Tujuan beberapa orang diantara nenek moyang manusia untuk memakai tanaman-tanaman seperti jamur dan daun-daun serta tanaman lain perangsang otak, -dengan kandungan zat narkotika- pada awalnya adalah ingin mencapai alam dimensi spiritual. Dan beberapa filsuf dalam sejarah Yunani juga mengenal pembakaran dupa-dupa yang memiliki zat psikoaktif, yang dilakukan secara tertutup. Tujuannya adalah untuk menggali alam pikiran mencapai imajinasi tertentu.
Inilah yang kemudian menjadi ‘tonggak perjuangan’ manusia untuk mencapai kondisi abnormal dengan bantuan narkoba. Abnormal disini berarti di luar normal. Di luar normal artinya bisa stimulasi otak yang memacu keluarnya zat dopamin berlebihan dalam otak, menimbulkan stamina fisik yang abnormal dengan bantuan stimulan narkoba.
Beberapa musisi di Amerika dan di berbagai belahan dunia pada awal jaman hippies tahun 1960-an memakai aneka narkotika untuk memicu inspirasi bermusik mereka. Dan saat itu pula pemerintah Amerika di bawah Presiden Richard Nixon mengeluarkan hukum yang keras untuk melarang peredaran narkotika, saat inilah drug enforcement agency (DEA) mulai dibentuk di Amerika.
Setelah itu makin menuju ke masa depan, sekarang ini ‘perjuangan sejumlah manusia’- meski melawan hukum- untuk mencapai kondisi abnormal / di luar normal masih belanjut. Derajat abnormalitas amat didambakan oleh sebagian orang, karena dalam kondisi abnormalitas dicapai sebuah alam lain, alam halusinasi, alam psikadelik, alam euforia, alam senang luar biasa dan alam sedatif atau ketenangan pikiran.
Zat-zat psikoaktif dalam narkoba memacu otak untuk mengeluarkan unsur-unsur kimawi yang membuat otak hilang kesadaran dari alam nyata, hilangnya alam sadar. Suasana abstraksi yang dicapai dengan narkoba menjadi digemari oleh sebagian orang.
Abstraksi pengguna narkoba membuat orang-orang keluar dari kenyataan dunia yang keras. Dunia nyata memang keras ; orang harus sekolah, mencari ilmu, orang harus bekerja, bisa dipecat, bisa rugi, pokoknya orang harus cari makan, beresiko di jalan hidup normal, bisa sedih, mati, dan aneka resiko lainnya yang keras. Sebagian orang tak sanggup untuk bergabung dan bersabar dalam kehidupan dunia yang keras, akibatnya mereka melarikan diri menuju dunia impian dengan bantuan narkotika.
Stimulan yang memacu otak mengeluarkan dopamin dalam jumlah besar membuat pemakai narkoba merasa kuat dan sehat di luar normal.
Tapi kemudian jika orang-orang ini menjalni hidup dengan stimulan narkoba melulu, tentu lama-lama mengganggu manusia yang hidup secara wajar dan normal. Jaman dahulu narkoba yang disalahgunakan kebanyakan berefek psikadelik seperti mushroom, dan efek euforia seperti pada aneka tanaman sumber narkoba.
Namun kini narkoba yang didamba adalah jenis stimulan kuat.
Misalnya pada jaman manusia hidup di gua-gua 20.000 tahun yang lalu seorang cavemen yang kemudian tak bisa berhenti memakai ‘jamur mabuk’ dan teler melulu, artinya dia kecanduan jamur melulu maka implikasinya si cavemen teler ini dia tak bisa ikut berburu, tak bisa ikut bertani dan tak bisa ikut bekerja secara normal untuk kehidupan komunitas manusia Gua, akhirnya ‘teler-man’ pertama pada komunitas manusia gua sekitar 20.000 tahun yang lalu ini menjadi beban pertama bagi sukunya, beban pertama bagi puaknya.
Komunitas manusia pertama yang masih hidup di Gua-gua memang mentolerir penggunaan jamur,tapi hanya untuk para dukun, shaman, melihat alam spirit dan meramalkan perburuan saja, bukan untuk berlanjut pada anggota suku lainnya untuk menjadi 'teler-man'.
Hukuman bagi ‘teler-man’ begitulah the first junkies ini disebut 20.000 tahun yang lalu amat tragis namun natural. Karena si pemabuk jamur menjadi beban sukunya, maka biasanya dia diumpankan kepada kawanan Serigala (wolf). Tujuannya harmonis, yang pertama : agar kawanan Serigala predator itu tak mengganggu proses perburuan manusia Gua. Dan kedua orang teler yang diumpankan kepada Serigala karena sudah tak berguna lagi, bagi fungsi kehidupan masyarakat manusia Gua yang telah mengenal sistem pembagian kerja. Hilang satu beban, kehidupan jadi harmonis kembali.
Tak jauh beda dengan jaman sekarang, manusia teler juga masih menyusahkan untuk masyarakat. Manusia yang pencandu stimulan narkoba mengaku punya uang sendiri untuk mencapai derajat abnormalitas, apalagi kalau pelaku narkobanya adalah kebetulan seorang artis ‘public figure’, maka uangnya pasti banyak. Tapi orang lain yang bekerja secara normal yang kebetulan adalah orang-orang terdekatnya, lama-kelamaan juga merasa cemas, karena manusia-manusia abnormal ini terlihat sebagai orang-orang yang berpotensi merusak bagi masyarakat.
Dunia normal dalam kehidupan bermasyarakat menjadi terganggu keseimbangannya.
Jika kondisi ini terjadi 20.000 tahun yang lalu maka solusinya mudah, yakni diumpankan saja kepada Serigala, beres. Tapi jika kondisinya adalah jaman hukum yang berlaku sekarang ini juga serba repot. Jika dipenjara, dia adalah pecandu yang butuh perawatan. Jika dirawat, juga menghabiskan uang negara saja.
Kalau di negara tetangga lain, dan juga di Chinna mungkin pelaku narkoba, langsung dikirim menghadap Tuhan, dikembalikan kepada Tuhan, agar bertemu Tuhan secara langsung di akhirat, agar tak mengganggu kehidupan dunia ini, dan agar tak membebani masyarakat, sudah beres.
Tapi kalau di Indonesia yang mewarisi hukum Belanda ini, tidak sesederhana itu.
Pengedar narkotika jelas harus dihukum berat, karena dia menjual narkotika yang membuat orang tidak berguna lagi di masyakarat, kejahatannya sungguh luar biasa, menimbulkan kerusakan kehidupan.
Tapi jika orang yang terlanjur menjadi pecandu, maka tentu harus direhabilitasi, dirawat. Kalau masuk penjara, kemungkinan juga semakin teler lagi di penjara dengan lebih memiliki banyak teman, dan menemukan komunitas penyalah-guna narkoba yang lebih besar lagi. Dipastikan pencapaian derajat abnormalitasnya akan lebih solid karena mereka telah sama-sama ada di penjara, sama-sama pecandu di penjara, harus cemas apa lagi ?
Sebagian orang yang senang dengan efek stimulan narkoba, bisa merepotkan orang lainnya yang menjalani kehidupan secara sabar dan keras. Dan kadang kala abstraksi pikiran pecandu narkoba sudah terbentuk, bahwa ‘sembako’ utamanya adalah pasokan narkoba. Jadi menurut mereka (para pemakai narkoba ini) untuk apa orang lain peduli ?.
Jawabannya : justru orang yang waras jadi peduli sekaligus resah, karena potensi pelaku narkoba untuk merusak masyarakat dengan pengaruh dan perilakunya juga telah terbukti berbahaya bagi masyarakat. Pemakai narkoba bisa mengiming-imingi remaja-remaja waras untuk bersama-sama mencapai derajat abnormalitas. Pelaku narkoba bisa berperilaku menyimpang, berbuat kriminal, bahkan tega membunuh untuk mencari dana membeli narkoba.
Karena itulah generasi muda harus diselamatkan dari narkoba. Kita-kita yang waras harus lebih peduli terhadap generasi muda di keluarga kita. Orang tua kini adalah ‘watch dog’ bagi putra-putrinya.
Perjuangan hidup ini sendiri telah cukup berat tanpa narkoba. Karena narkoba adalah hanya mencapai derajat abnormalias saja, dan pada hakekatnya bukan mencapai kondisi fisik dan piksis mental yang lebih baik.
Kini, jaman sekarang ini dan di masa depan, jenis Narkoba yang dicari bukanlah yang untuk high atau fly, namun yang laris di negeri ini adalah jenis crystal meth yang bukan untuk teler, tapi kini narkoba yang laris di pasaran ini membuat pemakainya tahan bekerja/ beraktivitas tanpa tidur. Kata Teler kemudian menjadi satu definisi dengan banjirnya otak dengan stimulan dari narkoba. Stimulan ini yang menjadi primadona di kalangan para penyalah guna narkoba.
Jadi para junkies ini telah berevolusi dari dulu imagenya adalah tubuh kurus, ngantukan, lemas dan lunglai. Kini dengan primadona baru jenis narkoba methampethamine dan methyldimethylamphetamine atau crsytal meth, maka kita melihat para penggunanya adalah orang-orang dengan fisik yang bagus, sehat, semangat dan tahan dalam aktivitas fisik yang berat. Diluar normal manusia.
Inilah yang menjadikan dunia narkoba selalu berevolusi dalam menyuguhkan derajat keabnormalan bagi para penyalah gunanya. (*)
(Oleh : Mung Pujanarko)