidana dan perdata. Kalau masih ada yang nanya : ‘pak, rampok termasuk maling bukan ?’, maka dalam pengertian MoLimo, rampok ya termasuk maling.

  Duit dari Maling dibuat Main, di dalam Main disambi Minum dan kemudian Madat, selanjutnya akan segera mencapai tahap final Madon. Dan siklus MoLimo untuk mencari modalnya ya kembali ke awal lagi yakni : ya Maling lagi.

  Begitulah, lingkaran setan berputar terus dalam siklusnya. Pada kehidupan orang yang telah terjerumus di dalamnya, akan senantiasa berputar dalam Lingkaran Setan MoLimo. Kalau kita lihat seksama, tidak sedikit orang yang justru hidupnya dari Mo Limo, setiap harinya. Mo Limo itulah sumber kehidupannnya.

               Mo Limo di masa Muda

  Sudah umum diketahui bahwa anak-anak muda seringkali memasuki 'early stage of Molimo' mulai dari masa mudanya. Ada yang sejak SD, ada juga yang baru mengenal Molimo pada saat mahasiswa atau early adulthood.

Jalan Menuju Perbuatan Molimo pada jaman sekarang ini makin mudah dan terbuka. Sayangnya belum ada survei yang menyebarkan angket ke kalangan anak-anak muda usia SMP dan SMU tentang kapan mereka mulai mengenal dan melakukan Molimo.

Menurut pengamatan saya, saya hanya paham satu hal saja : Bahwa Anak muda ada (kebanyakan) yang hanya mengejar kenikmatan-kenikmatan semata dalam hidupnya.
Apa itu mengejar kenikmatan ?

Saya  paham akan hal itu, bahwa ada (banyak) anak muda yang hanya mengejar kenikmatan dalam hidupnya. Kenikmatan itu dikenalnya, diburunya, dan ingin terus ditambahkan kenikmatan-kenikmatan dalam hidupnya.

Misal : pacaran itu adalah kegiatan mencari kenikmatan. Merokok ya mencari kenikmatan. Maka urutkan sendiri di benak anda apa saja kegiatan yang memburu kenikmatan.
Simple Sekali Hidup Mereka (kebanyakan anak muda) ini.

 Hal ini dimulai ketika perburuan akan kenikmatan kuliner sudah hampir komplit, artinya kenikmatan mulut sudah tersalurkan penuh. Hal ini nanti ada kaitannya dengan tulisan saya yang lain yakni “Babahan Hawa Sanga”

Contohnya yang lain lagi : Menonton apa saja movie/ film yang bagus, sehingga kenikmatan mata sudah dipenuhi. Kenikmatan telinga juga sudah di full –kan dengan  mendengarkan berbagai  aneka jenis musik  yang ‘gaul’, musik yang gaul ini dari mulai musik indie yang menyebar via online dari berbagai band indie yang jumlahnya ribuan di negeri ini.

Pembaca bisa simak tulisan saya di ‘babahan hawa sanga’ yang mengupas tentang kenikmatan inderawi-ragawi.

Oke, kenikmatan mulut  sudah tuwuk diumbar dengan aneka kuliner yang sudah diburu setiap harinya, atau makan lezat setiap  weekend, kenikmatan telinga sudah diumbar setiap mendengar lagu-lagu gaul, kenikmatan mata didapat daricuci mata di mall atau nonton film sampai tiga film sehari, sudah.

Kalau kenikmatan ragawi inderawi sudah semua, terus apa berhenti begitu saja?
Ada yang berhenti dan merasa cukup, ada pula yang ingin mencari kenikmatan yang lebih dan lebih lagi. Namanya juga manusia.

Nah yang menjadi pintu gerbang kenikmatan berikutnya bagi anak muda yang sudah terlanjur menjadi pemburu kenikmatan hidup, adalah dengan berani memburu kenikmatan ya apa lagi kalau bukan kenikmatan madon.

Kenikmatan madon ini saya terjemahkan bukan hanya main perempuan bagi lelaki (kata dasar :wadon) namun madon artinya juga memadu (memadon) kasih. Memadu kasih (madon) adalah pacaran ‘hot’ yang menembus batas perbuatan memadu kelamin yang dilarang sebelum menikah resmi dengan saksi dan wali.

Kemudian anak-anak SMU sudah mencapai tahap pacaran dengan tujuan menggapai kenikmatan dengan tahapan pacaran umum berupa : necking, petting dan kissing.
Saat Pacaran ini ada (banyak) yang telah merasakan kenikmatan pemuasan nafsu kelamin, dan inilah yang menjadi finalisasi pengejaran kenikmatan bagi sebagian (banyak) anak muda  pemburu kenikmatan ini.

Kemudahan  hidup bagi sebagian anak muda sudah bisa dan biasa digapai sejak usia SMP kemudian SMU apalagi sebagian mahasiswa pemburu kenikmatan, membiasakan pada anak muda ini hingga dewasanya adalah pemburu kenikmatan yang makin meningkat akselerasinya.

Wisata saja belum cukup, maka ditambah wisata menginap di villa pantai atau villa  di gunung dengan pacar (bukan istri)-jangan heran sekarang ini banyak pria mapan harus punya istri dan pacar (istri punya, pacar juga punya), plus dalam kegiatan wisata itu selalu ditemani minuman beralkohol (minum) dan kemudian juga ditambah narkoba sebagai stimulan kebahagiaan dan sekaligus narkoba sebagai stimulan seksual. Maka wisata yang sekarang ini sedang menjadi trendy untuk kenikmatan hidup juga menjadi sarana pengumbaran MOLIMO yang efektif daalam meningkatkan derajat kenikmatan.

Mengejar kenikmatan ini sudah dirintis oleh sebagian orang sejak masa remajanya.

Setiap anak muda yang sudah mengenal aneka kenikmatan dan kemudahan  hidup sejak SMP hingga SMU-nya, menganggap wajar kegiatan madon (memadu kasih dengan pacar), minum (bir dan aneka minuman keras) main atau judi (game online bernuansa judi). Sebagian justru biasa maling (manipulasi) duit orang tuanya.

Inilah saya katakan bahwa MOLIMO ini bukan sebuah kegiatan yang remeh, karena sebagian besar pelakunya sudah aktif berbuat Molimo sejak  dari masa dini remajanya.

Kenikmatan hidup yang diburu menjadi makin intens karena media massa segmented dan media
sosial banyak mengulas rentang kenikmatan hidup yang dimulai dari pemanjaan kenikmatan indera ragawi. Dalam artikel saya berjudul Babahan hawa sanga yang sudah banyak dibaca orang pada tulisan di blog saya dapat menjelaskan hal ini.

Jadi peliknya masalah narkoba di negeri yang marak didiskusikan banyak pakar di televisi,  bagi saya simpel saja akarnya yakni : Akarnya adalah perburuan kenikmatan ragawi jasmani, yang telah diburu sejak masa muda. Peningkatan perburuan kenimatan ini terus meningkat levelnya hingga pada titik tertentu mereka ini berupaya menggapai crystal meth  sebagai penunjang utama kenikmatan daya tahan fisik dan daya tahan seksual.

Narkoba jaman sekarang yang diburu bukanlah narkoba untuk melemahkan fisik dan membuat fly atau teler. Narkoba jaman sekarang yang diburu adalah jenis untuk kuat dalam bahagia dan kuat dalam seksual. Jadi Narkoba yang merajalela adalah jenis narkoba untuk :  tahan kuat fisik dan happy.

Coba lihat para pemakai crystal meth itu semua, mereka semua memakai crystal meth bukanlah untuk fly, bukan untuk teler seperti junkies yang berbadan kurus, bukan. Mungkin jaman tahun 70’an, 80’an  dulu narkoba hanya untuk high dan teler. Tapi jaman kini narkoba ini untuk stimulan kuat dan happy-happy.

Maka tak jarang madat terintegrasi langsung dengan kegiatan madon, karena itu semua untuk stimulan fisik yang luar biasa, dan stimulan seks dengan kenikmatan paling ‘ultimate’.

Seks yang normal dan halal yang biasa ditempuh oleh pasutri legal, adalah dengan durasi seksual yang normal dan kepuasan seksual yang normal dan wajar, baik itu untuk prokreasi maupun rekreasi pasutri.

Namun bagi para pelaku MOLIMO, seks yang normal itu tidaklah cukup nikmat, saudara. Otaknya sudah menagih sinyal kenikmatan seks yang berbeda lagi derajatnya.

Itulah mengapa ada orang yang sudah berumur, bahkan ada oknum profesor-guru besar, oknum dosen, oknum anggota DPR, oknum PNS, pejabat, dan oknum pegawai swasta juga sejumlah oknum aparat berpangkat, yang telah tertangkap dan dihukum berat karena memakai narkoba jenis stimulan bukan jenis opiat-sedatif.

Coba lihat fisik mereka, mereka bukanlah kurus seperti junkies di film-film, mereka ini fisiknya bagus dan kuat, bahkan ada yang aparat keamanan yang fisiknya oke. Narkoba yang mereka pilih adalah narkoba bukan untuk teler tapi untuk : kuat, trengginas, hebat, kreatif dan happy sexual ultimate. Itu yang kini jadi problem, karena definisi narkoba madat untuk teler sudah bukan jaman lagi. Narkoba terutama meth adalah untuk ‘on’, senang luar biasa, kuat melek, diet hebat, dan stamina seks, juga stamina kerja berat.

Khusus untuk madat narkoba methamphetamine yang diintegrasikan dengan madon, maka mereka semua itu telah sampai pada tahap perburuan kenikmatan seks yang paling ultimate yakni seks dengan  stimulan crystal meth. Mereka telah merasakan level nikmat yang palng tinggi dalam hidupnya yakni seks berbalut stimulan crystal meth yang terlarang.

Itulah mengapa  bagi saya pribadi, pemahaman saya terhadap merajalelanya narkoba di negeri ini, saya cukup simpel berpikir saja : Itu semua ya karena perburuan kenikmatan yang sudah dikejar banyak orang sejak usia dini, hingga lepas kendali (kendalinya sengaja dilepas menurut saya) dengan ingin (dan akhirnya ketagihan) merasakan kenikmatan paling tinggi dalam hidupnya yakni kenikmatan seks yang di-stimulani oleh daya stimulan dahsyat narkoba  jenis crystal meth (methyldimethyl amphetamine). Juga merasakan state of happiness dengan meth yang membuatnya keluar dari kondisi normalnya, jadi ultra normal, kadi merasa luar biasa.

Itu saja simpelnya jebakan kehidupan ini : sebagian besar jadi terbiasa untuk memburu kenikmatan-kenikmatan ragawi,

Begitulah, Mo Limo akan senantiasa makin canggih dan ber-evolusi dalam setiap Mo-nya. Misal saja Madat yang senantiasa didambakan oleh sebagian orang yang tidak dapat hidup normal tanpa 'crystal meth'. Bahayanya, 'crystal meth' yang mudah dibuat di mana saja, bahkan bisa berbentuk 'liquid meth' sungguh merusak dan merubah wajah dunia. Ini bukan drugs yang hanya bikin orang jadi 'high' semata, tapi 'crystal meth' telah menjelma menjadi stimulan yang sangat dibutuhkan oleh makin banyak penyalah-gunanya untuk mencicipi garis nirwana semu. Jumlah pemakainya makin banyak dari tahun ke tahun, dari segala kalangan, dari segala profesi.

Seseorang yang telah mencandu crystal meth, akan menganggap '4 mo' yang lain hanyalah 'mainan anak-anak', karena setidaknya dalam hal Madon atau seks liar menjadi makin intens. Dan Maling pun akan ditempuh demi supply crystal meth lagi dan lagi.

 Jadi begitulah nenek moyang orang Nusantara yang bijak telah membuat idiom MoLimo sebagai penanda sebuah rangkaian kejahatan pada diri sendiri dan orang lain, yang bukan hanya merupakan kegiatan terpisah, tapi sebenarnya adalah menandai adanya pertanda-pertanda lingkaran setan yang selalu berpulsar dan berputar tanpa henti selama kita manusia hidup di dalam dunia ini. Ingat, Iblis sebagai bos para Setan sudah terlanjur minta tangguh (penangguhan hukuman) pada Tuhan Yang Maha Esa, dan dikabulkan, jadi dia (setan) baik dalam diri manusia dan makhluk dimensi lain terus bergerak mencari teman sepenanggungan kelak, sampai penangguhan dicabut (kiamat). Tujuannya tiada lain adalah jangan sampai keturunan Adam dan Hawa ini menjadi manusia seutuhnya, bila perlu dikembalikan keadaannya sebelum berevolusi mencapai/ diangkat pada derajat manusia khalifah dunia.


oleh : Mung Pujanarko 

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Printable Coupons